Setelah membaca dan menyimak berita berjudul "Ada Noda Darah di Boneka" (TEMPO, 10 Desember 198, Nasional), saya merasa kecewa dan prihatin. Kekecewaan itu terutama karena melihat kenyataan bagaimana pencalonan dan pemilihan itu dilaksanakan. Sebagai rakyat kecil, saya sangat tak mengerti mengapa Himron Saheman Ketua DPRD Riau, sampai khawatir, peristiwa Ismail Suko terulang. Sebagai ketua DPR, yang juga wakil rakyat, tidak seharusnya ia khawatir, cemas, atau dag-dig-dug. Toh siapa pun yang terpilih menjadi gubernur, mereka yang telah disetujui fraksi-fraksi di DPR. Entahlah, kalau Soeripto sudah di-SK-kan dari "atas". Kalau sudah demikian adanya, masih perlukah adanya calon-calon dan pemilihan? Ada lagi pernyataan Drs. Atar Sibero. Menurut bekas penjabat gubernur Riau ini, "DPRD Riau selalu membicarakan aspirasi masyarakat." Andaikan memang demikian, seharusnya Himron Saheman, yang mewakili rakyat Riau, akan mempertimbangkan surat-surat dari 11 organisasi masyarakat dan suara para tokoh masyarakat Riau. Sebab, merekalah yang lebih meneetahui, apa dan bagaimana masyarakat serta daerah Riau, daripada Himron Saheman sendiri. Bisa dimaklumi mengapa Riau menjadi ajang perebutan mereka yang berambisi duduk di kursi puncaknya. Sebab, semua orang mengetahui bahwa Provinsi Riau mempunyai ladang minyak terbesar di Asia Tenggara dan penghasil atau penyumbang hampir separuh (45%) dari pendapatan atau devisa negara. Juga tiap kabupaten dan kota madya di Provinsi Riau mempunyai primadona komoditi ekspor. Ironisnya, kondisi ekonomi dan masyarakat Riau: 17% dari 3 juta penduduk Riau merupakan penduduk termiskin di Sumatera. Mengapa 17% dari penduduk Riau terpacak di peringkat paling miskin di Sumatera? Sebagai rakyat kecil dan awam, wajar bila saya menginginkan penjelasan mengenai masalah di atas dari mereka yang mengetahui. Soal boneka, jarum, dan darah janganlah hendaknya sampai bersifat "Lalu angin, lalulah dia". (Nama dan alamat pada Redaksi)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini