Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah lamban mencegah penyebaran wabah PMK pada hewan ternak.
Ada indikasi kejanggalan penunjukan perusahaan importir vaksin PMK.
Penerapan sistem kuota importir PMK telah membuka ruang permainan.
PENANGGUK untung selalu ada dalam suasana krisis. Tak terkecuali ketika wabah PMK atau penyakit mulut dan kuku menyerang hewan ternak di Tanah Air. Kementerian Pertanian yang bertanggung jawab mengatasi wabah semestinya menegakkan tata kelola pemerintahan yang baik untuk membatasi ruang gerak kaum oportunis tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penangguk keuntungan itu terlihat pada proses pengadaan vaksin PMK untuk menangkal penyakit ternak. Kementerian Pertanian menunjuk lima perusahaan importir. Mereka diberi hak mendatangkan lima jenis vaksin sejumlah 60,6 juta dosis. Atas nama darurat, pengadaan ini dilakukan tanpa tender. Masalahnya, setidaknya satu dari lima perusahaan tersebut tak berpengalaman mengimpor obat ternak. Mereka dipilih karena ditengarai memiliki kedekatan dengan petinggi Kementerian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kondisi darurat, pengambilan keputusan cepat memang diperlukan. Sering kali tindakan diambil tanpa harus melewati prosedur baku layaknya pada situasi normal. Namun sudah semestinya tindakan-tindakan darurat diambil dengan tetap menjalankan tata kelola. Penunjukan perusahaan minim pengalaman jelas tidak sesuai dengan prinsip tersebut. Akta perusahaan yang memperoleh hampir separuh kuota impor vaksin tersebut bahkan diubah terburu-buru: dari importir buah menjadi importir obat hewan.
Penerapan sistem kuota dalam pengadaan vaksin pun membuka celah permainan. Penunjukan lima perusahaan penerima kuota menutup keterlibatan perusahaan lain, yang boleh jadi menawarkan harga lebih murah. Sejauh ini, ada 17 perusahaan yang sebenarnya siap mendatangkan vaksin. Sebagian di antaranya sanggup memberikan harga lebih baik. Kenyataannya, harga yang ditetapkan pemerintah terlalu tinggi.
Tindakan darurat pemerintah dalam pengendalian penyakit mulut dan kuku pun sebenarnya terlambat. Pemerintah mulai mendatangkan vaksin pada 12 Juni, hampir dua bulan setelah wabah merebak. Jumlah awal hanya 10 ribu dosis, seujung kuku kebutuhan total 60,6 juta dosis. Hingga kini, pengadaan pun baru bisa memenuhi sekitar 10 persen dari kebutuhan. Padahal wabah telah menyerang ternak di berbagai provinsi, dengan kerugian ekonomi ditaksir Rp 9,9 triliun. Kelambanan pemerintah itu memperburuk kebijakan lancung mereka sebelumnya.
Jika kita tarik ke belakang, semua berawal dari janji Presiden Joko Widodo pada 2016 untuk menurunkan harga daging. Ketika itu, harga daging melonjak menjadi Rp 120 ribu per kilogram yang, menurut Jokowi, lebih mahal daripada di Singapura dan Malaysia. Jokowi meminta harga diturunkan menjadi Rp 80 ribu per kilogram.
Perintah ini diterjemahkan dengan membuka keran impor daging dan ternak dari negara yang belum bebas penyakit mulut dan kuku, termasuk India. Penyakit mulut dan kuku seolah-olah dibukakan pintu. Terbukti, pada April 2022 penyakit ini kembali merebak, diawali dengan temuan kasus di Gresik, Jawa Timur.
Korban terparah wabah PMK adalah peternak-peternak lokal. Mereka yang merawat ternak hari demi hari sepanjang tahun, berharap mendapat lonjakan permintaan pada Hari Raya Kurban, gigit jari. Hewan ternak mereka yang terkena wabah tak bisa dijual.
Sementara itu, tingginya kebutuhan daging ditutup dengan mendatangkan daging impor. Kali ini perusahaan pemain baru dalam bisnis daging mendapatkan kuota terbesar. Penangguk untung lagi-lagi bermain dalam kondisi “darurat”.
Audit proyek pengadaan vaksin dan penanganan wabah PMK atau penyakit mulut dan kuku sudah selayaknya dilakukan. Auditor negara perlu memeriksa pelaksanaan prinsip tata kelola pada proyek tersebut. Jika ditemukan permainan yang merugikan masyarakat banyak—terutama para peternak lokal—aparat hukum perlu segera bertindak. Dengan begitu, kesempatan bagi para oportunis menangguk keuntungan dalam situasi krisis bisa diperkecil.
Artikel:
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo