Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Remaja Venezuela Buta Setelah Ditembak 52 Peluru Karet

Remaja Venezuela buta setelah wajahnya ditembak 52 peluru karet oleh polisi, 16 di antaranya mengarah langsung ke matanya.

18 Juli 2019 | 16.31 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Rufo Chacon bersama keluarganya di rumahnya di Tariba, Tachira, Venezuela.[CNN]

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pemuda Venezuela yang ikut demonstrasi buta setelah 52 peluru karet mengarah ke wajahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rufo Chacon kehilangan kedua matanya dua minggu lalu, selama demonstrasi 2 Juli di Kota Andean, San Cristobal, Venezuela. Ketika itu polisi membabi buta menembakan peluru karet ke kerumunan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Para dokter yang mencoba menyelamatkan matanya mengatakan bahwa 52 butir peluru karet mengenai wajahnya, 16 di antaranya langsung mengarah ke matanya.

Sebuah laporan polisi yang menyelidiki kecelakaan itu mengatakan pasukan keamanan negara dengan paksa menekan kerumunan tanpa peringatan.

Dua pengunjuk rasa di bawah umur lainnya juga menerima cedera kepala, kata laporan itu, dikutip dari CNN, 18 Juli 2019.

Salah satunya adalah adik lelaki Chacon, Adrian, 14 tahun, yang menerima pukulan tongkat polisi ke tengkoraknya. Keduanya ada di sana bersama ibu mereka, Adriana Parada, untuk memprotes kekurangan gas memasak di wilayah tersebut.

Rufo Chacon memegangi matanya yang terluka ditembak 52 butir peluru karet saat demonstrasi.[CNN]

Chacon dengan tegas menolak menyerah. "Aku ingin bisa melihat kembali," katanya. "Aku memiliki semua jenis perasaan, saya ingin menangis tetapi saya tidak bisa lagi. Saya cukup menangis di rumah sakit."

Setelah protes, pihak berwenang Venezuela mengumumkan bahwa dua petugas telah didakwa atas "percobaan pembunuhan, penggunaan senjata yang tidak patut dan perlakuan kejam" dalam berurusan dengan para pemrotes. Mereka sedang menunggu persidangan.

Pernyataan oleh kantor jaksa agung secara khusus merujuk kasus Chacon, seperti halnya twit Jaksa Agung Venezuela, Tarek William Saab.

Pengumuman itu dikeluarkan beberapa jam setelah Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Michelle Bachelet menerbitkan sebuah laporan yang mengecam "pola-pola pelanggaran terhadap semua hak asasi manusia" di dalam negara Venezuela, sebuah laporan yang dianggap pemerintahan Nicolas Maduro bias dan tidak berdasar.

Wilayah Andean di Venezuela barat telah lama dikenal karena kebencian anti-pemerintah. Sejak 2014, daerah itu telah menjadi teater dari beberapa bentrokan paling kejam di negara ini.

"Semua politisi adalah penjahat. Semuanya," kata Chacon. "Hukum di sini menyerang orang. Seharusnya sebaliknya, hukum seharusnya melindungi rakyat, tetapi di sini mereka bertindak melawan kita."

Dokter di Rumah Sakit Pusat San Cristobal mengatakan mereka hanya bisa menghilangkan proyektil yang tersisa dari mata Chacon. Dia masih berisiko terinfeksi, kata para dokter ketika potongan-potongan pelet karet tetap melekat di wajah dan kepalanya, terlalu dalam untuk dijangkau oleh dokter bedah.

Tetapi Chacon hanya menghabiskan empat hari di rumah sakit, katanya, setelah dokter memutuskan bahwa tinggal di fasilitas yang diabaikan dapat semakin meningkatkan risiko infeksi.

Rumah sakit umum di Venezuela telah dihantam oleh krisis dalam beberapa tahun terakhir yang menyebabkan kekurangan tenaga kerja dan sumber daya, serta banyak fasilitas tidak memiliki standar higienis sederhana seperti air mengalir atau ventilasi, dan bahkan obat-obatan sulit ditemukan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus