Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Bila aku pejabat

Kekuasaan sejalan dengan jabatan dan kesewenangan mudah lahir dari pemegang kekuasaan. bila aku jadi pejabat akan kugunakan utk kebajikan, menjamin keamanan tiap pribadi lahir dan batin.

8 Mei 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Moshi boku ga Kamisama dattara, sekaiju kanemochi ni shite yari heiwa ni shite yaritaina Shigoto no nai hito ni wa, shigoto o sagashite yari, byoki no hito ni wa yoi usun o otoshite yaru. --Chisa na asa no uta, lagu kanak-kanak Jepang KONON kejatuhan Adam dan Hawa itu akibat Iblis yang menggoda agar memakan buah larangan (pemberi hikmat pengetahuan). Keduanya terbujuk. Maka Tuhan murka, lalu mengusir mereka dari Firdaus dan melaknat Iblis. Itu kisah dalam Bibel (Genesis 2 :15--24, 3 :1--24). Di dalam al-Quran (al-Baqarah 1:30--38), Adam dan Hawa adalah mahluk berpengetahuan. Mereka diberi tahu nama benda-benda alam dan hukum-hukum yang berlaku atasnya. Tapi begitulah mereka terbujuk Iblis, menghampiri pohon larangan (penyebab kejahatan). Dengan murka Tuhan, terusirlah mereka dari Firdaus. Tuhan mengampuni mereka setelah sadar dan sama-sama mohon ampun, sedang Ia melaknat Iblis. Tuhan Maha Pengampun, Maha Penguasa. Ia dijanjikan anugerah tapi juga malapetaka, dan setiap mahluk yang memiliki kesadaran diberi kebebasan penuh untuk memilih. Kini bagaimana bila mahluk tadi malah melamun hendak menjadi Tuhan, lebih-lebih bila mahluk itu, tak lain, seorang bocah? Semata-mata karena daya fantasinyalah bila seorang bocah bertutur: 'Kalau aku Tuhan'. Setelah ketawa atau tercengang-cengang kita mungkin menyusulnya: 'Lantas kau mau apa?' Dan mendengar jawabnya, kita lebih baik mengusap-usap kepala anak itu. Mulia benar hatinya! Dan anak itu barangkali cuma kemalu-maluan, nyengir-nyengir saja dengan wajah polos, jernih tanpa bayangan dosa. Semula, saya juga terkekeh-kekeh mendengar paduan suara anak-anak yang menyanyikan Chisa na asa no uta itu. Khas suara kanak-kanak, nyaring dan tanpa tedeng aling-aling. Dengarlah: Jika aku Tuhan, seluruh dunia kan kubuat jadi(orang-orang) kaya, dan kubikin aman tenteram. Bagi yang nganggur kucarikan pekerjaan, sedang bagi yang sakit kujatuhkan obat manjur' Chisai atau chisa na, berarti kecil, mungil, sederhana. Asa no uta berarti lagu pagi. Chisa na asa no uta, "lacu kecil mungil di pagi hari" itu, memang hanya terdiri dari satu bait pendek dan dinyanyikan cuma dalam waktu tiga puluh detik. Dua tiga kali mendengarnya saya tersenyum-senyum sendirian. Tapi makin didengar, amboi .... dalam lagu kecil itu ternyata tersembunyi pesan moral yang 'besar'. Lagu itu mengumumkan suatu cita-cita. Keinginan untuk menjadi Pejabat yang memegang kekuasaan. Bukan yang kotor dan sewenang-wenang, tapi seorang Pejabat mulia. Dengan kekuasaan jabatannya, bukan hendak mengeruk kekayaan bagi diri sendiri, tapi hendak memberi kesempatan seluas-luasnya bagi mereka yang miskin-melarat untuk berusaha menjadi kaya dan sama-sama menikmati kemakmuran. Pejabat agung, yang menghilangkan bentrokan-bentrokan sosial dan melindungi keamanan setiap pribadi. Bukan hendak menutup, tapi membuka dan mempermudah kesempatan setiap pribadi untuk mengembangkan daya-daya terpendam,bekerja melahirkannya jadi karya nyata yang berguna. Hendak menciptakan pula lembaga-lembaga pembawa kesejahteraan. Tentulah mudah dimengerti, kekuasaan itu beriringan dengan jabatan. Makin tinggi jabatan, makin besar kekuasaan. Namun, ada semacam gejala, bahwa kesewenang-wenangan gampang sekali lahir dari seorang pemegang kekuasaan. Sering terlihat, penyebab bentrokan-bentrokan sosial dan juga koruptor-koruptor, bukanlah orang-orang dari lapisan rendahan. Mereka adalah figur-figur dari kalangan tinggi. Tentang ini seorang guru mengingatkan, katanya, tiada gading yang tak retak. Ya, manusia bukan, dan takkan pernah, bisa jadi Tuhan. Manusia adalah mahluk yang memiliki kelemahan-kelemahan, baik kelemahan bawaan (Gregor Mendel), baikpun kelemahan bentuk lingkungan. Karena ia manusia seorang pejabat mudah tergelincir menyalahgunakan jabatan, seorang penguasa gampang terpeleset jadi lalim. Sebetulnya kasihan seorang pejabat demikian. Sekarang mungkin tak apa-apa, tapi lama-lama ia akan alami konfiik jiwa: bukankah nuraninya berteriak-teriak menentang penyelewengan-penyelewengannya? Diburu mimpi buruk tentu tidak menyenangkan, salah-salah bisa jadi senewen. Konfilikasi jiwa akhirnya mengundang penyakit fisik, entah tekanan darah tinggi, entah kencing gula, entah tbc. Kasihan. Terkenanglah kita peristiwa Adam dan Hawa. Setelah mereka sadar, lalu memohon, mendapat ampunan dari Tuhan. Tapi sebelum itu mereka harus menerima keputusan Dari Sang Maha Penguasa: dicopot dari jabatannya sebagai penghuni Firdaus. Dan sebagaimana mula-mula telanjang di Firdaus, tibanya mereka di bumi pun telanjang tanpa 'kekayaan' apa-apa. Di atas itulah Tuhan mengampuni mereka, memberi kebebasan berbuat kebajikan agr bisa kembali ke Firdaus. Tapi, bila manusia tetap dalam pngaruh Iblis, biarlah Tuhan yang akan menunjukkan kekusaanNya dengan cara yang hanya Dia ketahui. Sementara itu, salah satu keajaiban manusia, adalah kemampuannya mengubah hal-hal negatif menjadi positif, kata Alfred Adler. Juga kita tahu, tak sedikit pejabat-pejabat yang mampu dengan gemilang menunjukkan kebajikannya: seolah-olah menjahitkan benang emas dalam sejarah bangsanya, berkarya positif sepanjang masa jabatannya. Nama dan karya-karyanya abadi, terpuji dan dikenang generasi berikutnya. Manusia bukan, dan takkan pernah, jadi Tuhan. Tapi ia bisa memiliki sifat-sifat mulia, berbuat kebajikan yang terpuji. Kiranya usaha ke arah itulah yang menjadi pesan besar dari lagu kecil tadi. Maka bila disetujui, arti lagu itu bisa menjadi begini: 'Bila aku Pejabat, akan kugunakan kekuasaanku untuk kebajikan, memberi kesempatan setiap rakyat jadi kaya raya menikmati kemakmuran, menjamin keamanan setiap pribadi lahir batin, menciptakan lapangan kerja yang luas, mendirikan lembaga-lembaga kesejahteraan fisik dan non- fisik bagi masyarakat ' Kanazawa, 10 April 1976.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus