Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada Kamis, 20 Februari 2025, muncul di persidangan yang digelar sebuah pengadilan di Seoul. Yoon didakwa melakukan pemberontakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari Reuters, dalam sidang itu pengacara Yoon Suk Yeol menuntut agar kliennya dibebaskan. Sidang yang disiarkan oleh sejumlah televisi memperlihatkan beberapa kendaraan milik Kementerian Kehakiman meninggalkan Pusat Penahanan Seoul, tempat di mana Yoon ditahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam persidangan itu, hakim mendengarkan pembelaan tim pengacara Yoon yang meminta agar penahanan kliennya itu dibatalkan. Sebab upaya pembuktian dugaan pemberontakan terhadap Yoon dilakukan lewat cara illegal. Bukan hanya itu, Yoon pun tidak mungkin merusak barang bukti.
Yoon Suk Yeol dan tim pengacaranya dalam sidang Mahkamah Konstitusi sebelumnya berkeras bahwa dia tidak pernah punya niat sepenuhnya menjatuhkan darurat militer, namun dia hanya bermaksud memberikan peringatan karena saat itu Korea Selatan sedang mengalami kebuntuan politik. Mahkamah Konstitusi akan memutuskan apakah Yoon bisa kembali menduduki jabatan persiden atau mengesahkan pemakzulannya.
Sebelumnya pada Selasa, 18 Februari 2025, tim pengacara parlemen Korea Selatan mengutarakan pandangan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol bakal memberlakukan lagi darurat militer atau melemahkan konstitusi jika Yoon kembali pada jabatannya sebagai orang nomor satu di Korea Selatan. Argumentasi itu disampaikan saat sidang pemakzulan pada Yoon memasuki tahap akhir.
Setelah beberapa pekan testimoni oleh pejabat tingkat tinggi Korea Selatan saat ini dan mantan pejabat, termasuk mereka yang menghadapi sejumlah dakwaan karena peran mereka saat berjalannya darurat militer pada 3 Desember 2025, tim pengacara dari kedua pihak merangkum argument dan bukti kehadapan Mahkamah Konstitusi.
“Memberlakukan situasi darurat militer yang tidak cocok dengan kedaruratan nasional adalah sebuah deklarasi kediktatoran dan aturan militer,” kata Kim Jin-han, salah satu pengacara untuk parlemen Korea Selatan dihadapan majelis hakim Mahkamah Konstitusi.