Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Demokratisasi yang muncul di era reformasi tak menghilangkan kejahatan negara-korporasi.
Pengaruh oligarki tetap kuat sehingga rakyat masih menghadapi keterbatasan dalam menguasai sektor-sektor strategis.
Pengaruh oligark pada kebijakan Joko Widodo juga terlihat dalam beberapa proyek yang dipaksakan pelaksanaannya.
RELASI antara oligark dan negara (pemerintah) sudah lama menjadi topik pembahasan dalam perspektif ekonomi-politik. Relasi ini juga dibahas dalam perspektif kriminologi melalui konsep state corporate crime atau kejahatan negara-korporasi.
Secara definisi, state corporate crime adalah tindakan ilegal atau berbahaya yang dihasilkan dari kebijakan dan praktik bersama antara institusi politik dan ekonomi (Kramer dan Michalowski, 1990). Konsep ini kemudiaan dikembangkan lebih lanjut oleh kriminolog lain dalam Trusted Criminal: White Collar Crime in Contemporary Society. Studi ini menyoroti bagaimana kejahatan negara-korporasi lebih sulit diberantas karena adanya kekuatan politik dan ekonomi yang melindunginya (David Friedrichs, 2009).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam perkembangannya, konsep kejahatan negara-korporasi dipahami sebagai kejahatan yang melibatkan kolaborasi antara negara (pemerintah) dan perusahaan swasta dalam melakukan tindakan ilegal atau tidak etis yang merugikan masyarakat, lingkungan, ataupun kepentingan umum.
Ada beberapa ciri praktik kejahatan ini. Pertama, ada kerja sama berbentuk kolusi antara pemerintah dan perusahaan. Kolusi itu dapat berupa kesepakatan rahasia di antara beberapa pihak untuk mencapai keuntungan tertentu dengan cara yang tidak jujur, ilegal, atau merugikan pihak lain.
Kedua, terdapat penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat pemerintah untuk melindungi atau mendukung kejahatan perusahaan. Ketiga, baik pemerintah maupun korporasi mendapat manfaat ekonomi atau politik dari kejahatan tersebut. Keempat, praktik tersebut merugikan masyarakat, lingkungan, ataupun ekonomi secara sistematis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Contoh praktik kejahatan ini adalah pemberian proyek, konsesi, atau perizinan tertentu oleh pemerintah kepada swasta melalui suap atau nepotisme. Di berbagai negara, kejahatan semacam ini dianggap merugikan negara dan berperan besar dalam menciptakan kemiskinan, ketidakadilan, kerusakan lingkungan, eksploitasi buruh, dan pelanggaran hak asasi manusia.
Praktik State Corporate Crime dari Masa ke Masa
Di era reformasi, penghapusan dwifungsi ABRI membuat anggota militer tak bisa lagi aktif berpolitik dan kehilangan peran ekonomi secara langsung. Namun demokratisasi yang muncul di era ini tak menghilangkan kejahatan negara-korporasi. Kejahatan ini justru terjadi dalam bentuk baru, dan oligarki bisnis-elite politik justru makin kuat.
Bentuk kejahatan di era reformasi bukan lagi kerja sama antara militer dan konglomerat seperti terjadi pada era Orde Lama dan Orde Baru. Pada masa reformasi, kejahatan muncul melalui kolusi oligark-elite politik yang lebih tersembunyi, tapi tetap merugikan negara dan rakyat.
Ada dua momentum yang membuka peluang menguatnya praktik state corporate crime di era reformasi. Pertama, desentralisasi pada 1999 yang membuka peluang korupsi baru, terutama di daerah. Misalnya penguasaan sumber daya alam oleh elite lokal yang menyuburkan korupsi oleh kepala daerah.
Kedua, sistem politik dengan pemilihan langsung menempatkan politik uang makin dominan. Akibatnya, para oligark dan elite politik saling menopang untuk mendapat keuntungan ekonomi dan politik. Reformasi juga membawa liberalisasi ekonomi. Tapi sistem desentralisasi tak sepenuhnya mengubah struktur ekonomi yang timpang. Oligark lama tetap bertahan dan makin dominan. Sedangkan oligark baru muncul sebagai hasil dari kerja sama dengan elite kekuasaan.
Era reformasi memang membawa perubahan struktural dalam kepemilikan, produksi, ataupun pasar. Kepemilikan swasta makin luas, investasi asing dalam berbagai sektor juga terus meningkat. Hal ini diikuti dengan bertambahnya peran rakyat dalam perekonomian, meski masih sangat terbatas dibanding dominasi oligark dan elite politik.
Secara umum, era reformasi membuka lebih banyak peluang bagi rakyat dalam kepemilikan usaha, produksi, distribusi, dan akses pasar. Namun, dalam praktiknya, pengaruh oligarki tetap kuat sehingga rakyat masih menghadapi keterbatasan dalam menguasai sektor-sektor strategis.
Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, praktik state corporate crime justru kian telanjang diperlihatkan. Secara gamblang oligark menopang kekuasaan Jokowi dan mempengaruhi kebijakan pemerintah. Hal ini terlihat ketika Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan waktu itu mendukung penuh pelaksanaan reklamasi Teluk Jakarta yang diprotes banyak pihak.
Pengaruh oligark pada kebijakan Jokowi juga terlihat dalam beberapa proyek yang dipaksakan pelaksanaannya dan menyedot banyak anggaran pemerintah. Antara lain proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Dominasi beberapa kelompok oligark pada industri tertentu, misalnya makanan dan minuman, pertambangan, sawit, bahan pokok pangan, pertelevisian, serta retail dan perumahan, menunjukkan adanya struktur oligopoli dalam industri strategis di Indonesia.
Struktur oligopoli pada pasar merupakan pupuk yang menyuburkan keberlanjutan kejahatan negara-korporasi. Dalam berbagai fenomena di Indonesia, oligopoli dan monopoli ekonomi merupakan hasil dari kolusi dan nepotisme antara korporasi dan pejabat negara ketimbang hasil efisiensi dalam persaingan pasar.
Upaya pemberantasan praktik state corporate crime di era reformasi ternyata tidak berjalan efektif. Tindakan-tindakan pemerintah selama ini lebih mengarah pada penanganan di hilir, tanpa menyentuh persoalan di hulunya yang menjadi akar masalah.
Beberapa tindakan yang pernah diambil pemerintah, seperti penerapan teknologi digital dalam birokrasi (e-katalog dan e-government), penguatan penegakan hukum melalui pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi, pendekatan restoratif terhadap pelaku korupsi, serta peningkatan kesejahteraan dan aparatur negara di berbagai institusi, nyatanya tak menimbulkan efek jera. Para pejabat negara tetap melakukan korupsi dan menyalahgunakan kekuasaan demi keuntungan pribadi dan kelompoknya.
Motif korupsi aparatur negara bukan hanya didorong oleh gaji rendah, tapi juga karena sistem yang permisif terhadap praktik korupsi. Budaya mengedepankan kekuasaan yang telah terinternalisasi pada institusi birokrasi, juga pada kepolisian dan militer, memunculkan sikap pembiaran terhadap praktik abuse of power.
Di sisi lain, ketegasan penegakan hukum hanya tampak pada kasus-kasus kecil atau yang melibatkan birokrat di level menengah dan bawah. Namun penegakan hukum terhadap korporasi besar dan pejabat tinggi yang melanggar sangat lemah. Masalah ini akan terus berulang karena sistem yang ada tetap memberikan peluang bagi praktik korupsi pejabat negara dan korporasi. Aktor korupsi akan berganti-ganti, tapi sistem yang korup akan makin kuat. Dengan demikian dibutuhkan suatu perubahan struktural.
Tantangan Berat Presiden Prabowo
Kini publik menaruh harapan besar pada Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas kejahatan negara-korporasi. Saat menjadi oposisi, sebelum Pemilu 2019, Prabowo kerap mengkritik kebijakan ekonomi yang tidak berpihak kepada rakyat. Kini Prabowo berada di puncak kekuasaan. Dengan mandat konstitusi, Prabowo punya kekuasaan untuk melakukan perubahan besar.
Dalam kampanye Pemilu 2024, Prabowo sering menekankan perlunya ekonomi yang lebih berkeadilan dan tidak hanya menguntungkan segelintir elite. Untuk itu, kebijakan pemerintah harus mengutamakan kepentingan rakyat dan mencegah kebocoran anggaran negara.
Hal lain yang kerap disampaikan Prabowo adalah pentingnya kedaulatan ekonomi, terutama dalam hal pangan dan energi. Banyak pihak menganggap ini sebagai sinyal dia akan mengurangi pengaruh oligarki yang selama ini menguasai sektor tersebut. Ada harapan Prabowo dapat membangun jaringan kekuatan baru yang lebih berpihak pada kepentingan nasional, bukan sekadar meneruskan dominasi oligark lama.
Prabowo telah menyampaikan akan mengambil tindakan keras terhadap birokrasi yang ndableg, yang masih menyalahgunakan kekuasaan dan korupsi. Dalam kasus pemagaran laut di Tangerang, misalnya, pemerintahan Prabowo menunjukkan ketegasan dengan membatalkan sertifikat hak guna bangunan di lokasi serta penjatuhan sanksi terhadap aparat di Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
Meski demikian, untuk menekan kejahatan negara-korporasi, diperlukan perubahan yang lebih sistemik di sisi hulu. Perlu ada reformasi politik, hukum, dan ekonomi yang dapat mengurangi ketergantungan finansial pemerintah dan partai politik terhadap oligarki. Hal ini juga dapat mencegah pengaruh oligarki yang berlebihan dalam kebijakan dan pemerintahan.
Tantangan utama yang dihadapi Prabowo saat ini adalah kondisi yang di dalamnya oligarki sudah menjadi bagian dari sistem politik. Banyak tokoh dalam koalisinya yang menjadi bagian oligarki. Di sisi lain, Prabowo membutuhkan dukungan finansial untuk menjalankan program-program besarnya.
Meski Prabowo telah menginstruksikan semua kementerian dan lembaga untuk memotong anggaran pada tahun ini, secara rasional pemerintah masih membutuhkan sumber finansial lain untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 7-8 persen.
Struktur ekonomi yang sudah terkunci oleh oligark dengan sistem kartel di berbagai industri strategis juga menjadi tantangan besar. Oligark yang merasa terancam dapat menggunakan pengaruhnya untuk menciptakan instabilitas ekonomi, seperti krisis harga pangan atau energi.
Namun rakyat tetap berharap. Sebagai seorang prajurit, Prabowo seharusnya menyadari bahwa kejahatan negara-korporasi tidak hanya mengancam Indonesia sebagai negara, tapi juga keberlanjutan Indonesia sebagai suatu bangsa. ●
Redaksi menerima artikel opini dengan ketentuan panjang sekitar 7.500 karakter (termasuk spasi) dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebutkan lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan CV ringkas.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo