Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Bukalapak Jualan Pulsa, Investor Tambah Merana

Penutupan penjualan fisik produk oleh Bukalapak berpotensi merugikan investor. Otoritas pasar modal wajib memberi perlindungan. 

 

15 Januari 2025 | 06.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aplikasi BukaLapak di depan layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Bukalapak menututup lokapasar penjualan produk fisik.

  • OJK dan Bursa Efek Indonesia mengubah aturan IPO sehingga Bukalapak bisa meraup dana publik.

  • Dengan kinerja buruk, semestinya Bukalapak belum bisa menjual saham di bursa.

KEPUTUSAN PT Bukalapak.com Tbk menutup layanan fisik hampir dipastikan menambah panjang penderitaan investor retail dan institusi, seperti dana pensiun. Harapan meraih untung besar saat perusahaan tersebut melepas saham ke publik (IPO) pada 2021 berubah menjadi kerugian besar karena harga saham makin ambles.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bukalapak mengumumkan perubahan drastis lini bisnisnya itu pada 9 Januari 2025. Terhitung mulai pekan ini, startup unicorn pertama Indonesia yang melantai di bursa itu akan berfokus berjualan pulsa telepon, paket data, token listrik, dan layanan pembayaran lain. Kapitalisasi pasar Bukalapak bernilai Rp 109 triliun saat IPO pada 2021. Pada pekan pertama Januari 2025, nilainya anjlok menjadi Rp 12,7 triliun. Harga saham per unit tinggal Rp 119, dari Rp 850 saat IPO pada 6 Agustus 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aksi korporasi mendadak ini menjadi pukulan telak bagi para investor. Mereka terkecoh karena, saat IPO, Bukalapak menggambarkan diri sebagai perusahaan yang berprospek gemilang dan kinerja yang terus berkembang. Padahal sejatinya itu hanya klaim sepihak karena kenyataannya, sebelum IPO, perseroan tersebut tidak pernah untung. Pada 2020, mereka tercatat rugi Rp 1,34 triliun. Kemudian pada 2019 nilai kerugian melonjak menjadi Rp 2,79 triliun. 

Melihat kinerja yang buruk, semestinya Bukalapak belum boleh melakukan IPO. Namun, dengan alasan mendorong pertumbuhan startup, Otoritas Jasa Keuangan dan Bursa Efek Indonesia mengubah sejumlah aturan agar Bukalapak dapat melakukan penawaran saham perdana dan meraup dana mencapai Rp 21,9 triliun. Belakangan, dengan dispensasi aturan ini, sejumlah perusahaan unicorn mengikuti langkah Bukalapak.

Rencana memangkas bisnis inti sama artinya Bukalapak sedang sekarat. Ini juga bisa terlihat dari tren nilai kapitalisasi pasar yang terus menurun. Kendati demikian, anjloknya kinerja perseroan juga memunculkan pertanyaan melihat proyeksi pemerintah dalam bisnis e-commerce dan geliat perusahaan kompetitor Bukalapak. 

Kementerian Perdagangan menyebutkan nilai transaksi e-commerce tahun ini akan tumbuh sebesar 7-8 persen dibanding pada 2024. Jumlah pengguna e-commerce juga bertambah tiap tahun. Pada 2024, pengguna e-commerce diproyeksikan sudah mencapai 65,65 juta, bertambah 7 juta dari tahun sebelumnya. 

Melihat data statistik tersebut, bisnis Bukalapak semestinya ikut bertumbuh jika memiliki daya saing. Memang kue bisnis e-commerce dinikmati dua pemain besar, yaitu Shopee dan Tokopedia. Lazada dan Blibli juga masih ikut berkompetisi. Riset Momentum Works menyebutkan Shopee menguasai 40 persen pasar e-commerce Indonesia. Sementara itu, Tokopedia menguasai 30 persen pangsa pasar. Pemilik usaha mikro, kecil, dan menengah yang memanfaatkan e-commerce juga terus tumbuh.

Pilihan bisnis baru Bukalapak menjadi penjual pulsa pun patut dicermati. Sebab, saat ini semua provider seluler memiliki aplikasi sendiri untuk memasarkan produknya. Demikian juga dengan aplikasi keuangan, seperti mobile banking, yang menyediakan layanan penjualan pulsa dan pembayaran tagihan lain.  

Dari pelbagai kejanggalan ini, sudah semestinya Otoritas Jasa Keuangan berdiri paling depan memberikan perlindungan kepada investor retail dan institusi Bukalapak. Mereka sudah sangat sengsara dengan penurunan nilai investasi karena membeli saham perusahaan penjual mimpi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus