Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Menuju kota ke-9

Gilimanuk, sebagai pintu gerbang bali, statusnya dinaikkan menjadi desa dinas. pemda kabupaten jemberana merencanakan terminal bus dan perkampungan baru yang bernafaskan bali. (ds)

8 Mei 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PINTU gerbang Bali di ujung barat ini perkembangannya cukup pesat juga. Sebelum tahun 1975 statusnya sebagai Banjar Dinas, artinya merupakan wilayah dari Desa Melaya yang jaraknya 17 km. Jadi kalau penduduk di kota pelabuhan yang agak ramai ini mencari tanda tangan kepala desa, harus ke tempat sepi lagi yang jaraknya sepanjang itu. Padahal di Gilimanuk sudah ada sub-sub dinas tertentu, seperti Kejaksaan, Polisi, Pos dan lainnya. Artinya satu-satunya Banjar Dinas yang begitu banyak ada kantor pemerintah. DPRD Bali tahun 1975 melibatkan Banjar ini ke meja sidang yang cukup berbelit-belit dan lama. Toh, keputusannya sudah seperti diduga orang. Gilimanuk secara resmi dinaikkan statusnya menjadi Desa Dinas. Dan sekarang Desa Dinas di ujung barat itu tambah cerah, tambah ramai, maka orang menyebut-nyebut Gilimanuk sebagai "kota ke sembilan di Bali". "Untuk itu perlu perkembangan Gilimanuk diatur matang-matang", kata drs Wedagama Ketua BAPPEDA Bali yang meninjau desa itu belum lama ini. Perkembangan Gilimanuk sebenarnya sudah diatur sejak lama oleh Pemda Kabupaten Jemberan .Tugas ini tidak sulit benar, karena tanah-tanah di Gilimanuk statusnya tanah negara. Tinggal mengumumkan kepada rakyat yang banyaknya 4.700 jiwa itu untuk siap-siap membuat kapling di atas tanah negara 150 Ha. "Masing-masing kapling luasnya 3,6 are dan sekarang ada 330 buah kapling", ujar drs Ida Bgs Ardana Sekwilda Jemberana. Pengaturan yang pagi-pagi ini telah dipersiapkan matang-matang untuk menghindari perkembangan semerawut seperti kota Denpasar. Namun celakanya ada 500 orang lebih yang mengajukan tanah perumahan (kapling) hingga drs Ardana yang sebelumnya menjabat Kasubdit Pembangunan Kantor Bupati Jemberana menutup permohonan kapling sejak September tahun lalu. Karena banyaknya pemohon, tentu saja seleksi diperketat. Maklum tanah negara yang gratis--cuma bayar uang administrasi. Prioritas diberikan buat warga masyarakat yang sudah 6 bulan menetap di Gilimanuk. Dan punya pekerjaan tetap. Candi Bentar PJKA di Gilimanuk memang telah membuat Candi Bentar yang bermotif Bali untuk mengartikan pada pendatang "kamu telah sampai di Bali". Namun orang Bali sendiri tak merasakan nafas Bali melihat bangunan besar tinggi yang konon melempas dari aturan itu. Karena itu pula tugas Kepala Desa Gilimanuk I Gst Made Berata agaknya cukup berat. Yakni, 'Gilimanuk harus dibuat bernafaskan Bali'. Bagaimana itu? "Akan kami kerjakan. Rumah yang akan dibangun dalam kap]ing nanti akan ada ukiran, candi bentar", kata Made Berata. Kalau ukuran Bali, cuma ukiran atau candi bentar, barangkali tidak sulit membuatnya. Tapi --dan ini ternyata penting -- ukiran yang bagaimana dan struktur rumah yang bagaimana. Apakah diterapkan arsitektur tradisionil Bali yang dikenal dengan sikut asta bhumi dan asta kosala kosali? "Tergantung kemampuan masyarakat", ujar Berata. Nafas Bali sebenarnya telah tercermin dari 725 KK penduduk Gilimanuk yang beragama Hindu, dengan 2 Desa Adat. Sedang Islam 100 KK dan Kristen 50 KK. Sayangnya, hubungan Gilimanuk - Banyuwangi demikian dekat. "Air minum saja dibawa dari Banyuwangi". berkata pemilik warung. Apalagi jajan es, koran, pilihan pendengar, plastik dan lonte. Nah diapakan lagi Gilimanuk itu agar bersedia di-Bali-kan? Maka inilah ide pemerintah Kabupaten Jemberana. Desa pelabuhan yang ditargetkan sebagai kota ke sembilan di Bali ini, alat pengangkutan dari pelabuhan ke terminal bus dipakai dokar berkuda. Barangkali karena itu terminal dibuat 1 km dari pelabuhan, dengan alam yang indah, bukit yang rnembentengi teluk permai itu. Diharapkan nanti, orang yang turun dari fery langsung naik dokar, berjalan 1 km menyaksikan perkampungan yang berukir, ber-candi-bentar, menuju bus. Maka ia sudah merasakan sampai di pulau pariwisata yang bernama Bali. Itu maunya, kalau yang datang tidak membawa mobil pribadi atau bus langsung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus