Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Evolusi Rendang: Dari Daging Hingga Jengkol

Makna rendang sebenarnya mengacu pada makanan dari daging. Mengapa sekarang banyak rendang tanpa daging, seperti rendang telur?

26 November 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SASTRAWAN Sapardi Djoko Damono (1940-2020) pernah menulis kolom berjudul “Wisata Kuliner” di rubrik ini. Dalam tulisan itu, Sapardi mengamati nama-nama kota yang dilekatkan pada nama makanan. “Nama-nama kota seperti Malang, Solo, dan Wonogiri paling sering mengiringi bakso. Nama-nama kota juga suka ditempelkan di bakmi, sate, dan martabak,” tulis Sapardi. Bukan hanya nama-nama kota yang menarik perhatian, tapi nama makanan itu sendiri juga sebetulnya menarik kita simak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kita tentu paham dan mungkin pernah juga menikmati masakan dari Sumatera Barat yang sangat fenomenal, yaitu rendang. Makanan itu tersohor di seluruh dunia dan pada 2011 dinobatkan sebagai “50 Hidangan Terlezat Dunia” versi CNN. Selain itu, Kementerian Pariwisata telah menetapkan rendang sebagai satu dari “5 Makanan Nasional Indonesia” pada 2018.

Kalau kita tengok Kamus Besar Bahasa Indonesia V (2017), kita akan menemukan rendang dimaknai sebagai “daging yang digulai dengan santan sampai kuahnya kering sama sekali, yang tinggal hanyalah potongan daging dan bumbunya”. Perhatikan, dalam rendang itu sudah ada unsur daging, yaitu “daging yang digulai dengan santan”.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan Badudu-Zain (1994), rendang berarti “masakan Padang dari daging yang dibumbui yang dimasak sampai kering sekali dan yang tinggal hanyalah potongan-potongan daging dengan bumbunya; warnanya hitam karena dicampur dengan parutan kelapa disangrai sampai kering”. Perhatikan pula ujaran “masakan Padang dari daging yang dibumbui yang dimasak sampai kering”. Jadi, sekali lagi, rendang itu sudah ada dagingnya. Lazimnya daging itu sapi.

Dewasa ini dengan mudah orang dapat membuat rendang, terutama mereka yang tinggal di kota-kota besar. Bumbu rendang dalam berbagai merek kini tersedia di toko-toko swalayan. Jadi orang-orang yang ingin membuat rendang tak perlu lagi repot-repot membeli rempah-rempah ini dan itu dan menggilingnya hingga tangan berlepotan.

Seiring dengan itu, janganlah heran jika nama rendang pun menular dan menyebar ke mana-mana. Di toko swalayan dan toko yang menjual makanan siap saji dalam kemasan, bertaburan lauk atau makanan yang diawali dengan kata rendang. Ada rendang jengkol, rendang paru, rendang ayam suwir, dan sebagainya.

Selain itu, sudah sering kita dengar lauk bernama rendang telur dan rendang ikan patin. Bagaimana mungkin ada rendang ikan patin? Ternyata ada. Jadi ikan patin itu diberi bumbu rendang. Jadilah rendang ikan patin. Begitu pula rendang telur. Telur yang sudah direbus diberi bumbu rendang. Jadilah rendang telur. Sama prosesnya dengan rendang jengkol dan rendang paru.

Di sinilah kerancuan timbul. Bukankah sudah dari awal disebutkan (paling tidak menurut dua kamus di atas) dalam rendang itu sudah ada dagingnya? Sementara itu, kita tahu, dalam rendang telur tidak terdapat daging apa pun. Demikian pula dalam rendang ikan patin tidak kita temukan unsur daging. Yang ada hanya ikan patin yang diberi bumbu rendang.

Bila kita lihat fenomena ini, bukan tidak mungkin suatu saat akan ada rendang sapi. Betul sekali. Pada kenyataannya di pasaran kini sudah mulai tersedia rendang sapi, rendang sapi suwir, dan rendang daging sapi. Bukankah penamaan itu lewah karena kata rendang sudah mengandung daging.

Meskipun demikian, Anda tentu tidak perlu repot dengan istilah-istilah rendang tersebut bila datang ke warung Padang. Kalau Anda minta nasi rames pakai rendang, pelayan sudah paham seribu persen rendang apa yang Anda inginkan.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Rendang"

Pamusuk Eneste

Pamusuk Eneste

Pengajar di Teknik Grafika dan Penerbitan PNJ Depok

 
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus