Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Kementerian Keuangan mencatat utang pemerintah mencapai Rp 8.144,69 triliun.
Ketika bunga utang membengkak, pemerintah biasanya mengurangi subsidi.
Pemerintahan Prabowo nanti mau tidak mau mempertimbangkan ulang alokasi dana belanja program bantuan sosial.
MESKI diklaim masih dalam batas aman, kenaikan jumlah utang pemerintah di era pemerintahan Presiden Joko Widodo sesungguhnya tidak bisa dibilang benar-benar aman. Pada masa akhir pemerintahannya, Jokowi tercatat akan mewariskan utang lebih dari Rp 8.000 triliun kepada penggantinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam buku Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Kementerian Keuangan mencatat utang pemerintah mencapai Rp 8.144,69 triliun. Jumlah itu setara dengan 38,59 persen dari produk domestik bruto (PDB). Rasio utang pemerintah ini disebut masih aman karena di bawah 60 persen dari PDB seperti diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu sumber utang tersebut adalah utang luar negeri. Pada kuartal I 2024, jumlah utang luar negeri Indonesia sebetulnya dilaporkan menurun dibanding pada kuartal IV 2023. Menurut data Bank Indonesia, posisi utang luar negeri Indonesia pada kuartal I 2024 tercatat US$ 403,9 miliar atau setara dengan Rp 6.515,31 triliun (asumsi kurs 16.131 per dolar AS).
Jumlah itu menurun dari posisi utang luar negeri pada kuartal IV 2023 yang tercatat US$ 408,5 miliar. Dilihat secara tahunan, utang luar negeri pemerintah terkontraksi sebesar 0,9 persen, setelah tumbuh 5,4 persen pada kuartal sebelumnya.
Penurunan itu, salah satunya, dipengaruhi oleh perpindahan penempatan dana investor nonresiden pada surat berharga negara domestik ke instrumen investasi lain. Seperti diketahui, hampir semua utang luar negeri memiliki tenor jangka panjang, dengan pangsa mencapai 99,98 persen dari total utang luar negeri pemerintah.
Penurunan angka utang luar negeri sebagaimana terjadi pada kuartal I 2024 tidak bisa buru-buru dianggap tak mengidap masalah. Secara absolut, meski turun, jumlah utang luar negeri pemerintah tetap tergolong besar dan menjadi beban tersendiri bagi APBN.
Dampak Utang Luar Negeri
Dibanding negara lain di ASEAN, rasio utang luar negeri Indonesia terhadap PDB tergolong mendingan. Indonesia ada di peringkat ketujuh dengan rasio 39 persen. Singapura menjadi negara dengan rasio utang tertinggi dan Brunei menjadi yang terendah. Meski posisi Indonesia dianggap aman, tetap saja ada risiko yang mengintai.
Ketika jumlah cicilan dan kewajiban pembayaran utang pokok yang ditanggung APBN meningkat, implikasinya, pertumbuhan ekonomi akan berkurang. Peningkatan penyerapan alokasi dana APBN untuk membayar utang luar negeri akan memperlebar defisit, yang ujung-ujungnya akan menyebabkan suku bunga menjadi tinggi. Padahal beban suku bunga yang tinggi akan menekan peluang dunia bisnis untuk berkembang. Akibatnya, pertumbuhan produktivitas dan ekonomi secara keseluruhan akan berkurang.
Beban utang luar negeri yang makin berat juga mengurangi penyaluran semua jenis kredit untuk masyarakat. Ketika APBN mengalami tekanan, porsi modal investasi yang tersedia akan menurun sehingga melemahkan belanja sektor swasta. Pada titik ini, bisa dipahami jika peluang bisnis akan menurun karena stimulus untuk memacu pertumbuhan ekonomi otomatis juga menurun.
Kemudian, ketika nilai tukar rupiah dolar AS naik dan nilai tukar rupiah turun, konsekuensi yang tak terhindarkan adalah pembengkakan bunga utang jatuh tempo pada tahun ini. Kewajiban pembayaran cicilan dan utang pokok pemerintah bisa dipastikan akan berdampak pada APBN. Pengalaman membuktikan bahwa, ketika bunga utang membengkak, pemerintah biasanya mengurangi subsidi. Pada titik ini, jangan kaget jika kepentingan masyarakat akan dikorbankan.
Menurut proyeksi, pembayaran bunga utang jatuh tempo pada 2024 diperkirakan membengkak hingga Rp 1,5 triliun. Pemicunya adalah nilai tukar rupiah yang bertengger di atas 16 ribu per dolar—jauh di atas asumsi nilai tukar rupiah dalam APBN 2024 sebesar 15 ribu per dolar. Pada APBN 2024, anggaran pembayaran bunga utang sebetulnya Rp 497,31 triliun. Tapi, karena terjadi depresiasi kurs rupiah, jumlahnya diperkirakan meningkat menjadi lebih dari Rp 498 triliun.
Ketika beban utang luar negeri yang ditanggung makin membebani anggaran, kapasitas ruang fiskal turut berkurang. Ketika tak ada kondisi darurat yang harus dihadapi, kondisi ini relatif tidak menjadi masalah. Lain soal ketika Indonesia harus menghadapi tekanan masalah yang sifatnya tiba-tiba, seperti pandemi Covid-19, serta kondisi darurat lainnya.
Lalu, apakah pada akhir 2024 utang luar negeri pemerintah akan kembali naik atau justru menurun? Hanya waktu yang akan menguji. Pada saat kondisi perekonomian global pulih dan kondisi geopolitik dapat terkendali, memang peluang Indonesia untuk menurunkan jumlah utang luar negeri akan dapat lebih terbuka.
Tapi, bila kondisi perekonomian global terus bergejolak, seperti akibat keputusan The Fed tetap mempertahankan suku bunga tinggi, bisa dipastikan pelemahan nilai tukar rupiah kian menjadi. Beban cicilan utang Indonesia terus membesar.
Di era transisi pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo ini, harus diakui tidak banyak pilihan yang tersedia. Pemerintahan Prabowo nanti mau tidak mau mesti mempertimbangkan ulang alokasi dana belanja program bantuan sosial bagi masyarakat yang ia gembar-gemborkan dalam janji kampanye pemilunya.
Pemerintah saat ini ataupun yang akan datang menghadapi kondisi dilematis. Ketika mereka harus mengorbankan subsidi untuk rakyat, perekonomian masyarakat akan makin terpuruk. Sedangkan jika pemerintah memutuskan tetap mengandalkan pinjaman utang luar negeri untuk membiayai program-program populis, kondisi perekonomian nasional dalam jangka menengah dan panjang terancam kolaps.
Hanya sikap bijak sajalah yang bisa menjadi modal bagi Indonesia keluar dari situasi yang dilematis ini.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebutkan lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan CV ringkas.