Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, - Sidang paripurna Senat Mesir menyetujui revisi undang-undang Nomor 58 Tahun 1937 yang memberatkan hukuman bagi pelaku sunat perempuan atau female genital mutilation (FGM). Mesir menilai perbuatan itu adalah kejahatan besar karena melanggar kesucian tubuh wanita dan berdampak pada fisik dan psikis korban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengutip Egypt Today, Senin, 22 Maret 2021, UU baru ini mengancam pelaku yang menghilangkan sebagian dari alat kelamin perempuan atau memodifikasi, memutilasi, atau melukai organ kewanitaan dengan penjara minimal lima tahun.
Jika perbuatan ini menyebabkan cacat permanen, diancam penjara minimal 7 tahun dengan kerja paksa. Bila menyebabkan kematian, maka pelaku bisa dipenjara harus minimal 10 tahun.
Andai pelaku sunat perempuan adalah seorang dokter atau perawat maka dia terancam hukuman penjara hingga 15 tahun. Jika menyebabkan kematian maka mereka bisa dipenjara antara 15 sampai 20 tahun.
Selain itu, pengadilan Mesir akan memberhentikan sementara pelaku dari jabatannya maksimal 5 tahun. Klinik mereka juga akan ditutup untuk jangka waktu yang sama dengan masa skors.
Langkah Mesir menghentikan praktek sunat perempuan sudah dimulai sejak awal abad ke-20. Pada 2008, aturan pidana pertama terhadap sunat perempuan dikeluarkan.
Hasilnya persentase sunat pada wanita yang pernah kawin di kelompok umur 15-49 tahun mengalami penurunan dari 92,3 persen pada 2014 menjadi 87,2 persen pads 2015. Sedangkan persentase sunat perempuan di Mesir pada kelompok umur 15-17 tahun menurun dari 74,4 persen pada 2008 menjadi 61,1 persen pada 2014.
Sumber: EGYPT TODAY