Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Moskow -- Presiden Rusia, Vladimir Putin, menepis tudingan pemerintah Inggris bahwa pemerintahannya berada dibalik serangan racun syaraf terhadap bekas intel Rusia, Sergei Skripal dan putrinya, yang saat ini sedang dirawat dalam keadaan kritis di sebuah rumah sakit di Inggris.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ini merupakan pernyataan pertama langsung Putin atas kasus yang telah menjadi perhatina dunia selama dua pekan terakhir. Putin mengatakan ini di sela-sela pawai kemenanganya pada pilpres Rusia, yang berlangsung di Manezhnaya Square, Moskow tengah, pada Ahad, 18 Maret 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca: Diproyeksikan Dapat 75 Persen Suara, Putin: Terima Kasih
Menurut Putin, seperti dilansir media Reuters, tudingan bahwa Rusia sebagai pelakunya adalah keliru.
"Terkait tragedi yang Anda sebutkan tadi, saya mengetahuinya dari media massa. Hal pertama yang terpikir oleh saya adalah jika itu memang racun syaraf kelas militer maka orang yang terkena seharusnya meninggal di lokasi," kata Putin kepada wartawan yang menanyainya di posko pilpres, Ahad malam waktu setempat, 18 Maret 2018.
Baca: Rusia Gelar Pemilihan Presiden, Vladimir Putin Dipastikan Menang
Sergei Skripal, 66 tahun, dan putrinya Yulia, 33 tahun, dalam kondisi kritis di rumah sakit saat ini.l [Rex Features]
Putin melanjutkan bahwa Rusia tidak memiliki racun syaraf Novichok itu. "Kami menghancurkan semua senjata kimia di bawah pengawasan organisasi internasional. Kami melakukannya yang pertama, tidak seperti sejumlah negara mitra yang berjanji melakukannya namun sayangnya tidak menepati janjinya," kata Putin.
Seperti diberitakan, Kolonel Sergei Skripal dan putrinya Yulia tergeletak di sebuah restoran di Salisbury, Inggris sekitar dua pekan lalu. Laboratorium Inggris menemukan bahwa Sergei yang membelot ke negara-negara Barat terkena serangan racun syaraf yang pernah dibuat Rusia di salah satu laboratorium militernya.
Theresa May dan Vladimir Putin. AP
Perdana Menteri Inggris, Theresa May, menuding Rusia sebagai pelakunya dan mengusir 23 diplomat negara itu, yang dituding sebagai mata-mata berkedok diplomat. Rusia lalu membalas tindakan ini dengan mengusir 23 diplomat Inggris dan menutup British Council serta kantor konsulat jenderal Inggris di St Petersburg.
Theresa May berjanji akan mengambil langkah lanjutan setelah mendapat dukungan dari Jerman, Perancis, dan Amerika Serikat, yang ikut menuding Rusia sebagai pelakunya.
Soal ini, Putin mengatakan,"Secara keseluruhan, tentunya, saya pikir setiap orang yang berpikir logis akan memahami adalah hal yang tidak masuk akal, omong kosong jika Rusia disebut melakukan petualangan itu menjelang pemilihan Presiden. Sama sekali tidak terpikirkan."