Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Teror burung pipit

Operasi yang mengejar rakyat baru (npa) dan membunuh penduduk sipil. presiden chili pinochet diba talkan kunjungannya. (ln)

29 Maret 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TUBUH orang tanpa kepala itu diusung tentara pemerintah ke gedung Balaikota Palapag, Pulau Samar. Pada hari yang suram itu tiada seorangpun yang tahu siapa gerangan korban tadi. Diduga ia korban keganasan Pasukan Pengawal Nasional ke-60 Filipina yang tengah mengaduk isi desa, dan hutan Provinsi Samar Utara, 512 km sebelah tenggara Manila. Antara Juni dan Oktober itu, Letnan Kolonel Manuel Bruan memimpin 1 batalyon PPN ke-60 yang mengejar induk pasukan Tentara Rakyat Baru (NPA) yang dituduh komunis. Lebih 1.000 tersangka ditawan, 74 tentara NPA ditangkap, dan 'puluhan' tentara NPA lainnya ditewaskan pasukan Bruan. Wartawan Michael T. Malloy kemudian menulis di Asian Wall Street Journal (17 Oktober 1979) bahwa pasukan burung pipit itu ternyata juga membantai penduduk sipil. Operasi itu, demikian pendapat banyak rohaniwan Katholik, melampaui batas peri kemanusiaan dan menyebabkan keresahan yang meluas. Palapag, ibukota Samar Utara, yang berpenduduk 24 ribu dibanjiri 35 ribu pengungsi. Berita utama di AWSJ itu Justice From 'The Sparrows': Philippine Troops Defend Province by Brutalizing It, jelas menelanjangi tentara. Tentu saja Letkol. Bruan jadi gusar karenanya. Merasa tulisan Malloy hanya fitnahn belaka, Bruan pekan lalu menggugat koran AWSJ lewat pengadilan negeri Manila. Ia menuduh koran tadi sengaja menyebarkan desas-desus dan informasi keliru yang melanggar ketentuan dekrit Presiden Ferdinand Marcos. Tulisan AWSJ itu, katanya, berisi "fitnahan keji yang menjelekkan nama militer, dan melemahkan keamanan nasional." Samar Utara merupakan 1 di antara 3 provinsi yang paling panas di Samar. Di sana, NPA sejak 11 tahun lalu melancarkan perang gerilya melawan pemerintah Manila. Provinsi yang berpenduduk 400 ribu itu memang miskin. Sekitar 75% anak-anak pra-sekolah di sana menderita kurang gizi. "Kami tidak membunuh penduduk, kami hanya mengejar Tentara Rakyat Baru," ujar Letkol Lorenzo Detran, Komandan Polisi Provinsi Samar Utara. Seorang mahasiswa di kota Catarman, sebelah barat kota Palapag, mengatakan tentara justru menangkapi petani miskin. "Itulah sebabnya mengapa rakyat lebih mencintai NPA ketimbang tentara pemerintah," katanya. Bahkan beberapa rohaniwan Katholik meyakini operasi anak buah Bruan itu sengaja untuk menciptakan suasana teror. Kalau tentara meneruskan cara itu, "rakyat bukannya akan membantu pemerintah, melainkan akan bergabung dengan NPA," kata Uskup Hobayan yang dikutip AWSJ. "Memang banyak orang menentang pemerintah Manila, tapi tidak semuanya adalah komunis," sambut seorang ahli hukum di Palapag. Presiden Marcos tampaknya semakin repot. Di Filipina Selatan, ia masih harus menghadapi Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) yang kini meningkatkan aktivitasnya. Kelompok ini dituduh Manila mendalangi serangkaian penggranatan belakangan ini di tempat-tempat umum di berbagai kota Filipina Selatan yang menewaskan banyak penduduk. Pada Maret ini juga seorang kolonel dan beberapa perwira pertama tewas di Pulau Jolo ketika truk yang ditumpangi melanggar ranjau darat. Persetujuan gencatan senjata Manila dengan MNLF sudah ditandatangani 1976 di Tripoli, Lybia. Tapi Marcos baru-baru ini menyatakan pemerintahnya tidak terikat lagi pada perjanjian itu. Ini berarti pemerintahnya bersiap meningkatkan operasi militer. Kepala Staf AD Filipina, Mayjen Fomunato Abat, diberitakan sedang menunggu kedatangan sejumlah helikopter untuk "memperbesar mobilitas" pasukan ke tempat bergolak. Amerika Serikat, yang terikat oleh perjanjian pangkalan militer di Filipina, akan mensuplai helikopter itu. Manila sendiri, seperti dinyatakan Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrile pekan lalu, belum tentu aman -- ada kemungkinan pelemparan granat oleh kaum perusuh. Maka rencana kunjungan Presiden Augusto Pinochet dari Chili ke Manila (24 Maret) secara tak diduga terpaksa dibatalkan Marcos. Alasan pembatalannya tidak jelas. Namun sebelumnya ada agitasi Kongres Serikat Buruh Filipina terhadap pemerintahan Pinochet yang "paling kejam" di Amerika Selatan, yang "sama kejamnya" dengan Adolf Hitler. Jadi, mungkin keamanannya nanti tak terjamin di Manila Dan Marcos tak mau mengambil risiko.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus