Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Suara yang Mengantar Masa Remaja

3 Oktober 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teguh Karya menyentuh telinga dan rasa. Itulah tugas Addie M.S. dan Twilite Orchestra pekan silam dalam acara pementasan A Tribute to Teguh Karya; meniupkan roh film-film karya sang master melalui original soundtrack yang sudah dikenal penontonnya.

Tak aneh jika wajah Addie M.S. tam-pak pucat dan lelah saat ditemui- Tempo untuk sebuah wawancara pekan silam. "Semalam saya enggak- bisa tidur begitu tahu tempat konser-nya cuma separuh dari luas yang diperkirakan," ujar konduktor Twilite Orchestra ini.

Ditemani secangkir coffee latte dan sepotong sandwich yang ha-nya dimakannya separuh, Addie yang baru mengisi musik film Dealova ini berkisah kepada Akmal Nasery Basral dari Tempo. Berikut petikannya.

Akhirnya Twilite Orchestra memainkan juga original soundtrack film Indonesia dalam sebuah konser. Kenapa baru sekarang?

Sebetulnya sejak lama banyak yang menanyakan kenapa Twilite Orchestra hanya membawakan original soundtrack film Barat di beberapa konser. Saya tidak alergi dengan musik film kita. Cuma, kalau saya balik bertanya, "tolong sediakan skor musiknya, dong?", jawabannya enggak pernah ada. Bagaimana mungkin orkes simfoni membawakan musik tanpa skor? Nah, sekitar tiga-empat bulan lalu, Mas Slamet Rahardjo dan Alex Komang mengontak saya untuk acara ini. Ada 18 lagu yang akan di---bawakan, lima dari Erros Djarot dan sisanya dari Mas Idris (Sardi). Erros bilang, dia enggak punya skor asli dan mempercayakan saya untuk menulis ulang. Waduh! Ini juga pekerjaan lagi. Untung, waktu untuk persiapannya tidak terlalu mepet. Tapi yang membuat saya lega adalah karena 13 lagu dari Mas Idris akhirnya dibuat skor besarnya oleh beliau sendiri-. -Rupanya, Mas Idris juga tidak- punya partitur lengkap selain part-part untuk instrumen tertentu.

Bagaimana tingkat kesulitan aran-semen baru itu?

Secara teknis kompositoris tidak sulit. Yang menjadi tantangan adalah bagai-mana kami bisa memberikan grafik emosi yang optimal bagi penonton. Biasanya pola umum orkes adalah overture-concerto-symphony. Di sini kami tidak bisa mengikuti pola itu, karena lagu-lagu ini kan awalnya dibuat untuk kepentingan gambar. Komposer menulis untuk kepentingan sutradara, jadi boleh dibilang bukan komposisi yang utuh.

Me-ngapa lagu-lagu ini tidak disaji-kan-- secara kronologis berdasarkan ta---hun- peredaran film-film Teguh Kar-ya-?

Cara seperti itu malah akan me-rusak- mood, karena bisa saja di awal konser sudah tercipta klimaks, sementara menjelang akhir malah anti-klimaks. Risiko kedua, dalam film-film itu ada musik populer dan ada musik bagus yang tidak populer-. Kalau semua musik populer muncul di depan, dan musik-musik yang kurang populer muncul belakangan, juga berbahaya.

Tentang pemilihan penyanyi, apa-kah Anda turut berperan?

Tidak. Saya mengikuti kemauan Mas Idris dan Erros sebagai kompo-ser lagu-lagu itu. Saya senang ada penyanyi asli seperti Berlian Hutauruk dan Anna Mathovani yang ikut naik panggung. Bagi saya pribadi, keikutsertaan mereka punya nilai historis yang tinggi karena suara mereka yang mengantarkan masa remaja saya.

Anda menonton ulang semua film Teguh Karya sebagai bagian dari per-siapan konser?

Enggak sempat. Tapi saya mendapat banyak cerita behind the scenes dari Mas Idris, Mas Slamet, Erros, dan lain-lain, tentang kesulitan saat bekerja sama dengan Teguh Karya yang sangat perfeksionis. Itu cukup membantu.

Rencana Twilite Orchestra sesudah ini?

Insya Allah bulan November kami akan menggelar konser "The Adventure to the Galaxy". Separuhnya musik-musik John Williams di Star Wars, separuh yang lain dari The Planet Suite karya Gustav Holst (komposer Inggris berdarah Latvia, Swedia, dan Spanyol, 1874-1934-Red). Saya juga akan memberikan sedikit apresiasi untuk penonton tentang leitmotif (tema musikal yang berhubungan dengan karakter dan/atau situasi tertentu-Red) yang dikembangkan Richard Wagner. Ini penting untuk bisa memahami musik Star Wars, yang terentang lebih dari 27 tahun dari film pertama (Episode IV: A New Hope, 1977) sampai film terakhir (Episode III: Revenge of the Sith, 2005-Red).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus