Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Momen

26 September 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AFGANISTAN
Mantan Presiden Terbunuh

Mantan Presiden Afganistan Burhanuddin Rabbani terbunuh di rumahnya di Kabul saat menerima utusan Taliban, Selasa pekan lalu. Pertemuan itu dilakukan Rabbani guna membicarakan kesepakatan damai dan persiapan peralihan pasukan keamanan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa ke pasukan keamanan Afganistan.

Saat kejadian, utusan Taliban itu menyimpan bom pada sorbannya, dan meledakkan bom ketika memeluk Rabbani. Dalam kejadian itu, penasihat Presiden Hamid Karzai untuk bidang perdamaian, Massoum Stanikzai, juga terluka parah. Ia satu-satunya orang terdekat Karzai yang masih tersisa.

Presiden Hamid Karzai, yang sedang melakukan kunjungan singkat ke Majelis Umum PBB di New York, langsung kembali ke Afganistan setelah kejadian tersebut. Rabbani adalah sosok terpenting bagi Karzai dalam mempersatukan Afganistan. Ia adalah pemimpin perang hebat dari Jamiat-E-Islami (Jamaah al-Islam).

Tahun lalu, Presiden Karzai secara sepihak mendudukkan Rabbani di Dewan Tinggi Perdamaian. Taliban menganggap penunjukan itu sebagai penghinaan besar. Bagi Taliban, Rabbani adalah bukti campur tangan Amerika dalam pemerintahan Karzai. Meski dibenci Taliban, Rabbani sangat dicintai kalangan etnis Tajik, yang anti-Taliban. n

CINA
Kecam Penjualan Senjata

Cina mengecam kesepakatan pembelian senjata yang dilakukan Amerika Serikat dengan Taiwan senilai US$ 5,85 miliar, Rabu pekan lalu. Cina, yang mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya, mendesak Amerika Serikat membatalkan kesepakatan tersebut dan menyatakan hal itu mengancam hubungan baik di antara keduanya.

Dalam kesepakatan itu, Taiwan-lah yang pertama menawarkan pembelian 66 pesawat tempur F-16 C/D-yang memiliki radar lebih baik dan lebih kuat daripada F-16 A/B pada 2007. Tawaran itu merupakan respons Taiwan atas perkembangan militer Cina akhir-akhir ini.

Wakil Menteri Luar Negeri Zhang Zhijun mendesak Washington segera membatalkan keputusan yang dianggap salah itu, dan memanggil Duta Besar Amerika, Gary Locke, untuk memprotes kesepakatan itu. "Jika politikus Amerika merasa Amerika Serikat dapat bertanggung jawab dan secara acak merusak kepentingan inti Cina tanpa membayar harga, ini adalah kesalahan besar dan fatal," kata Harian Rakyat, yang dianggap sebagai corong Partai Komunis Cina

INDIA
Gempa di Himalaya

Gempa berkekuatan 6,9 skala Richter mengguncang India, Nepal, dan Tibet pada Rabu pekan lalu. Gempa yang berpusat di wilayah Sikkim, India, ini menewaskan sedikitnya 100 orang. Hingga Rabu malam, otoritas Sikkim mengaku belum bisa terhubung dengan desa-desa yang terkena gempa.

Sebuah perusahaan pembangkit listrik tenaga air di bagian utara Sikkim mengatakan sedikitnya 17 pekerja ditemukan tewas dalam tanah longsor yang dipicu gempa. Masih banyak pekerja yang belum ditemukan akibat sulitnya akses yang harus ditempuh tim penyelamat.

Pejabat Angkatan Darat mengatakan setidaknya 45 turis, termasuk beberapa orang asing, diselamatkan oleh helikopter setelah mereka terdampar di resor pegunungan populer Lachung. Di Nepal, tiga orang tewas di Ibu Kota Katmandu, dan tiga kematian dilaporkan di tempat lain.

IRAN
Pengelana Amerika Dibebaskan

Dua pengelana Amerika yang dituduh sebagai mata-mata dibebaskan dan meninggalkan Teheran pada Rabu pekan lalu. Pembebasan ini menutup drama mencekam atas dua warga Amerika itu selama lebih dari dua tahun.

Kantor berita Iran, IRNA, menyebutkan Shane Bauer dan Josh Fattal telah meninggalkan Iran menuju Oman. Seorang pejabat Oman yang tidak ingin disebutkan identitasnya mengatakan kedua tahanan itu telah terbang ke Ibu Kota Muscat.

Sebelumnya, harapan bebasnya dua pengelana tersebut hampir pupus setelah Iran menolak seruan internasional agar membebaskan mereka. Bauer dan Fattal dihukum pengadilan Iran setelah dituduh sebagai mata-mata untuk Amerika.

Sebuah kendaraan yang diperkirakan berisi diplomat Swiss dan Oman meninggalkan penjara Evin bersama Shane Bauer dan Josh Fattal di dalamnya. Swiss mewakili Amerika Serikat di Iran karena Washington tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Teheran.

JERMAN
Kunjungan Paus

Paus Benediktus XVI tiba di Jerman, Kamis pekan lalu. Kunjungan ini merupakan kunjungan kenegaraan pertamanya setelah diterpa isu skandal pelecehan seksual para imam, yang memicu eksodus besar-besaran di dalam gereja. Paus dijadwalkan mengunjungi Berlin dan Freiburg Erfurt selama empat hari serta menemui publik sebanyak 17 kali.

Dalam perjalanan ini, Paus menghadapi banyak protes setelah Juli tahun lalu Gereja Katolik Jerman meluncurkan hasil investigasi kasus pelecehan seksual terhadap anak selama 1977 hingga 1982. Saat itu Paus Benediktus XVI menjabat Uskup Agung Keuskupan Muenchen. Sayangnya, saat itu Paus tidak menyelesaikan kasus tersebut secara transparan.

Banyak warga Jerman berharap Paus Benediktus XVI mampu menangani kasus pelecehan seksual ini. Paus diperkirakan bertemu secara pribadi dengan para korban pelecehan selama kunjungannya, tapi tidak jelas apa yang akan ia sampaikan kepada para korban. "Ada situasi sulit dalam Gereja Katolik untuk membahas teologi dan dialog sekarang," kata Rainer Kampling, profesor dari Universitas Berlin dan Institut Teologi Katolik.

ITALIA
Polisi Versus Pengungsi

Polisi antihuru-hara Italia terlibat bentrokan dengan pengungsi Tunisia yang berada di Pulau Lampedusa. Polisi menggiring para pengungsi Tunisia ini menggunakan perisai dan tongkat menuju balkon teratas di pusat penampungan.

Gambar televisi menunjukkan polisi antihuru-hara memukuli para imigran dan memaksa mereka melompat setinggi 4 meter dari balkon setelah para imigran memprotes polisi di pusat penampungan tentang kondisi di Pulau Lampedusa.

Lebih dari 1.000 imigran Tunisia dikirim kembali ke rumah di bawah perjanjian dengan Tunisia. Tapi mereka enggan kembali ke Tunisia, yang sedang mengalami krisis, dan berteriak-teriak meminta dibawa kembali ke Italia. Puncaknya pada Selasa pekan lalu, mereka membakar sebuah kasur di pusat penampungan.

Cheta Nilawaty (AFP, Telegraph.co.uk, wallstreet journal, India Express)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus