Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

IKN Mangkrak, Hutan Telanjur Rusak

Ida Bagus Mandhara Brasika

Ida Bagus Mandhara Brasika

Dosen Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana, saat ini sedang menjalani studi doktoral Matematika Iklim di Universitas Exeter, Inggris.

Proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang terancam mangkrak telanjur merusak lingkungan. Seberapa besar kerugian kita?

14 Februari 2025 | 06.00 WIB

Ilustrasi: Tempo/J. Prasongko
Perbesar
Ilustrasi: Tempo/J. Prasongko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Bukan cuma investasinya seret, proyek IKN terancam mangkrak karena 'ditinggalkan' oleh pemerintah.

  • Kontribusi pembangunan IKN terhadap perubahan iklim dan kerusakan lingkungan tidak dapat diabaikan.

  • Pelepasan emisi karbon dari IKN berkontribusi terhadap pelepasan emisi karbon Indonesia.

AMBISI pembangunan ibu kota baru yang dimulai pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo mencapai babak baru. Megaproyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang digadang-gadang akan menarik triliunan rupiah dana investor itu pada kenyataannya jauh panggang dari api.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Jangankan investor asing, pemodal dalam negeri saja tak banyak yang berminat masuk ke proyek imajinatif ini. Kalaupun ada yang berinvestasi, harus tukar guling dengan harga mahal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Bukan cuma urusan investasinya yang seret, kini proyek IKN terancam mangkrak karena "ditinggalkan" oleh pemerintah yang telah berganti pucuk pimpinan. Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berencana menyunat habis-habisan dana pembangunan IKN yang lebih dari Rp 40 triliun.

Masalahnya, pemerintah sudah telanjur membabat hutan di kawasan IKN. Jika pembangunan ini terhenti, siapa yang paling merugi?

Sungguh sebuah ironi jika kita mengingat konsep awal IKN yang dirancang sebagai forest city (kota hutan), tapi pembangunannya dilakukan dengan cara membabat hutan primer. Lebih ironis lagi, proyek ini merupakan keinginan Jokowi yang merupakan sarjana kehutanan.

Secara konsep, kota hutan adalah salah satu bentuk usaha konservasi biodiversitas dan pencegahan perubahan iklim dengan cara mengintegrasikan kawasan urban dengan hutan. Namun, jika konsep itu dijalankan dengan cara meratakan hutan, yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu hilangnya biodiversitas dan lepasnya simpanan karbon di dalam hutan yang justru mendorong krisis iklim.

Kontribusi pembangunan IKN terhadap perubahan iklim dan kerusakan lingkungan tidak dapat diabaikan. Salah satunya dengan melihat besarnya simpanan karbon yang hilang dalam waktu singkat. Kawasan IKN, menurut undang-undang, mencakup wilayah seluas lebih dari 256 ribu hektare. Hingga saat ini setidaknya sudah 20 ribu hektare yang dibangun, yang sebagian besar merupakan kawasan hutan yang juga memiliki lahan gambut.

Dari 20 ribu hektare hutan yang hilang itu saja, diperkirakan jumlah karbon yang lepas ke udara setara dengan 20-90 juta ton karbon dioksida (CO2). Ini angka yang sangat besar, terlebih jika kita membandingkan estimasi tertingginya setara dengan dua kali lipat emisi yang dihasilkan transportasi di seluruh Indonesia.

Tentu saja hitungan ini belum mencakup keseluruhan emisi karbon yang dihasilkan sepanjang pengerjaan proyek IKN. Masih ada emisi yang dihasilkan dari penggunaan energi dalam pembangunan, proses produksi bahan bangunan, kendaraan yang lalu-lalang, hingga penerbangan yang diakibatkan oleh banyaknya orang yang "dipaksa" bekerja atau pindah ke sana.

Pelepasan emisi sebanyak itu dihasilkan hanya dari pembukaan 20 ribu hektare lahan, yang bahkan luas tersebut belum mencapai 10 persen dari total luas kawasan IKN. Secara keseluruhan, pelepasan emisi karbon dari IKN juga berkontribusi terhadap emisi karbon Indonesia yang membuat negara kita menempati peringkat kedua penghasil emisi karbon terbesar di dunia dari perubahan lahan.

Tentu dampak buruk pembukaan hutan dan lahan untuk membangun IKN ini tidak hanya memberikan dampak buruk pada masalah global, seperti perubahan iklim. Dalam lingkup yang lebih kecil, proyek ini berdampak langsung pada masyarakat di sekitar IKN. Dampak pembangunan IKN yang paling tampak jelas adalah meningkatnya frekuensi banjir. Salah satunya menimpa Desa Sukaraja di Penajam Paser Utara, yang mengalami banjir bandang pada pertengahan Januari 2025.

Kondisi ini disebabkan oleh dua faktor utama. Yang pertama, kondisi cuaca ekstrem yang tak terkendali akibat perubahan iklim, dengan pembangunan IKN berkontribusi menjadi penyebabnya. Yang kedua, hilangnya kawasan hutan yang secara alami bisa menampung air hujan dalam jumlah raksasa. Akibatnya, debit air yang besar ini mengakibatkan banjir bandang, bahkan bandar udara IKN yang diklaim anti-banjir juga terendam.

Kerugian yang dihasilkan pembangunan IKN tak cuma yang sudah terlihat. Kerugian juga bisa ditinjau dari aspek ekonomi. Pembangunan IKN saat ini telah menelan biaya Rp 76,5 triliun. Jumlah dana sebesar itu bisa untuk membiayai tunjangan kinerja dosen se-Indonesia yang diperkirakan membutuhkan Rp 8 triliun selama 10 tahun. Jumlah itu juga setara dengan seperempat target pemangkasan anggaran pemerintahan Prabowo yang mencapai Rp 300 triliun.

Maka, jika kita kembali ke pertanyaan awal siapa yang dirugikan oleh pembangunan IKN? Tentu yang pertama adalah masyarakat di sekitar IKN, yang mengalami bencana alam lebih besar dan sering. Mereka terancam kehilangan mata pencarian, harta benda, bahkan nyawa.

Selain itu, seluruh rakyat Indonesia akan merugi karena kehilangan potensi besarnya untuk berkembang pesat akibat besarnya anggaran yang tersedot untuk pembangunan IKN dan bencana yang terjadi karena hilangnya hutan. Pihak lain, tentu saja masyarakat global yang terkena dampak perubahan iklim akibat kerusakan alam.

Kerugian finansial mungkin dapat kita ganti dengan bekerja lebih keras untuk mencari pendapatan lebih banyak. Tapi kerugian akibat kerusakan lingkungan dan hilangnya hutan akan sulit tergantikan dengan cara apa pun.

Bahkan, kalaupun kita menanam kembali pohon-pohon yang ditebang dan konsep kota hutan IKN berhasil diterapkan, butuh waktu puluhan hingga ratusan tahun untuk membuat kondisi lingkungan di sana kembali ke kondisi semula: mampu menyimpan karbon dan air dalam jumlah raksasa dengan tingkat biodiversitas yang tinggi.

Maka, pertanyaan berikutnya, jika pembangunan IKN dilanjutkan, akankah aneka kerusakan itu bisa diperbaiki dan kondisi alam dapat membaik? Atau justru akan menimbulkan kerugian yang lebih besar? 

Redaksi menerima artikel opini dengan ketentuan panjang sekitar 7.500 karakter (termasuk spasi) dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebutkan lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan CV ringkas. 
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus