Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERNAHKAH Anda mendengar istilah gaya selingkung? Itu bukan cara perselingkuhan yang aman dan nyaman, melainkan kaidah yang diterapkan sebuah media cetak atau sebuah penerbit terhadap produknya. Konon, gaya selingkung ini merupakan padanan house style, meskipun istilah itu tak kita temukan dalam Kamus Inggris Indonesia karya John M. Echols dan Hassan Shadily. Bahkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima (2017) pun belum mencatat dan mendefinisikan gaya selingkung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kenyataan, gaya selingkung sering disalahartikan. Pada tataran luas, gaya selingkung itu sering disempitkan pada hal ihwal kebahasaan. Pada tataran sempit, ia seolah-olah membolehkan setiap media cetak dan penerbit buku mengatur sendiri ejaan yang mereka gunakan. Itulah sebabnya, kalau ada penyimpangan kaidah yang berlaku, serta-merta orang akan berkata, “Itu gaya selingkung media cetak atau penerbit itu.” Sebaliknya, redaktur media cetak atau editor penerbit dengan enak pula berkata, “Itu gaya selingkung kami.” Artinya, pembaca tidak boleh ikut campur. Kedua salah tafsir itu beranak pinak dalam masyarakat kita, termasuk di kalangan redaktur media cetak dan editor penerbit buku.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut saya, gaya selingkung tidak perlu masuk ke wilayah ejaan dan tata bahasa karena kedua wilayah ini sudah baku dan semestinya ditaati bersama oleh pemakai bahasa Indonesia. Dalam kata-kata Dendy Sugono (2006), mantan Kepala Pusat Bahasa, gaya selingkung itu “sebaiknya tidak mengabaikan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar”.
Sayangnya, pedoman ejaan bahasa Indonesia masih bersifat umum. Karena itu, media cetak dan penerbit masih perlu menyusun hal-hal yang bersifat khusus, yang belum diatur dalam pedoman umum tersebut. Pedoman khusus itulah antara lain mengenai isi gaya selingkung satu media cetak atau penerbit. Ini pula yang dilakukan di Koran Tempo, seperti dituturkan oleh mantan redaktur bahasanya, Uu Suhardi (2006).
Sebagai contoh, koran Pikiran Rakyat menggunakan telefon (bandingkan dengan telepon dalam KBBI) dan sekira alih-alih sekitar atau kira-kira. Koran Kompas kini menggunakan memerhatikan alih-alih memperhatikan, memesona alih-alih mempesona, memerkosa alih-alih memperkosa, memedulikan alih-alih mempedulikan, yang sesuai dengan kaidah peluluhan huruf p kata dasar bila bertemu dengan awalan meng-.
Masih ada sejumlah istilah yang belum baku, khususnya yang berkaitan dengan handphone dan komputer (teknologi informasi). Misalnya padanan untuk e-mail. Ada yang mengindonesiakannya dengan pos-elektronik, pos-el, imel. Begitu pula SMS (short message service); ada yang mengindonesiakannya dengan surat menyurat singkat, esemes, dan pesan pendek (sandek). Goenawan Mohamad, misalnya, dalam salah satu Catatan Pinggir-nya memakai sandek. Bahkan istilah untuk handphone sendiri pun sampai sekarang masih beragam: ponsel, hape, telepon genggam.
Nah, kalau sudah berterima dan terdaftar dalam KBBI, kata/istilah itu tentu bukan lagi gaya selingkung satu media cetak atau penerbit, melainkan sudah menjadi istilah-istilah yang lazim/umum. Siapa pun boleh memakainya.
Idealnya, gaya selingkung hanya mengatur hal-hal yang belum diatur dalam kaidah ejaan dan tata bahasa. Misalnya gaya bahasa, pilihan kata, terjemahan kata istilah asing, istilah yang belum baku, tata letak, dan tipografi.
Gaya selingkung memang sering dipelesetkan menjadi “gaya selingkuh”. Namun ada perbedaan keduanya. Pertama, gaya selingkung berakhir dengan ng, sedangkan gaya selingkuh berakhir dengan h. Kedua, gaya selingkung biasanya diatur dan disetujui bersama di satu lingkungan kerja, sedangkan gaya selingkuh tak perlu diatur-atur; tergantung individu yang berselingkuh.
Nah, apakah Anda mau bergaya selingkung atau mau berselingkuh di tempat kerja? Jawabannya terserah kepada Anda. Yang jelas, gaya selingkung itu urusan bersama, sedangkan berselingkuh itu urusan pribadi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo