Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ibu kota Haiti, Port-au-Prince, dilanda baku tembak dalam beberapa hari terakhir, menyebabkan kepanikan di kalangan penduduk. Pemimpin geng Haiti berusia 46 tahun, Jimmy Cherizier, yang dikenal sebagai 'Barbekyu', mengatakan kepada wartawan pada hari Selasa bahwa kekacauan yang melanda ibu kota, Port-au-Prince, akan menyebabkan perang saudara dan 'genosida' kecuali jika Perdana Menteri Ariel Henry mundur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pernyataan keras tersebut disampaikan pada saat Perdana Menteri Ariel Henry berada di luar negeri. Henry semula dijadwalkan mengundurkan diri pada bulan Februari untuk memungkinkan pemilihan umum. Namun, baru-baru ini ia melakukan perjalanan ke luar negeri untuk menggalang dukungan bagi pasukan keamanan yang didukung PBB untuk memerangi meningkatnya kekuatan geng.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketidakhadirannya memperburuk kekacauan, dimana geng-geng yang sudah menguasai sebagian besar Port-au-Prince memanfaatkan kesempatan untuk melancarkan serangan terhadap instalasi penting pemerintah, termasuk bandara internasional utama dan penjara.
Pekan lalu, geng-geng saling tembak-menembak dengan polisi dan tentara dalam serangan terhadap bandara internasional utama Haiti dan penjara-penjara di negara itu , yang menyebabkan pelarian massal dari dua penjara terbesar di Haiti.
Barbecue adalah pemimpin koalisi geng yang dikenal sebagai Keluarga dan Sekutu G9. Sebelumnya geng kriminal ini telah melancarkan serangan kuat yang melumpuhkan negara tersebut.
Ketika situasi semakin intensif, perhatian beralih ke sosok di balik ancaman tersebut yaitu Jimmy Cherizier. Nama samarannya adalah “Barbekyu”.
Profil Jimmy Cherizier Hingga Dijuluki Barbekyu
Cherizier saat ini diakui sebagai salah satu, jika bukan pemimpin geng paling berpengaruh di Haiti. Ia diduga bertanggung jawab atas sejumlah pembantaian besar-besaran di wilayah Port-au-Prince.
Cherizier sebelumnya adalah petugas di Kepolisian Nasional Haiti. Berasal dari lingkungan Delmas di Port-au-Prince, keterlibatannya dalam pembantaian tahun 2018 di lingkungan La Saline di Port-au-Prince membuatnya mendapat julukan Barbekyu.
Insiden brutal tersebut menyebabkan sedikitnya 71 warga sipil tewas, dan laporan menggambarkan kejadian tersebut sebagai kejadian yang mengerikan, dengan banyak mayat dibakar dan dipotong-potong.
Cherizier diduga berperan memimpin dan melaksanakan pembantaian tersebut. Hal itu membuat ia makin tenar hingga dijuluki 'Barbekyu.' Namun dia menolak klaim tersebut. Sebaliknya dia mengaku julukan itu berasal dari pekerjaan ibunya sebagai pedagang kaki lima ayam goreng.
Ia sering tampil di depan umum dengan mengenakan baret dan pakaian kamuflase serta sering terlihat membawa senjata api.
Pada 2020, Cherizier mengumumkan pembentukan aliansi geng. Ia mendapat perhatian luas karena membentuk Keluarga dan Sekutu G9, sebuah koalisi sembilan geng yang beroperasi di wilayah ibu kota.
Menyusul pembunuhan Presiden Jovenel Moise pada tahun 2021, Cherizier menyerukan protes, menuduh keterlibatan pemimpin oposisi dan penegak hukum dalam plot tersebut.
Pada 23 Juni 2021, Cherizier mengeluarkan pernyataan yang menyatakan bahwa kolektif geng G9 akan mempelopori revolusi bersenjata melawan elit bisnis dan politik Haiti. Dia menggambarkan G9 sebagai pengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh kelemahan pemerintah dan sebagai kekuatan "untuk membebaskan Haiti dari oposisi, pemerintah, dan borjuasi Haiti.
Pada akhir tahun 2022, ia menguasai area di sekitar terminal bahan bakar utama di Port-au-Prince selama hampir dua bulan.
Baru-baru ini, Barbecue mendesak agar Perdana Menteri Ariel Henry mengundurkan diri dan memperingatkan. "Jika Ariel Henry tidak mengundurkan diri, jika komunitas internasional terus mendukungnya, kita akan langsung menuju perang saudara yang akan mengarah pada genosida."
TRT WORLD
Pilihan editor: Istri Mukesh Ambani Pakai Kalung Berlian Hampir Rp 1 Triliun di Pesta Nikah Anaknya