Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tak kunjung berhasil menyelesaikan konflik Palestina-Israel yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Akhir-akhir ini, pertempuran kembali pecah setelah kelompok militan Palestina Hamas menyerbu Israel pada 7 Oktober 2023 lalu, dan Israel membalasnya dengan pengeboman serta blokade total Jalur Gaza yang masih berlangsung sampai sekarang.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah menyerukan gencatan senjata atau jeda kemanusiaan agar bantuan dapat menjangkau warga sipil di Gaza. Ia pun menyambangi Rafah, perbatasan Mesir dengan Gaza, untuk memantau situasi penyaluran bantuan yang tidak berjalan lancar karena adanya kebuntuan antara Israel dengan Hamas perihal 200 lebih warga Israel yang masih disandera.
“Kita harus menghentikan kebuntuan dramatis ini. Kita benar-benar perlu memindahkan truk-truk tersebut secepat mungkin, dan sebanyak mungkin, dari Mesir ke Gaza,” katanya, ketika krisis listrik dan air bersih berlangsung di Gaza lantaran tidak ada bahan bakar.
Namun, badan yang beranggotakan 193 negara ini belum berhasil membawa kedua pihak ke akhir konflik.
Negara-negara telah mencoba, melalui diplomasi, untuk mengesahkan resolusi yang menyerukan gencatan senjata dan bantuan kemanusiaan. Contohnya Brasil, yang pekan lalu mengusulkan ke Dewan Keamanan draf resolusi tentang jeda konflik sementara antara Israel-Palestina demi memungkinkan akses bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.
Meskipun 12 dari total anggota dewan 15 negara setuju, draf tersebut gagal lolos setelah AS menggunakan hak veto terhadapnya. Tindakan tersebut menuai banyak kritik, termasuk dari Rusia dan Cina. AS, yang merupakan sekutu Israel, dikenal sering menyetop Dewan Keamanan untuk mengambil tindakan terhadap Israel.
Merespons hal ini, Koordinator Residen PBB untuk Indonesia, Valerie Julliand, menjelaskan mengapa sejauh ini PBB belum berhasil mengakhiri konflik ini, bahwa badan tersebut hanya bisa melakukan apa yang dimungkinkan oleh negara-negara anggota.
“Ketika PBB tidak bisa melakukan intervensi, itu bukan karena kami sebagai staf PBB tidak ingin melakukan intervensi, melainkan karena negara-negara anggota tidak menyetujui intervensi kami,” katanya.
Ia mengatakan bahwa sering kali dalam situasi kritis seperti yang terjadi di Palestina saat ini, sulit bagi PBB untuk dapat melakukan tugasnya, terutama karena tidak lolosnya resolusi di Dewan Keamanan.
“Jadi di dalam krisis ini (di Palestina), dunia belum menemukan konsensus mengenai cara mengatasinya. Dan sayang sekali. Karena saat ini, ratusan ribu dan jutaan warga Gaza menderita,” sambungnya.
Serangan tak henti-henti oleh Israel telah menewaskan lebih dari 5.000 warga Palestina hingga saat ini, kata kementerian kesehatan Gaza. Ini merupakan balasan Israel terhadap serangan Hamas pada 7 Oktober lalu yang menewaskan setidaknya 1.400 jiwa dan menculik 222 orang sebagai sandera.
NABIILA AZZAHRA ABDULLAH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini