TUBUH orang tanpa kepala itu diusung tentara pemerintah ke
gedung Balaikota Palapag, Pulau Samar. Pada hari yang suram itu
tiada seorangpun yang tahu siapa gerangan korban tadi. Diduga ia
korban keganasan Pasukan Pengawal Nasional ke-60 Filipina yang
tengah mengaduk isi desa, dan hutan Provinsi Samar Utara, 512 km
sebelah tenggara Manila.
Antara Juni dan Oktober itu, Letnan Kolonel Manuel Bruan
memimpin 1 batalyon PPN ke-60 yang mengejar induk pasukan
Tentara Rakyat Baru (NPA) yang dituduh komunis. Lebih 1.000
tersangka ditawan, 74 tentara NPA ditangkap, dan 'puluhan'
tentara NPA lainnya ditewaskan pasukan Bruan. Wartawan Michael
T. Malloy kemudian menulis di Asian Wall Street Journal (17
Oktober 1979) bahwa pasukan burung pipit itu ternyata juga
membantai penduduk sipil.
Operasi itu, demikian pendapat banyak rohaniwan Katholik,
melampaui batas peri kemanusiaan dan menyebabkan keresahan yang
meluas. Palapag, ibukota Samar Utara, yang berpenduduk 24 ribu
dibanjiri 35 ribu pengungsi. Berita utama di AWSJ itu Justice
From 'The Sparrows': Philippine Troops Defend Province by
Brutalizing It, jelas menelanjangi tentara. Tentu saja Letkol.
Bruan jadi gusar karenanya.
Merasa tulisan Malloy hanya fitnahn belaka, Bruan pekan lalu
menggugat koran AWSJ lewat pengadilan negeri Manila. Ia menuduh
koran tadi sengaja menyebarkan desas-desus dan informasi keliru
yang melanggar ketentuan dekrit Presiden Ferdinand Marcos.
Tulisan AWSJ itu, katanya, berisi "fitnahan keji yang
menjelekkan nama militer, dan melemahkan keamanan nasional."
Samar Utara merupakan 1 di antara 3 provinsi yang paling panas
di Samar. Di sana, NPA sejak 11 tahun lalu melancarkan perang
gerilya melawan pemerintah Manila. Provinsi yang berpenduduk 400
ribu itu memang miskin. Sekitar 75% anak-anak pra-sekolah di
sana menderita kurang gizi.
"Kami tidak membunuh penduduk, kami hanya mengejar Tentara
Rakyat Baru," ujar Letkol Lorenzo Detran, Komandan Polisi
Provinsi Samar Utara. Seorang mahasiswa di kota Catarman,
sebelah barat kota Palapag, mengatakan tentara justru menangkapi
petani miskin. "Itulah sebabnya mengapa rakyat lebih mencintai
NPA ketimbang tentara pemerintah," katanya.
Bahkan beberapa rohaniwan Katholik meyakini operasi anak buah
Bruan itu sengaja untuk menciptakan suasana teror. Kalau tentara
meneruskan cara itu, "rakyat bukannya akan membantu pemerintah,
melainkan akan bergabung dengan NPA," kata Uskup Hobayan yang
dikutip AWSJ. "Memang banyak orang menentang pemerintah Manila,
tapi tidak semuanya adalah komunis," sambut seorang ahli hukum
di Palapag.
Presiden Marcos tampaknya semakin repot. Di Filipina Selatan, ia
masih harus menghadapi Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF)
yang kini meningkatkan aktivitasnya. Kelompok ini dituduh Manila
mendalangi serangkaian penggranatan belakangan ini di
tempat-tempat umum di berbagai kota Filipina Selatan yang
menewaskan banyak penduduk. Pada Maret ini juga seorang kolonel
dan beberapa perwira pertama tewas di Pulau Jolo ketika truk
yang ditumpangi melanggar ranjau darat.
Persetujuan gencatan senjata Manila dengan MNLF sudah
ditandatangani 1976 di Tripoli, Lybia. Tapi Marcos baru-baru ini
menyatakan pemerintahnya tidak terikat lagi pada perjanjian itu.
Ini berarti pemerintahnya bersiap meningkatkan operasi militer.
Kepala Staf AD Filipina, Mayjen Fomunato Abat, diberitakan
sedang menunggu kedatangan sejumlah helikopter untuk
"memperbesar mobilitas" pasukan ke tempat bergolak. Amerika
Serikat, yang terikat oleh perjanjian pangkalan militer di
Filipina, akan mensuplai helikopter itu.
Manila sendiri, seperti dinyatakan Menteri Pertahanan Juan Ponce
Enrile pekan lalu, belum tentu aman -- ada kemungkinan
pelemparan granat oleh kaum perusuh. Maka rencana kunjungan
Presiden Augusto Pinochet dari Chili ke Manila (24 Maret) secara
tak diduga terpaksa dibatalkan Marcos.
Alasan pembatalannya tidak jelas. Namun sebelumnya ada agitasi
Kongres Serikat Buruh Filipina terhadap pemerintahan Pinochet
yang "paling kejam" di Amerika Selatan, yang "sama kejamnya"
dengan Adolf Hitler. Jadi, mungkin keamanannya nanti tak
terjamin di Manila Dan Marcos tak mau mengambil risiko.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini