Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Warga Jakarta mendapat fasilitas baru berupa taman kota. Letaknya cukup strategis dan di tengah-tengah kawasan elite Menteng, maka disebut Taman Menteng. Di taman itu baru saja diresmikan sebuah patung yang kini menuai pendapat pro dan kontra.
Patung itu menggambarkan seorang anak kecil, berusia 10 tahunan, yang kekar dan sehat. Bocah itu disimbolkan sebagai ”pembawa mimpi” untuk kejayaan masa depan dan diharapkan bisa membangkitkan semangat siapa saja yang menatapnya. Andai kata di depan kaki sang bocah ditambahkan bola, atau tangan sang bocah bukan dihinggapi kupu-kupu melainkan membawa bola sepak, mungkin ini sangat pas. Taman itu adalah bekas lapangan sepak bola tempat Persija—klub sepak bola Betawi yang pernah populer—bermarkas. Orang awam kira-kira akan menerima pesan begini dari patung itu: ”Ayo, sepak bola Jakarta, bangkitlah.”
Ternyata patung itu tak berkaitan dengan sepak bola. Bahkan juga tak berkaitan dengan Jakarta. Di dinding penyangga patung jelas terlihat siapa gerangan yang dipatungkan. Dia adalah Barack Obama, Presiden Amerika Serikat saat ini, ketika usianya 10 tahun dan tinggal di Jakarta. Patung senilai Rp 100 juta lebih ini dikerjakan oleh pematung Ancol, Edi Chaniago.
Apa hebatnya Obama kecil diabadikan dalam sebuah patung di taman kota itu? Ketua Foundation Friends of Obama, Roon Muller, yang punya gagasan, beralasan bahwa keberadaan patung itu untuk memberikan motivasi dan inspirasi bagi anak Indonesia. Mereka tidak perlu takut memiliki cita-cita yang tinggi, seperti menjadi presiden. ”Seharusnya ini menjadi good image bagi Indonesia, karena Obama bangga pernah tinggal dan bersekolah di sini,” kata Muller. Obama kecil memang pernah tinggal di Menteng, tapi bukan di tempat yang kini dijadikan taman kota itu.
”Wejangan” Muller agak kebablasan. Masih banyak tokoh Indonesia, juga Jakarta, yang bisa mendatangkan inspirasi yang sama. Ali Sadikin merupakan salah satu contohnya. Lagi pula, dalam budaya Indonesia, patung tokoh di ruang publik selalu merupakan tokoh nasional, bahkan statusnya sudah pahlawan. Minimal pahlawan lokal di kawasan tempat patung itu diletakkan. Ini pun sering masih menimbulkan rasa risi, terutama dari keluarga tokoh yang dipatungkan, karena kesannya pamer dan sok berjasa.
Jikapun Taman Menteng membutuhkan patung tokoh yang bisa memberikan semangat dan mimpi tentang kejayaan masa depan, tokoh-tokoh Betawi masih layak dirujuk. Ali Sadikin merupakan tokoh paling pas. Berkat jasa Gubernur Jakarta pada 1966-1977 itulah wajah kota ini berubah menjadi metropolitan. Benyamin Sueb, budayawan Betawi yang kondang pada awal 1970-an, juga sangat layak diabadikan dalam sebuah patung. Tapi bukan Obama, yang hanya ”numpang hidup” beberapa tahun di masa kanak-kanaknya di Menteng. Kalaupun Obama cilik perlu dikenang lantaran pernah hidup di Jakarta, lebih pas kalau patungnya didirikan di bekas sekolahnya dulu atau di bekas rumahnya.
Wajar bila banyak orang menjadi penggemar Obama, presiden berkulit hitam pertama di Amerika Serikat. Tapi tidak untuk dibuatkan patung yang ditaruh di ruang publik negeri ini, karena ia bukanlah ”pahlawan bangsa”. Obama kecil belum memberikan kontribusi apa-apa, mungkin juga ketika itu ia belum punya mimpi menjadi presiden. Kalau patung itu tak segera dipindahkan, pro-kontra bisa merambah wilayah politik. Maklum, hubungan RI-AS sering ”panas-dingin”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo