Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Paradoks Prabowo dan Blunder-blundernya

Keputusan dan pernyataan Prabowo tentang banyak hal tak sesuai dengan prinsip mengelola Indonesia setelah Reformasi 1998. 

2 Januari 2025 | 06.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi: Tempo/Kuswoyo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Prabowo coba mengklarifikasi ucapannya memaafkan koruptor jika mengembalikan uang negara.

  • Di banyak kesempatan sebelum menjadi presiden, Prabowo akan mengejar koruptor sampai Antarktika.

  • Keputusan dan pernyataan Prabowo datang dari pikiran lamanya yang tak sesuai dengan era baru Indonesia.

BUKAN hanya 42 persen pemilih yang tidak mencoblos fotonya saat pemilihan presiden pada Februari 2024, mereka yang menjadi bagian 58 persen pun mungkin kecewa melihat Prabowo Subianto seperti bercanda mengurus negara ini. Belum seratus hari Prabowo menjadi presiden, keputusan dan pernyataannya bertolak belakang dengan janji-janjinya sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tiba-tiba saja, nun jauh di Kairo, Mesir, ia mengatakan akan mengampuni koruptor asalkan mengembalikan uang hasil korupsi. Padahal, dalam pelbagai kesempatan sebelum menjadi presiden, Prabowo berjanji akan mengejar koruptor sampai ke Antarktika jika menjadi presiden. Setelah pernyataannya itu diributkan di dalam negeri, Prabowo mencoba meralat ucapannya dengan mengatakan tidak akan memaafkan koruptor, tapi menyadarkan koruptor agar bertobat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam kesempatan lain, ia mengomentari vonis ringan terhadap terdakwa kasus korupsi. Seakan-akan ingin menebus soal pengampunan kepada koruptor, Prabowo mengatakan bahwa terdakwa kasus korupsi semestinya dihukum 50 tahun. Tak jelas untuk kasus korupsi mana yang ia maksudkan. Namun, pada 23 Desember 2024, hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat memvonis Harvey Moeis—terdakwa kasus korupsi timah—6 tahun 6 bulan bui.

Publik juga meributkan vonis itu karena tak sebanding dengan kerugian negara akibat korupsi tata kelola timah sebesar Rp 300 triliun. Vonis hakim juga jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni 12 tahun penjara. Anehnya, meski memvonis ringan, hakim menyatakan Direktur Utama PT Refined Bangka Tin itu terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang.

"Cuci mulut" Prabowo gagal total. Klarifikasinya soal memaafkan koruptor tak mempan. Komentarnya atas vonis ringan kasus korupsi menambah blunder. Sebab, lama hukuman itu tak ada dalam hukum positif Indonesia. Di Indonesia hanya ada empat jenis hukuman, termasuk vonis untuk koruptor, yakni hukuman mati, seumur hidup, 20 tahun, dan di bawahnya.

Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juga telah mengatur pengembalian uang hasil korupsi. Namun pengembalian ini tak menghapus kejahatan seorang koruptor. Jadi ucapan Prabowo itu sudah diakomodasi undang-undang sejak 1999. Ucapan Prabowo di Mesir ataupun klarifikasinya mengesankan pengembalian uang hasil korupsi bisa menghilangkan hukuman bagi seorang koruptor.

Walhasil, agaknya kita tak perlu menganalisis lebih jauh ucapan Prabowo. Kita bisa menyimpulkan bahwa Prabowo tidak paham hukum dan tata negara. Bagi seorang presiden, boleh saja ia tak mengerti secara teknis soal hukum. Namun seorang presiden semestinya paham prinsip dan garis besar hukum yang berlaku di Indonesia.

Kalaupun tak mengerti garis-garis besar hukum pelbagai jenis kejahatan, seorang presiden punya penasihat. Prabowo punya menteri yang menjadi pengacara dan profesor hukum yang pintar memakai pasal dalam undang-undang, yakni Yusril Ihza Mahendra, yang diangkat menjadi Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan. Jika tak paham, Prabowo bisa bertanya kepada Yusril soal hukuman untuk koruptor.

Masalahnya, Yusril pun menambah blunder Prabowo dengan membuat siaran pers bahwa memaafkan koruptor merupakan bagian dari strategi pemberantasan korupsi. Ia mengatakan memaafkan seorang penjahat adalah hak seorang presiden. Memaafkan koruptor, kata Yusril, juga sejalan dengan United Nations Convention against Corruption (UNCAC) yang diratifikasi Indonesia pada 2006.

Kedua pernyataan Yusril itu keliru. Amnesti atau pengampunan yang diberikan presiden tak termasuk kasus korupsi. Sementara itu, prinsip UNCAC adalah negara memiskinkan koruptor dengan cara merampas aset ilegal dan harta yang tak bisa dijelaskan asal-usulnya, bukan mengampuni koruptor asalkan mengembalikan harta hasil korupsinya.

Selain tidak paham hukum dan tata negara, blunder-blunder Prabowo dalam banyak perkara—kerja sama dengan Tiongkok di Laut Cina Selatan, mengembalikan pemilihan umum ke parlemen, menaikkan pajak pertambahan nilai saat ekonomi susah—menunjukkan bahwa ia juga tidak paham mengelola negara. Namun membaca Paradoks Indonesia dan Solusinya—pemikiran Prabowo jika memimpin Indonesia yang terbit pada 2022—memang mencemaskan.

Dalam buku pamflet itu, Prabowo mengurai masalah Indonesia yang kaya sumber daya alam tapi masih miskin dan tertinggal dari negara lain. Karena itu, menurut dia, dua resep menjadikan Indonesia “Macan Asia” adalah meniru Cina membangun ekonomi lewat kapitalisme negara serta mengembalikan demokrasi Pancasila lewat pemilu tak langsung.

Tak mengherankan, pemikiran Prabowo yang “Orde Baru banget” itu melahirkan keputusan dan pernyataan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Indonesia yang muncul setelah Reformasi 1998. Artinya, keputusan dan pernyataan Prabowo selama tiga bulan menjadi presiden bukan lahir dari ketidakpahaman, tapi datang dari pikiran lamanya yang tak lagi sesuai dengan era baru Indonesia.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus