Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BELUM lagi berjalan, program makan siang gratis Prabowo Subianto sudah menjadi pintu bagi sejumlah anggota kabinet Presiden Joko Widodo untuk berburu jabatan di masa pemerintahan berikutnya. Mereka mengabaikan risiko besar program ambisius tersebut demi mendapatkan posisi sebagai pembantu Prabowo, yang akan dilantik menjadi presiden pada Oktober mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Makan siang gratis merupakan program unggulan Prabowo Subianto dalam kampanye pemilihan presiden 2024. Namun program itu justru seperti menjadi agenda kerja baru Jokowi dan sejumlah menterinya. Mereka sibuk menyiapkan program tersebut dengan mengabaikan penyelesaian sejumlah masalah aktual, seperti tingginya harga pangan dan seretnya pemasokan sejumlah komoditas pokok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tengok saja bagaimana Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto yang kasak-kusuk mencari pasokan sapi potong dan sapi perah demi memenuhi kebutuhan program makan siang gratis. Sewaktu berkampanye, Prabowo memang sesumbar hendak mendatangkan 1,5 juta sapi untuk program tersebut.
Aksi serupa dilakukan Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Akhir April 2024, melalui Direktorat Jenderal Peternakan, ia mengundang ratusan pengusaha makanan, peternak, dan importir, meminta mereka mendukung program makan siang gratis dengan ikut mengimpor sapi perah. Padahal para pengusaha itu tak punya kemampuan mendatangkan ataupun merawat sapi perah.
Berbagai rencana itu akan menjadi sumber malapetaka di kemudian hari. Kedatangan jutaan sapi impor bisa menimbulkan masalah lingkungan. Belum lagi kalau sapi-sapi itu diimpor dari negara yang belum bebas penyakit hewan ternak. Kita harus bersiap menyaksikan wabah penyakit ternak kembali meluas di Tanah Air.
Dengan kebutuhan anggaran jumbo, program makan siang gratis pun berisiko mengancam stabilitas anggaran negara dan hanya akan menjadi ajang bancakan. Tanpa tata kelola baik dan transparan, program ini akan membuka lebar peluang korupsi dan terjadinya moral hazard. Apalagi jika niat para pejabat membahas program ini bukanlah demi kepentingan rakyat, melainkan untuk mengamankan posisi mereka kelak.
Memaksa pengusaha berkontribusi dalam rencana tersebut juga bakal merusak iklim bisnis. Kelakuan serampangan para pejabat pemerintahan bisa membuat investor takut berbisnis di Indonesia. Bagaimana tidak, tanpa tedeng aling-aling, pelaku usaha diseret masuk ke bisnis sapi perah yang belum tentu mereka kuasai.
Polah cari muka ala para menteri itu menjadi ironi karena dilakukan ketika rakyat masih tercekik mahalnya berbagai komoditas pangan. Harga sejumlah bahan pangan utama, seperti beras, bawang merah, daging, dan telur ayam, juga daging sapi, masih merambat naik dan bertahan di level tinggi sejak Lebaran lalu.
Di sektor peternakan, wabah penyakit mulut dan kuku pun belum tertangani sepenuhnya. Dalam sebulan terakhir, penularan penyakit tersebut masih terjadi di beberapa daerah. Penyelesaian aneka persoalan inilah yang sepantasnya menjadi pekerjaan prioritas Airlangga, Amran, dan para menteri lain di akhir masa jabatan mereka.
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Penunggang Program Makan Siang".