Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Mahatir Mohamad berjanji akan menyerahkan jabatan perdana menteri setelah KTT APEC pada November mendatang.
Filipina menghentikan kerja sama militer dengan Amerika Serikat.
Uni Eropa mengurangi kebijakan kelonggaran impor dari Kamboja.
MALAYSIA
Suksesi Setelah KTT APEC
Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad, Jumat, 14 Februari lalu, menolak tuduhan dan spekulasi bahwa dia berupaya mempertahankan kursi perdana menteri sampai masa jabatannya berakhir. Mahathir menegaskan akan menepati janjinya menyerahkan jabatan perdana menteri kepada penggantinya, Anwar Ibrahim, setelah Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) pada November mendatang. “Saya berjanji mundur setelah APEC. Saya akan menepati janji saya,” ujarnya, seperti dilansir Channel News Asia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pernyataan ini merupakan tanggapannya terhadap klaim bahwa 138 anggota parlemen telah menandatangani deklarasi untuk mendukung Mahathir menyelesaikan masa jabatannya secara penuh. Dia mengaku tidak tahu tentang gerakan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sehari sebelumnya, Anwar Ibrahim menuduh Partai Islam Se-Malaysia dan beberapa anggota Partai Keadilan Rakyat terlibat dalam upaya mengumpulkan tanda tangan untuk mendukung kepemimpinan Mahathir itu. Anwar menyebutkan telah bertemu dengan Mahathir di Putrajaya untuk membahas rencana transisi jabatan perdana menteri. Mahathir, kata Anwar, tidak terlibat dalam gerakan tersebut dan akan menyerahkan kekuasaan seperti yang dijanjikan.
FILIPINA
Kerja Sama Militer dengan Amerika Disetop
Pemerintah Filipina, Selasa, 11 Februari lalu, secara resmi memberi tahu Amerika Serikat bahwa mereka akan membatalkan pakta militer Perjanjian Kunjungan Pasukan yang sudah berusia dua dekade. Perjanjian tersebut membolehkan Amerika melakukan rotasi pasukannya melalui pangkalan militer Filipina dan menggelar 300 latihan bersama setiap tahun.
“Wakil kepala misi Amerika telah menerima pemberitahuan penghentian Perjanjian Kunjungan Pasukan,” kata Menteri Luar Negeri Teodoro Locsin melalui Twitter. Dengan pemberitahuan itu, keputusan Filipina akan resmi berlaku 180 hari kemudian, kecuali dibatalkan.
Kebijakan ini diputuskan Presiden Rodrigue Duterte, yang kerap bersitegang dengan Amerika. Ketegangan terbaru terjadi saat Washington menolak memberikan visa kepada senator Ronald dela Rosa, arsitek awal perang Duterte melawan narkotik. Keputusan itu telah mengkhawatirkan orang-orang di pemerintahannya, yang melihat aliansi militer dengan Amerika menjadi landasan keamanan Filipina dan pengimbang kekuatan angkatan laut Cina yang meningkat di Laut Cina Selatan.
KAMBOJA
Peringatan dari Uni Eropa
Komisi Eropa memutuskan akan mengurangi akses EBA, perdagangan bebas tarif yang berlaku untuk semua komoditas kecuali senjata, bagi Kamboja ke Uni Eropa, Rabu, 12 Februari lalu. Keputusan ini dikeluarkan karena Eropa menilai Kamboja gagal melakukan perbaikan iklim politik selama setahun periode penyelidikan dugaan pelanggaran hak asasi manusia di negeri itu.
Jika kebijakan terbaru Uni Eropa ini diterapkan, eksportir Kamboja harus membayar tarif penuh terhadap lebih dari 30 produk, termasuk tebu, barang perjalanan, serta beberapa jenis pakaian dan alas kaki. Barang-barang tersebut, menurut Komisi, meliputi sekitar 20 persen nilai ekspor negara itu ke Uni Eropa pada 2018, yang senilai US$ 1,09 miliar. Parlemen dan Dewan Eropa, tulis South China Morning Post, dapat membatalkan keputusan ini sebelum tenggat pemberlakuannya pada Agustus mendatang.
Kementerian Luar Negeri Kamboja menyebut penarikan EBA “tidak adil” dan “didorong secara politis”. Salah satu masalah yang membuat Uni Eropa mengeluarkan keputusan itu adalah pelarangan oleh partai yang berkuasa terhadap partai oposisi yang dituduh hendak menggulingkan pemerintah.
Pemerintah Kamboja, negara yang secara de facto hanya memiliki satu partai, yang dipimpin Perdana Menteri Hun Sen, telah melancarkan perang melawan oposisi dengan membubarkan Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP), menekan media, serta menangkap dan mengadili pemimpin CNRP, Kem Sokha.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo