Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Gagal total di Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, pemerintah hendak meluaskan proyek food estate ke Pakpak Bharat.
Badan Otorita Pengelola Kawasan Food Estate menggandeng Institut Teknologi Del yang terafiliasi dengan Luhut Pandjaitan.
Puluhan ribu hektare hutan alam dan tanah adat terancam rusak.
ALIH-ALIH menghentikan program food estate atau lumbung pangan setelah kegagalan di Humbang Hasundutan, pemerintah justru berencana memperluas proyek tersebut ke tiga kabupaten lain di Sumatera Utara. Untuk menambah 15 ribu hektare lahan lumbung pangan, pemerintah mencadangkan hutan seluas 34 ribu hektare di wilayah Pakpak Bharat, Tapanuli Utara, dan Tapanuli Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seharusnya pemerintah belajar dari kegagalan program food estate hortikultura di Desa Ria-Ria, Kecamatan Pollung, Humbang Hasundutan. Menurut pantauan Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat, sekitar 90 persen lahan percontohan lumbung pangan seluas 215 hektare tersebut kini terbengkalai dan ditumbuhi semak liar. Namun, bukannya kapok, pemerintah malah memaksakan proyek lumbung pangan baru sebagai bagian dari rencana mengkonversi 20 juta hektare hutan menjadi lahan produktif—seperti diutarakan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Desa Ria-Ria, terdapat banyak alasan untuk menghentikan proyek lumbung pangan. Petani padi, pekebun kopi, pemetik andaliman, dan penyadap kemenyan dipaksa menanam bawang merah, bawang putih, dan kentang yang tidak sesuai dengan keahlian mereka. Hasilnya pun mengecewakan: beberapa petani yang menanam 4 ton benih hanya mampu memanen 2 ton hasil.
Dengan demikian, sangat wajar bila banyak yang mencurigai rencana ekspansi proyek lumbung pangan ini. Berdasarkan penelusuran majalah ini, ekspansi proyek food estate berpotensi menghancurkan hutan alam yang masih terjaga serta merambah tanah masyarakat adat yang telah lama memperjuangkan pengakuan hak mereka.
Pemaksaan ekspansi food estate bermula dua hari sebelum lengsernya Joko Widodo dari kursi presiden. Pada 18 Oktober 2024, Jokowi menandatangani Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2024 tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Food Estate Sumatera Utara. Pembentukan Badan Otorita Food Estate ini adalah prakarsa Luhut Pandjaitan, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi pada saat itu.
Bau konflik kepentingan pun segera terasa. Badan Otorita berencana menggandeng lembaga penelitian dan penyedia bibit unggul bernama Taman Sains Teknologi Herbal dan Hortikultura, yang pengelolaannya diserahkan kepada Institut Teknologi Del, perguruan tinggi milik Yayasan Del tempat Luhut menjabat ketua dewan pembina.
Yang mencurigakan, Institut Teknologi Del tidak memiliki kaitan langsung dengan tanaman herbal atau hortikultura. Kampus yang berdiri pada 2001 ini justru dikenal dengan fakultas teknik informatika, elektro, bioteknologi, teknologi industri, dan vokasi. Pemerintah seharusnya menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi yang memiliki kompetensi dalam bidang pertanian, biologi, atau biologi molekuler.
Keterlibatan Luhut dalam proyek ini makin menguatkan kesan bahwa food estate di era pemerintahan Jokowi sebenarnya lebih merupakan ajang bancakan bagi kalangan yang dekat dengan kekuasaan. Karena itu, Presiden Prabowo Subianto seharusnya menghentikan proyek lumbung pangan yang terbukti serampangan ini.
Pemerintahan baru semestinya berhenti menambah kerusakan yang dibuat pemerintahan sebelumnya. Yakinilah bahwa ketahanan pangan sejati hanya dapat tercapai melalui pelibatan semua pemangku kepentingan dalam industri pangan, dengan mengutamakan kepentingan petani sebagai pihak yang paling terkena dampak. ●