SETELAH perang Mesir-Israel 1967, Dewan Keamanan PBB menelorkan
resolusi no. 242 yang belum sempat dilaksanakan. Resolusi itu
mengharuskan Israel keluar dari wilayah yang didudukinya. Dengan
persetujuan Camp David 1978, pasukan Israel akhirnya harus
mundur juga dari wilayah Mesir di Sinai. Penarikan mundur secara
bertahap memang akan dijalankannya. Namun soalnya belum selesai
di situ. Soal Palestina masih menjadi tanda tanya besar, yang
menyebabkan amarah dunia Arab terhadap persetujuan Mesir-Israel
yang diusahakan Presiden Carter di Camp David.
Demi penyelesaian soal Palestina itu belakangan ini orang
teringat kembali pada Resolusi 242, berarti kembali ke DK PBB.
Delegasi Kuwait tampil dengan usul resolusi baru yang bertujuan
merobah Resolusi 242 dan sekaligus meminta pengakuan atas rakyat
Palestina untuk menentukan nasib dan kemerdekaannya. Inisiatif
Kuwait itu diduga akan menjadi bahan perdebatan yang sengit
dalam sidang DK PBB 25 Agustus ini.
Bahwa Amerika Serikat menganggapnya serius, dutabesar Andrew
Young yang kebetulan selama Agustus menjadi ktua DK PBB
melangkah. Young bahkan bertemu dengan peninjau PLO (Organisasi
Pembebasan Palestina) untuk PBB, Zehdi Labib Terzi, atas
prakarsa delegasi Kuwait. Pertemuan 20 menit itu akhirnya
menggegerkan. Terutama Israel marah sekali.
Menlu AS Cyrus Vance menegor Young yang dianggap sudah salah
melangkah. Pertemuan Young-Terzi menimbulkan kesan seolah-olah
AS mulai berobah politik Timur Tengahnya, dan akan mengakui PLO.
Secara terbuka Washington kemudian menyalahkan Young karena
tidak melaporkan sejujurnya tentang pertemuan tadi.
"Tak betul kalau saya berdusta." tangkis Young, menjawab
pertanyaan pers. Dia mengatakan langkahnya itu bisa dibenarkan
sebagai ketua DK PBB, apalagi maksud semula hanya ingin bertemu
dengan dutabesar Kuwait, Abdullah Yakub Bishara. Namun wakil PLO
di situ hadir.
Karena terlalu ricuh, Presiden Carter pun mengulang kembali
sikapnya: "Saya menentang pembentukan negara Palestina." Seorang
pejabat Gedung Putih lantas meyakinkan Israel bahwa AS akan
memveto setiap rencana amendemen terhadap Resolusi 242 itu.
Israel tenang kembali.
Namun sebagian anggota Congrcss AS, terutama mereka yang pro
Israel menuntut supaya Young dipecat saja. Young, tokoh kulit
hitam, sejak jadi dulabesar di PBB memang sudah sering membikin
rusuh kalangan Congress sebagai akibat berbagai keterangannya
yang kontroversial. Dia kebetulan teman akrab Carter, ikut
berjasa pada Jimmy menuju Gedung Putih. Kali ini serangan
terhadap Young berarti juga memukul Carter. Melihat gejala ini,
Young pekan lalu akhirnya menulis surat minta berhenti saja.
Tiada pilihan lain, Carter mengabulkan permintaan itu sambil
menulis surat "dengan rasa sangat menyesal" pada Young.
Sekretaris pers Gedung Putih, Jody Powell, meneteskan air mata
waktu membacakan surat itu.
Mesir tampaknya punya sikap lain dalam menghadapi usul yang
diajukan Kuwait itu. Menurut Menteri Negara Urusan Luar Negeri
Mesir, Dr. Boutros Ghali, resolusi 242 itu tidak dapat dirobah,
tapi perlu diberi keterangan tambahan atau pelengkap dengan
sebuah resolusi baru yang menjamin pemulihan hak syah rakyat
Palestina. "Kami ingin agar kepada rakyat Palestina diberi
kesempatan menentukan masa depan mereka sendiri. Apakah mereka
akan membentuk suatu federasi dengan Jordania ataukah dengan
Israel, atau akan membentuk suatu negara merdeka sendiri," ujar
Ghali.
Sementara itu pertemuan Majelis Pusat PLO di Beirut pekan lalu
secara tegas menolak setiap bentuk amendemen terhadap resolusi
tersebut. Mereka hanya akan menerima sebuah resolusi baru yang
menandaskan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri dan
pembentukan suatu negara Palestina merdeka. Namun karena sikap
AS yang akan memveto, mungkin tak akan keluar sualu resolusi
baru. Tapi mungkin pula dunia Arab sekali lagi menggunakan
minyak sebagai senjatanya dalam hal ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini