Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENTERI Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim perlu banyak belajar dari ribut-ribut Program Organisasi Penggerak. Kebijakan pendidikan memerlukan kajian matang agar eksekusinya di lapangan berjalan mulus. Program peningkatan kapasitas guru menjadi kontroversial karena gagal mengatasi hal mendasar tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Program Organisasi Penggerak dirancang untuk meningkatkan kapasitas pendidik dengan melibatkan organisasi kemasyarakatan. Program ini merupakan bagian dari proyek perbaikan pendidikan ala Nadiem, yang menjadi menteri sejak Oktober tahun lalu. Di awal masa jabatannya, ia juga menghapus ujian nasional, mengubah sistem zonasi pada penerimaan siswa baru, juga mendekatkan dunia pendidikan tinggi dengan pekerjaan melalui program Kampus Merdeka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari perspektif tata kelola anggaran, Program Organisasi Penggerak sebenarnya cukup menarik. Penyaluran dana hibah mengharuskan calon penerima mengajukan proposal, maka menuntut pertanggungjawaban penggunaannya. Di masa-masa sebelumnya, hibah ditebarkan ke berbagai organisasi kemasyarakatan tanpa kriteria jelas dan dibalut dalam program “bantuan pemerintah”. Sering hibah dialirkan untuk keperluan politik.
Nadiem menunjuk pihak ketiga—lembaga kajian dan penelitian SMERU Research Institute—untuk menentukan para penerima hibah. Mereka menggunakan double-blind review, yaitu metode yang menghilangkan identitas pemilik proposal, dalam proses seleksi. Di sinilah timbul masalah: metode itu memasukkan berbagai organisasi dengan latar belakang berbeda-beda ke dalam keranjang yang sama. Walhasil, organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama seolah-olah disamakan dengan organisasi yang terafiliasi dengan korporasi semacam Tanoto Foundation dan Sampoerna Foundation.
Kementerian Pendidikan semestinya sejak awal melarang organisasi yang berkaitan dengan korporasi mengikuti proses seleksi. Perusahaan besar yang menyedot kekayaan alam atau mempengaruhi kesehatan masyarakat sudah sewajarnya memiliki tanggung jawab besar untuk membantu warga, termasuk di sektor pendidikan. Mereka tidak sepatutnya menerima dana hibah dari negara dengan balutan program apa pun.
Peningkatan kualitas pendidikan memang membutuhkan kerja keras dan perubahan radikal. Selama ini, peserta didik diperlakukan bak robot. Mereka dituntut lebih banyak menghafal agar mendapat nilai tinggi. Pemahaman dan logika tidak diasah sejak dini. Bertahun-tahun guru bekerja dalam sistem seperti ini. Sayangnya, masalah besar itu tak pernah dipetakan dengan jelas karena seringnya kebijakan berubah. Sudah lama, jamak terdengar pemeo: ganti menteri ganti kebijakan.
Karena itu, perubahan radikal pendidikan mesti dilakukan dengan pemahaman yang baik pada akar masalah. Perubahan tidak bisa didekati hanya lewat teknologisasi. Pandemi menunjukkan secara jelas ketimpangan murid, guru, dan berbagai sarana pendidikan di seluruh Indonesia. Dalam hal guru, yang menjadi sasaran Program Organisasi Penggerak, kebutuhan mendesaknya bahkan belum semua sampai pada “peningkatan kapasitas”. Di berbagai wilayah, tenaga pendidik masih harus berjibaku pada kebutuhan mendasar sehari-hari. Artinya, Kementerian Pendidikan mesti membuat pemetaan rinci agar tiap program bisa tepat sasaran. Dalam jangka pendek di masa pandemi, insentif bagi guru bisa jadi diperlukan untuk memudahkan mereka menjalankan kegiatan pendidikan.
Harap diingat, pendidikan berkaitan dengan manusia. Semua program peningkatan pendidikan akan berdampak panjang dan, karena itu, tidak menoleransi kesalahan sekecil apa pun. Pendidikan bukanlah pasar digital semacam Gojek—bisnis yang sebelumnya dijalankan Nadiem—yang membuka kesempatan pengelolanya untuk trial and error. Menerapkan prinsip “jalan dulu risiko belakangan” pada dunia pendidikan akan membuat kerusakan bertambah parah.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo