Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari semua perdebatan tentang pengadilan Saddam Hussein, yang pasti hanya satu hal: Saddam mesti diadili. Tentang 1.001 aspek lain yang menentukan sahnya pengadilan di mata Irak dan dunia, belum ada kepastian. Dan yang bisa memastikan adalah politik, bukan hukum. Politik ditentukan oleh pihak yang berkuasa dalam hal-ihwal Irak. Yang paling berkuasa dalam mengatur pengadilan Saddam Hussein adalah Amerika Serikat. Dunia boleh cuap-cuap sejuta bahasa, tapi penentunya, apa boleh buat, ada di Gedung Putih. Menyerahkan keputusan tentang segalanya kepada Dewan Pemerintahan Irak buatan Amerika merupakan jaminan bahwa tidak akan timbul gagasan yang mengurangi campur tangan AS.
Hukum Gampang
Orang direpotkan oleh banyak teori mengenai tètèk-bengèk tempat, tata cara, dan keahlian yang tersedia di Irak. Ada yang bilang: "Tidak bisa ke International Criminal Court (ICC). Irak tidak menandatangani Perjanjian Roma. Lagi pula, dosa Saddam dilakukan sebelum ICC terbentuk!" Dalam hukum internasional, tanda tangan tidak terlalu penting. Kalau sudah sejumlah minimum negara menandatangani dan meratifikasi suatu perjanjian, ia menjadi sumber hukum kebiasaan yang bisa dipaksakan berlakunya pada negara mana pun. Kemudian, dalam keadaan kalah perang, gampang mencari kejahatan seorang penjahat perang yang sudah ditangkap.
Saddam memang mengesankan kikir terhadap pemeriksa senjata PBB, padahal tak punya senjata penghancur massal, dan dengan demikian mengundang perang yang menyengsarakan rakyat. Apakah itu bukan suatu kejahatan? Banyak pihak yang bilang "jangan begini, jangan begitu, nanti dikira pengadilan Saddam adalah pengadilan oleh yang menang perang!" Pastikan sajalah, semua detail keadaan menunjukkan bahwa Irak-nya Saddam kalah perang, dan bahwa Amerika Serikat-lah yang menang. Mau dibilang apa pun, pemenang perang di sepanjang zaman menentukan jalan hidup bangsa yang dikalahkan.
Soal yurisdiksi, bentuk, corak, dan susunan para yuris dan kewarganegaraannya juga direpotkan, padahal ada pengalaman Neurenberg, Tokyo, Arusha, Den Haag, dan Sierra Léone. Soal langkanya yuris yang canggih di Irak juga jangan terlalu dilebih-lebihkan. Banyak intelektual dan sarjana Irak yang melarikan diri dari cengkeraman diktator Partai Baath. Mereka tinggal dan sekolah di luar negeri. Berbeda dengan Indonesia, yang seluruh sistemnya ambruk di bawah beban diktator Sukarno dan Soeharto, pemerintahan Irak relatif utuh. Sebelum dikenakan sanksi, bahkan selama sanksi berlaku, urusan kesejahteraan sosial rakyat Irak berjalan relatif lancar, walaupun amat bersahaja.
Jenis kejahatan yang akan dituduhkan pada Saddam sudah diperkuat dengan yurisprudensi yang cukup banyak sehingga tidak akan menghadapi kesulitan interpretasi. Hukum acaranya pun sudah banyak digunakan, antara lain di tribunal internasional untuk Rwanda dan Yugoslavia. Tujuannya, agar diakui dunia sebagai ekspresi rule of law, dan due process of law. Masalah awal pembuktian kejahatan terhadap kemanusiaan sudah banyak terkumpul, walaupun belum memenuhi syarat pembuktian suatu tribunal internasional. Meskipun demikian, kelompok suku Kurdi dan berbagai organisasi hak asasi manusia internasional sedang giat mengumpulkan bukti yang dapat memenuhi syarat tersebut.
Politik Susah
Raghad, anak perempuan tertua Saddam, mengimbau agar Saddam diadili oleh suatu tribunal internasional. Saya duga pertimbangannya tidak hanya terdorong oleh perasaan lebih aman bila ayahnya diadili oleh tribunal internasional ketimbang pengadilan dalam negeri. Bush dan sebagian rakyat Irak ingin Saddam dihukum mati. Di Irak di bawah Saddam Hussein dan di Texas di bawah Gubernur George W. Bush, menghukum mati orang seperti sarapan pagi saja. Pengadilan internasional tidak akan menjatuhkan hukuman mati.
Kalaupun pengadilan internasional diselenggarakan di Irak, siapa yang akan menjaga keamanan, siapa yang akan melindungi para hakim, para jaksa, dan para yuris serta saksi-saksi? Ketika Dewan Pemerintahan Irak ditanya bagaimana pengadilan itu akan terselenggara, jawabannya adalah: susah! Irak tak punya gedung mahkamah yang dapat menampung intensitas kegiatan pengadilan internasional, Irak tidak punya uang untuk membiayai proses pengadilan seperti itu dan, yang terpenting, Irak tak tahu bagaimana menjaga keamanannya. Selama rezim Baath berkuasa, golongan Sunni, minoritas 35 persen di Irak, mendominasi segalanya. Menyaksikan bekas pelindungnya diadili dapat menimbulkan huru-hara dan kekerasan di mana-mana. Sekarang saja sudah mulai muncul demonstrasi mendukung Saddam.
Kalau Saddam mau cepat diadili di Irak, seperti yang diinginkan oleh Dewan Pemerintahan Irak, Amerika tidak akan cukup waktu untuk memeras informasi dari tahanan kakapnya. Amerika tentunya juga ingin agar proses ini berjalan lambat supaya bisa dimanfaatkan dalam kampanye kepresidenan AS tahun depan. Di lain pihak, andaikan pengadilan diselenggarakan di Irak, bagaimana pandangan rakyat Irak, rakyat Timur Tengah, dan dunia apabila Irak masih diduduki pasukan asing, dan yang menjaga keamanan tribunal adalah tentara asing?
Yang paling dikhawatirkan oleh para penggagas pengadilan internasional adalah bahwa Saddam akan menggunakan tribunal sebagai forum propaganda, persis seperti yang dilakukan Slobodan Milosevic di Den Haag. Saddam Hussein bisa membongkar rahasia hubungannya dengan CIA, hubungan Irak dengan pemerintah AS selama perang Irak-Iran? Tahun 1988, setelah gencatan senjata dengan Iran, angkatan bersenjata Irak dibangun kembali oleh bantuan uang dan teknologi Amerika. Mungkinkah dua tahun kemudian Saddam mengira bahwa ia masih terus diselimuti kasih-sayang Amerika ketika ia melancarkan invasi ke Kuwait? Bukankah orang-orang Saddam berkonsultasi terlebih dahulu dengan Nyonya Duta Besar Amerika di Baghdad sebelum menyerang Kuwait? Saya sudah lupa apa yang dimuat di media tentang jawaban si Nyonya Duta Besar, mungkin kurang-lebih bernada " . . . . terserah, asal tidak menyentuh Arab Saudi. . . .". Tahun 1988, Presiden Ronald Reagan, yang berasal dari California dan mulai pikun, diganti oleh Presiden Bush Senior, orang Texas yang dekat dengan kepentingan minyak. Mungkinkah si Nyonya Duta Besar tergelincir di bumi licin di antara dua presiden yang mewakili kepentingan dalam negeri yang berbeda? Kurang jelas. Yang jelas, Saddam menunjukkan sikap agresif ketika ditangkap. Agresivitas itu diperkirakan akan berlanjut di sidang pengadilan, yang katanya akan ditayangkan di layar TV dunia. Tidak semua pihak akan senang mendengarkan nyanyian Saddam.
Mainan Boneka Karet Busa
Saddam membunuh kakak iparnya yang komunis, dan dua menantunya yang melarikan diri ke luar negeri, setelah membujuk mereka pulang dengan janji tidak akan diapa-apakan. Ia menggunakan gas racun terhadap suku Kurdi. Saddam membantai banyak warga negaranya sendiri yang beraliran Syiah. Ia disenangi hanya karena orang benci pada musuhnya. Selagi berkuasa, ia bikin susah orang banyak. Setelah kalah perang, masih juga bikin susah orang. Ia bagaikan makanan yang alot dikunyah, terlalu besar untuk ditelan, berbahaya kalau dimuntahkan. Pada masa perang Desert Storm, ada suatu kampanye benci Saddam di kalangan anak-anak Amerika. Suatu perusahaan mainan membuat boneka Saddam dari karet busa, lengkap dengan kumis, baret, dan uniform militer. Boneka itu bisa diremas, diinjak, ditendang, dan dipelintir. Anèhnya, setiap kali orang selesai melampiaskan amarahnya pada mainan tersebut, boneka itu kembali berbentuk "Saddam Hussein at-Tikriti", algojo sekaligus pahlawan di mata rakyat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo