Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) menyatakan prihatin dengan serangan massa terhadap pengungsi Rohingya di Gedung BMA, Banda Aceh, beberapa waktu lalu. UNHCR menyatakan kekerasan terhadap para pencari suaka itu bukanlah suatu tindakan yang terisolasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Namun merupakan hasil dari kampanye online terkoordinasi yang berisi misinformasi, disinformasi, dan ujaran kebencian terhadap pengungsi,” kata mereka lewat keterangan tertulis yang dikirimkan Public Information Officer UNHCR Indonesia, Mitra Salima, Kamis, 28 Desember 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
UNHCR mencatat ada lebih dari 1.200 pengungsi Rohingya di Indonesia sejak November 2023. Akibat penolakan itu, UNHCR sebagai badan yang menangani masalah pengungsi pun disorot. Lantas, apa tugas UNHCR?
UNHCR merupakan singkatan dari United Nations High Commissioner for Refugees. UNHCR adalah sebuah badan organisasi PBB yang berfokus pada penanganan masalah pengungsi. Organisasi ini didirikan pada 14 Desember 1950 dengan markas di Jenewa, Swiss.
UNHCR awalnya didirikan oleh Majelis Umum PBB pada 1950 setelah Perang Dunia Kedua. Saat itu UNHCR diberi mandat untuk membantu jutaan orang yang kehilangan tempat tinggal. Pada 2003, resolusi Majelis Umum PBB menjadikan mandat tersebut permanen.
Di Indonesia, UNHCR sudah beroperasi sejak 1979. Saat itu, Pemerintah Indonesia meminta bantuan UNHCR dalam membangun kamp pengungsian di Pulau Galang guna menampung lebih dari 170.000 pengungsi yang melarikan diri dari konflik di Asia Tenggara.
Sejak penutupan kamp pengungsian Galang pada 1996, UNHCR tetap melanjutkan bantuannya bagi Pemerintah Indonesia dalam memberikan kebutuhan pengungsi akan perlindungan internasional.
Dengan demikian, pemerintah memberikan kewenangan kepada UNHCR untuk menjalankan mandat perlindungan pengungsi dan untuk menangani permasalahan pengungsi di Indonesia.
Pada akhir 2016, Presiden Republik Indonesia menandatangani Peraturan Presiden mengenai Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Peraturan tersebut mencakup definisi-definisi kunci dan mengatur aspek deteksi, penampungan, dan perlindungan bagi pencari suaka dan pengungsi.
Ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Presiden diharapkan akan segera diterapkan dan memperkuat kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan UNHCR, termasuk dalam registrasi bersama untuk pencari suaka.
Pada 28 Desember, UNHCR menyatakan prihatin dengan serangan massa terhadap pengungsi Rohingya di Gedung BMA, Banda Aceh. UNHCR juga mengatakan kekerasan terhadap para pencari suaka itu bukanlah suatu tindakan yang terisolasi.
“Namun merupakan hasil dari kampanye online terkoordinasi yang berisi misinformasi, disinformasi, dan ujaran kebencian terhadap pengungsi,” kata mereka lewat keterangan tertulis yang dikirimkan Public Information Officer UNHCR Indonesia Mitra Salima.
UNHCR pun mengimbau masyarakat Indonesia untuk memeriksa ulang semua informasi tentang pengungsi Rohingya yang tersedia secara online.
Pasalnya, menurut mereka, banyak di antaranya yang salah atau diputarbalikkan dengan gambar yang dibuat oleh kecerdasan buatan dan ujaran kebencian yang disebarkan melalui akun bot.
RIZKI DEWI AYU | DANIEL A. FAJRI | UNHCR | DANIEL A. FAJRI
Pilihan Editor: Polda Aceh Ungkap WNI Terlibat Kasus Penyelundupan Pengungsi Rohingya, Segini Bayarannya Per Orang