Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEBERADAANÂ preman dalam berbagai aspek kehidupan di Indonesia adalah cermin bobroknya sistem hukum kita. Polisi yang tak selalu hadir membuka ruang bagi preman untuk main hakim sendiri. Hukum yang tak diterapkan adil membuat jasa mereka terus dicari. Penjara yang tidak membuat jera menjadikan preman makin merajalela.
Di banyak kota besar, jejaring preman bersaing dalam bisnis jasa pengamanan lahan sengketa, penyewaan lahan parkir liar, pengamanan tempat hiburan, hingga penagihan utang. Kelompok-kelompok tersebut menggunakan kekerasan buat menyelesaikan masalah dan saling terkam untuk menjadi jawara di dunia bawah tanah.
Kehadiran mereka seolah-olah sudah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari dan baru dipersoalkan kembali ketika ada kasus besar yang menarik perhatian. Di antaranya ketika kelompok John Kei—salah satu grup preman besar di Jakarta—menyerang kelompok Nus Kei, pamannya sendiri, di Tangerang dan Jakarta Barat pada Juni lalu. Tindak kekerasan yang diduga dipicu sengketa pembagian uang hasil penjualan tanah di Ambon itu merenggut satu nyawa.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo