Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Salam Metal dari Palestina

Sukses di Timur Tengah, kelompok musik metal Israel dan Palestina mengadakan tur bersama keliling Eropa.

14 Agustus 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keduanya hanya sepotong kecil demografi suatu negeri yang sekarang bernama Israel. Kelompok Orphaaed Land, dengan Kobi Farhi, lead vocalist-nya yang terkenal di antara para pemuda Tel Aviv. Kemudian kelompok Khalas, dengan Abed Khatout, pemetik bas yang berasal dari Galilea, tapi namanya dikenal luas di kalangan pemuda Ramallah, Tepi Barat.

Kobi dan semua personel Orphaned Land adalah anak Yahudi. Sedangkan Abed dan kawan-kawan dalam kelompok Khalas lahir di Israel, warga Israel yang berdarah Palestina, dan secara demonstratif mereka menyebut dirinya orang Palestina. Kobi, pemuda pertengahan 30-an tahun yang bertato dan berambut panjang, menyebut Abed brother atau saudara—mereka disatukan oleh sebuah keluarga imajiner: musik metal.

Pada suatu malam Minggu, pertengahan Juli lalu, mereka naik pentas bersama di Tel Aviv, bahkan bersama-sama menyanyikan lagu terpopuler Orphaned Land, Norra el Norra. Sekarang mereka juga tengah serius menyiapkan rencana besar pada Oktober mendatang: tur bersama keliling Eropa. Rangkaian tur panjang yang berawal pada 26 Oktober di Lyon, Prancis, dan berakhir pada 15 November di Dublin, Irlandia Utara.

Khalas dan Orphaned Land tidak menyanyikan lagu tentang cinta atau mantan kekasih yang kini bahagia atau menderita dengan orang lain. Keduanya sama-sama anak zamannya, yang merasa penat dengan permusuhan dan perang, seraya ingin hidup berdampingan secara damai.

Khalas dalam bahasa Arab berarti sudah, selesai. Tentu saja ada sesuatu yang terputus dalam kata itu dan keinginan untuk tidak kembali lagi pada periode yang sama. Khalas memang kerap menerima kritik dari kalangan Palestina sendiri, karena mereka tampak lebih suka menyesuaikan diri dengan kenyataan pahit pendudukan Israel, ketimbang melawan mengacungkan tinju tinggi-tinggi atau mengangkat senjata.

Sedangkan Orphaned Land adalah istilah yang menggambarkan terputusnya tali keturunan yang menghubungkan Kobi dan kawan-kawan dengan masa lalu bangsa Israel. "Saya tidak peduli dengan negara, bendera, atau agama. Saya cuma tidak ingin anak saya akhirnya berkelahi ataupun saling bunuh dengan anaknya (putra Abed). Seperti kami kini, saya ingin mereka bermain bersama," kata Kobi.

Mimpi Kobi dan Abed tidak muluk-muluk. "Kami memang tidak bisa mengubah dunia. Tapi kami bisa memberi contoh bahwa koeksistensi itu mungkin terjadi. Kami akan menunjukkan bahwa dua orang di zona konflik, dengan latar belakang berbeda, dapat tampil bersama," ujarnya.

Sedikit berbeda dengan Khalas yang banyak mendapat pengaruh dari kelompok metal legendaris Black Sabbath, Orphaned Land memiliki formula ajaib yang membuatnya diterima di kalangan orang Yahudi dan Arab. Mereka mengangkat Norra el Norra, lagu populer Mesir; menerjemahkan liriknya ke bahasa Ibrani; serta memperkaya aransemennya dengan aneka instrumen tradisional Arab dan Yahudi. Pada puncaknya: mereka membubuhkan bunyi bergedebum dari petikan bas dan tabuhan drum khas musik metal—yang membuat kaum muda menonton konsernya sambil berjingkrak.

Memang. Israel adalah sebuah kekuatan kolonial yang mengembangkan diri dengan menduduki wilayah luas yang bukan haknya. Dengan kekuatan militernya yang digdaya, Israel adalah si Daud yang telah menjadi Jalut yang penuh angkara murka terhadap negara-negara Arab tetangganya.

Namun Orphaned Land dengan enteng melintasi batas-batas negara yang menjadi titik pusat konflik di Timur Tengah. Beberapa tahun yang lalu, konser mereka di Lapangan Taksim, Istanbul, berhasil menghimpun ribuan penonton. Mereka menggubah lagu baru, juga mengambil, mengaransemen ulang, memainkan lagu-lagu tradisional asal Yaman dan Arab lainnya. Tak ayal lagi, mendengar melodi yang tak asing tanpa harus kehilangan kesan bahwa musik mereka itu musik metal, anak-anak muda Arab pun jatuh hati.

Idrus F. Shahab (Xinhua, Jerusalem Post)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus