Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte Ditangkap ICC, Apa Kejahatannya?

Mantan presiden Filipina Rodrigo Duterte telah mengakui bahwa ia memiliki pasukan kematian dalam perangnya melawan narkoba.

11 Maret 2025 | 13.58 WIB

Mantan presiden Filipina Rodrigo Duterte saat menyampaikan pesan selama rapat umum proklamasi untuk kandidat senator dari partai politiknya PDP-Laban menjelang pemilihan paruh waktu, di Club Filipino di San Juan, Metro Manila, Filipina, 13 Februari 2025. REUTERS/Eloisa Lopez
Perbesar
Mantan presiden Filipina Rodrigo Duterte saat menyampaikan pesan selama rapat umum proklamasi untuk kandidat senator dari partai politiknya PDP-Laban menjelang pemilihan paruh waktu, di Club Filipino di San Juan, Metro Manila, Filipina, 13 Februari 2025. REUTERS/Eloisa Lopez

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MANTAN presiden Filipina Rodrigo Duterte ditangkap saat baru saja mendarat di bandara Manila dari Hong Kong, Selasa, 11 Maret 2025, Reuters melaporkan. Penangkapannya ini atas permintaan Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC) melalui badan kepolisian internasional

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Duterte akan dikenakan tuduhan "kejahatan terhadap kemanusiaan" yang dilakukan selama masa kepresidenannya. Setelah kedatangannya, jaksa agung menyampaikan pemberitahuan ICC untuk surat perintah penangkapan kepada mantan presiden atas kejahatan terhadap kemanusiaan, kata pemerintah dalam sebuah pernyataan.

Siapa Rodrigo Duterte?

Rodrigo Duterte lahir pada 28 Maret 1945 di Maasin, Leyte Selatan, dari pasangan Vicente Duterte, yang menjabat sebagai gubernur Davao pada akhir 1950-an, dan Soledad Roa, seorang guru dan pemimpin masyarakat, seperti dilansir The Inquirer.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Sebagai lulusan hukum dari San Beda College, Duterte lulus ujian pengacara pada 1973. Ia memperoleh gelar sarjana ilmu politik dari Lyceum of the Philippines University pada 1968. Duterte menjabat sebagai penasihat khusus Davao dan asisten jaksa kota pada akhir 1970-an hingga awal 1980-an.

Sara adalah salah satu dari tiga anak Duterte dengan mantan istrinya, Elizabeth Zimmerman. Yang lainnya adalah putra Paolo dan Sebastian. Pernikahan Zimmerman dan Duterte yang berlangsung selama 25 tahun dibatalkan pada 1998. Duterte memiliki seorang putri lagi, Veronica, dari istri lainnya, Honeylet Avanceña.

Dia pertama kali terpilih sebagai wali kota Davao pada 1988 dan menjabat selama lebih dari dua dekade. Dia adalah anggota kongres dari distrik pertama Kota Davao dari tahun 1998 hingga 2001 dan wakil wali kota untuk putrinya, Sara, dari 2010 hingga 2013.

Mengapa Ia Dijuluki sebagai “The Punisher”?

Duterte menjadi wali kota Davao City selama tujuh periode dan 22 tahun, meskipun tidak secara berturut-turut. Ia sedang dalam masa jabatan ketujuhnya sebagai wali kota Davao City ketika ia dibujuk untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin tertinggi di negara ini.

Meskipun ia telah disebut-sebut sebagai calon presiden sejak 2014, butuh beberapa waktu sebelum para pendukung dan pengagumnya meyakinkannya untuk menjadi kandidat dari Partido Demokratiko Pilipino-Lakas ng Bayan (PDP-Laban).

Saat mengumumkan pencalonannya, Duterte hanya berada di posisi keempat di antara para pesaing presiden. Namun, daya tarik sang wali kota dan selera humornya yang unik membawanya ke posisi teratas dalam berbagai survei sebulan sebelum pemilu. Ia menjabat sebagai presiden Filipina untuk periode 2016 – 2022.

Davao memang menjadikan kota paling damai di Filipina di bawah kepemimpinannya. Namun, Duterte, yang pernah dijuluki "The Punisher" oleh majalah Time, dikenal dengan pemerintahannya yang bertangan besi dan metode yang tidak konvensional dalam memerangi kejahatan di Davao. Dia telah dikaitkan dengan apa yang disebut “Davao Death Squad”, yang diduga berada di balik beberapa pembunuhan di luar hukum yang belum terpecahkan yang korbannya termasuk anak-anak dan wartawan.

Apa itu Gangster “Death Squad”?

Oktober tahun lalu, ia mengatakan kepada penyelidikan Senat bahwa dia telah mempertahankan “Death Squad” atau "pasukan kematian" untuk membunuh penjahat ketika dia menjadi wali kota di sebuah kota di Filipina selatan, Al Jazeera melaporkan.

Duterte membuat pengakuan yang sarat dengan sumpah serapah ketika ia juga mengakui di bawah sumpah bahwa selama menjabat sebagai presiden dan wali kota Davao, ia telah memerintahkan polisi untuk "mendorong" para tersangka kejahatan untuk melakukan perlawanan dan "menghunus senjata" sehingga para petugas bisa membenarkan pembunuhan tersebut.

Duterte mengakui tanpa menjelaskan lebih lanjut bahwa ia pernah mempertahankan pasukan kematian yang terdiri dari tujuh "gangster" bukan polisi untuk menangani para penjahat saat ia masih menjabat sebagai wali kota Davao, sebelum menjadi presiden.

Duterte mengatakan ia akan meminta seorang gangster untuk membunuh seseorang. “Jika Anda tidak mau membunuh [orang itu], saya akan membunuh Anda sekarang," katanya, menggambarkan bagaimana perintahnya dilaksanakan oleh pasukan kematiannya.

Berapa Banyak Korbannya?

Menurut polisi, 6.200 tersangka terbunuh selama operasi anti-narkoba yang menurut mereka berakhir dengan baku tembak. Namun, para aktivis mengatakan bahwa jumlah korban sebenarnya dari tindakan keras tersebut jauh lebih besar, dengan ribuan pengguna narkoba di daerah kumuh, banyak di antaranya yang termasuk dalam "daftar pengawasan" resmi, tewas dalam kondisi yang misterius.

Polisi menyangkal terlibat dalam pembunuhan tersebut dan menolak tuduhan dari kelompok-kelompok hak asasi manusia tentang eksekusi sistematis dan penyembunyian.

Duterte mengatakan ia tidak akan meminta maaf untuk apa yang telah dilakukannya. Ia menganggap jika pengedar narkoba itu dibunuh aka nada satu penjahat yang berkurang. Ia berkeras bahwa ia melakukannya demi negara. "Saya benci narkoba, jangan salah paham," katanya.

Di antara mereka yang terbunuh selama kampanye perang anti-narkoba adalah lebih dari selusin wali kota dan pejabat lokal lainnya serta pengacara dan hakim. Beberapa anak, yang tidak memiliki hubungan dengan aktivitas narkoba, juga terbunuh. Pemerintah menganggap kematian-kematian ini sebagai "kerusakan tambahan".

Sejak Kapan Kasus Pembunuhan ini Menarik Perhatian ICC?

Pembunuhan tersebut menjadi subjek penyelidikan ICC atas dugaan "kejahatan terhadap kemanusiaan" yang dilakukan oleh negara ketika Lembaga ini mulai memeriksa pengaduan atas kasus tersebut pada 2018.

Perintah penangkapan ICC dipandang sebagai kemenangan besar bagi para pegiat hak asasi manusia dan keluarga korban, terlepas dari keputusan Manila untuk menarik diri sebagai penandatangan Statuta Roma.

Sebagian besar kasus yang diselidiki oleh ICC terjadi antara tahun 2016 dan 2019. Penyelidikan ICC terhadap perang narkoba yang berdarah-darah telah membuat Duterte, yang masih menjabat sebagai presiden Filipina, sangat marah, sehingga ia memerintahkan penarikan Manila dari ICC.

Statuta Roma, sebuah perjanjian internasional yang membentuk ICC untuk mengawasi kasus-kasus genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi, mulai berlaku pada tahun 2002. Filipina awalnya meratifikasinya pada 2011.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus