Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Lika-Liku Gencatan Senjata di Gaza Palestina

Ini reaksi dan lika-liku gencatan senjata di Gaza Palestina.

17 Januari 2025 | 19.40 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Anak Palestina duduk di tengah puing-puing bangunan yang hancur akibat serangan Israel beberapa waktu lalu menjelang gencatan senjata di Khan Younis, Jalur Gaza selatan, 16 Januari 2025. REUTERS/Mahmoud Issa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketika gencatan senjata di Gaza yang telah lama ditunggu-tunggu diumumkan pada Rabu, 15 Januari 2025, warga Gaza Palestina merayakannya dan mengekspresikan kelegaan sekaligus ketakutan sambil berharap bahwa perjanjian tersebut akan bertahan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di jalan-jalan di Jalur Gaza, yang dipenuhi dengan kehancuran dan luka psikologis yang mendalam, perasaan campur aduk antara sukacita, kesedihan, dan harapan menyebar di antara warga Palestina setelah pengumuman perjanjian gencatan senjata untuk mengakhiri genosida Gaza oleh Israel selama 15 bulan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ini adalah momen langka di daerah kantong pantai yang terkepung yang telah menyaksikan berbulan-bulan pembunuhan, penghancuran, dan pertumpahan darah yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh Israel.

Banyak mata yang berlinang air mata, sebagian karena kegembiraan atas pengumuman perjanjian gencatan senjata yang telah lama ditunggu-tunggu, dan sebagian lagi berusaha meringankan rasa sakit akibat kerugian besar yang mereka derita.

Para pemuda menabuh rebana, meniup terompet, dan menari di jalan di Khan Younis di bagian selatan Gaza, setelah mendengar berita tentang perjanjian yang dicapai di ibu kota Qatar, Doha.

Kesepakatan tersebut menguraikan fase gencatan senjata awal selama enam minggu. Di dalamnya mencakup penarikan bertahap pasukan Israel dari Gaza. Kesepakatan itu juga mengatur pembebasan sandera yang ditahan Hamas dengan imbalan tahanan Palestina yang ditahan Israel, kata seorang pejabat yang diberi pengarahan mengenai negosiasi tersebut.

Shourouk Shahine, seorang jurnalis Palestina di Deir al-Balah, mengatakan kepada Middle East Eye bahwa ia merasakan "perasaan yang sangat bertentangan, emosi yang sangat bercampur aduk, kami menahan napas".

"Ada banyak putaran negosiasi yang sebelumnya terjadi sebelum dirusak oleh kondisi dari pihak-pihak [yang bernegosiasi], dan kami akan jatuh ke dalam keputusasaan setelah merasa penuh harapan," katanya.

"Namun kali ini, kami merasa ada keseriusan dalam negosiasi dan menyadari adanya tekanan internasional pada semua pihak. Oleh karena itu, kami berpotensi menuju gencatan senjata," katanya.

"Kami sangat senang bisa bernapas dengan normal, bersemangat untuk tidur tanpa suara pesawat tempur, tanpa pengeboman dan serangan," kata Shahine.

"Saya, sebagai seorang jurnalis, bersemangat untuk pagi hari di dalam rumah sakit tanpa gambar-gambar para syuhada, tanpa momen perpisahan, perpisahan di antara para kerabat para syuhada, dan tanpa rasa sakit dari para korban yang terluka akibat serangan udara Israel di Gaza," ujarnya.

Shahine berasal dari kota utara Jabalia, salah satu daerah yang paling banyak diserang di daerah kantong Palestina yang terkepung.

Menjelang pengumuman tersebut, Wael, yang hanya menyebutkan nama depannya, meninggalkan Kota Rafah di bagian selatan menuju Deir al-Balah. Ia berharap dapat melihat kehidupan kembali di Gaza.

"Hari ini, setelah gencatan senjata secara resmi diumumkan dan diterapkan di Gaza, kehidupan akan dimulai lagi meskipun sulit, kehilangan para syuhada, orang-orang yang dicintai, teman-teman, kerabat, dan mereka yang terluka," katanya kepada MEE.

"Kami kehilangan teman-teman kami, orang-orang yang kami cintai. Saudara laki-laki saya kehilangan kakinya, dan putri saya, seorang gadis muda, terkena tembakan di matanya," ujarnya. Meskipun demikian, Wael optimistis akan masa depan bangsanya.

"Sebagai rakyat Palestina yang telah dijajah selama lebih dari 70 tahun, kami terbiasa dengan pembunuhan dan pengorbanan ini, dan kami terbiasa untuk kembali, untuk bangkit meskipun ada pembunuhan dan kehilangan," katanya.

"Setelah semua pengorbanan ini, rakyat kami akan berdiri kembali dan membentuk kehidupan mereka lagi - sampai pendudukan berakhir."

Hamas dan Israel mencapai kesepakatan gencatan senjata Gaza. Menurut mediator, gencatan senjata akan berlaku pada Ahad, 19 Januari 2025. Dalam konferensi pers di Doha, Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani mengatakan gencatan senjata akan berlaku pada Ahad. Para negosiator bekerja dengan Israel dan Hamas tentang langkah-langkah untuk mengimplementasikan kesepakatan itu, katanya.

Ida Rosdalina dan Dewi Rina Cahyani berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus