Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Parisida Lebak Bulus Tanggung Jawab Kita

Pengusutan pembunuhan ayah dan nenek oleh remaja 14 tahun harus mengungkap semua pemicunya. Perlakukan anak sebagai korban.

8 Desember 2024 | 08.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kasus Parisida Tanggung Jawab Kita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Remaja 14 tahun membunuh ayah dan neneknya di rumahnya di Lebak Bulus.

  • Dia adalah pelaku sekaligus korban sebuah kondisi yang mendorong insiden ini terjadi.

  • Anak yang membunuh orang tua umumnya mengalami trauma signifikan.

REMAJA 14 tahun itu membunuh ayah dan neneknya serta melukai ibunya di rumahnya di Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Ini tragedi yang mengguncang hati. MAS adalah pelaku sekaligus korban dari sebuah kondisi rumit yang seharusnya menjadi tanggung jawab kita semua sebagai orang dewasa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kasus anak membunuh orang tuanya—yang sering disebut parisida—tergolong jarang terjadi, apalagi dengan korban ganda seperti kasus MAS. Tapi jumlahnya cukup mengkhawatirkan. Data penelitian Kathleen M. Heide, profesor kriminologi di University of South Florida, menunjukkan bahwa di Amerika Serikat saja, selama 1976-2007, terjadi rata-rata 246 kasus parisida per tahun. Sekitar 20 persen di antaranya dilakukan oleh anak berusia 8-17 tahun. Fenomena serupa ditemukan di negara lain, seperti Jepang, Kanada, dan Prancis, dengan proporsi yang signifikan: 2-5 persen dari total kasus pembunuhan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Biasanya tak ada motif atau pemicu tunggal dalam pembunuhan semacam ini. Sejumlah penelitian mengungkap trauma mendalam sering menjadi akar masalah. Dalam kasus MAS, dia diduga menghadapi tekanan luar biasa: stres akibat tuntutan mendapat nilai bagus di sekolah serta aktivitas tambahan seperti les coding yang membuatnya tidur larut malam. MAS juga mengaku mendengar “bisikan” yang meresahkan, gejala umum stres berat atau depresi. 

Penjelasan umum polisi bahwa MAS membunuh bukan karena dipaksa belajar oleh orang tuanya jelas tidak memadai. Perlu pengusutan lebih dalam untuk memahami dinamika keluarga, pola pengasuhan, komunikasi, serta dukungan lingkungan di sekitar MAS. Faktor-faktor itu harus diungkap agar kasus ini terang dan menjadi pelajaran bagi kita semua.

Kemarahan anak terhadap orang tua kerap terpendam selama bertahun-tahun sebelum akhirnya meledak menjadi tindakan ekstrem seperti pembunuhan. Pemicu kemarahan itu bisa berupa kekerasan fisik, seksual, ataupun psikis. Bahkan komentar sederhana seperti “Mengapa rapormu merah?” atau “Kamu tidak seperti adikmu yang berprestasi” dapat meninggalkan luka emosional mendalam pada anak.

Berbeda dengan orang dewasa yang punya keleluasaan untuk meninggalkan situasi tidak nyaman, anak-anak sering kali tidak memiliki pilihan selain tetap tinggal di lingkungan yang membuat mereka tertekan. Beberapa anak mungkin mencoba kabur dari rumah, tapi mereka sering kembali karena ikatan emosional dengan keluarga. Ketidakberdayaan ini memperparah kondisi mereka.

Dalam situasi seperti ini, orang dewasa di sekitar anak—baik keluarga besar, tetangga, guru, maupun penegak hukum—memiliki peran penting untuk memberikan perlindungan. Kepedulian dan pemahaman terhadap kondisi anak dapat menjadi jalan keluar dari lingkaran tekanan yang mereka alami. Bila tidak, luka emosional yang terpendam dapat berkembang menjadi tragedi seperti dalam kasus MAS.

Tragedi ini seharusnya menjadi peringatan keras bagi kita semua bahwa anak-anak adalah tanggung jawab bersama. Trauma yang mereka alami bukan hanya masalah individu atau keluarga, melainkan juga cerminan kurangnya perhatian dan dukungan sosial. Kita perlu bergerak bersama untuk menciptakan lingkungan yang aman, penuh kasih, dan mendukung perkembangan fisik serta psikis anak-anak.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Kasus Parisida Tanggung Jawab Kita"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus