Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Saeed Jalili, diplomat dan politisi terkenal Iran, adalah salah satu kandidat pertama yang mengumumkan pencalonannya sebagai presiden Iran pada hari pertama untuk mendaftar mencalonkan diri pada 30 April 2024. Dia berhak melaju ke pilpres Iran putaran kedua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari kantor berita Anadolu, Jalili memperoleh 9,4 juta suara dalam pemilihan presiden pada Jumat, 28 Juni 2024. Dia berada di posisi kedua setelah anggota parlemen senior dan kandidat reformis Masoud Pezeshkian yang memperoleh 10,4 juta suara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keduanya akan saling berhadapan dalam pemilihan putaran kedua pada 5 Juli 2024 karena mereka memperoleh jumlah suara maksimum tetapi gagal mencapai angka 50 persen suara.
Setelah mengajukan lamarannya pada 30 April, Jalili berbicara tentang "kesempatan bersejarah" yang dihadapi bangsa Iran dan berjanji untuk menjaga warisan mendiang Presiden Ebrahim Raisi, yang meninggal dalam kecelakaan helikopter bulan lalu.
Profil Saeed Jalili
Saeed Jalili merupakan tokoh politik konservatif Iran yang lahir pada 6 September 1965, di Kota Mashhad di timur laut. Ia berasal dari keluarga kelas menengah yang taat beragama. Jalili meraih gelar doktor dalam ilmu politik dari Universitas Emam Sadegh di Teheran, sebuah lembaga yang didirikan untuk melatih kader republik Islam tersebut.
Tugas penting Jalili termasuk memimpin perundingan nuklir negara itu dengan Amerika Serikat pada 2007-2013 di bawah kepemimpinan Presiden Mahmoud Ahmadinejad. Ia juga menjabat sebagai kepala Dewan Keamanan Nasional Tertinggi, badan keamanan paling berpengaruh di negara tersebut.
Sebelumnya, ia menjabat Wakil Direktur Amerika Utara dan Tengah di Kementerian Luar Negeri Iran. Pada 2013, Jalili mengajukan pencalonan pertamanya sebagai presiden dan menempati posisi ketiga. Pada 2021, ia kembali mengikuti perlombaan tetapi akhirnya menarik diri dan memilih pemenang akhirnya, Raisi.
Ia salah satu penentang paling vokal terhadap kesepakatan nuklir Iran 2015, sebuah posisi yang ia tonjolkan dalam kampanye pemilihannya, termasuk dalam debat yang disiarkan televisi.
Jajak pendapat pra-pemilu menunjukkan Jalili dan ketua parlemen Mohammad Baqer Qalibaf sama-sama siap meraih kemenangan, namun para pemilih sepenuhnya berlawanan dengan perkiraan tersebut pada Jumat, dengan Qalibaf berakhir di tempat ketiga dengan hanya 3,3 juta suara, kira-kira sepertiga dari saingannya yang konservatif.
Diketahui, Jalili terlibat erat dalam Perang Iran-Irak pada 1980-an dan kehilangan sebagian kakinya setelah cedera di garis depan.
Pada 2013, ia ditunjuk oleh Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei sebagai Expediency Council, sebuah majelis administratif kuat yang bertugas menyelesaikan perselisihan kebijakan di negara tersebut.
Dalam ajang debat calon presiden Iran, Jalili mengatakan dia akan "membuat musuh menyesali" tindakannya menjatuhkan sanksi terhadap Iran, seraya menambahkan bahwa dia punya "rencana aksi" untuk melakukan hal ini jika terpilih sebagai presiden.
Ia juga menepis klaim bahwa kesepakatan nuklir Iran 2015 menguntungkan negara tersebut secara ekonomi, dengan menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah "nol dan negatif" ketika kesepakatan itu ditandatangani.
Jalili juga sangat menganjurkan kewajiban mengenakan jilbab (jilbab Islam), menuduh Barat menyembunyikan "peran mulia" yang dimiliki perempuan Iran di berbagai bidang. Ia menyebut jilbab sebagai aturan berpakaian untuk "menjaga dan memperkuat kesucian lembaga keluarga."
KAKAK INDRA PURNAMA | SITA PLANASARI
Pilihan editor: Masoud Pezeshkian, Anggota Parlemen Kawakan yang Lolos Pemilu Presiden Iran Putaran 2