ACARA di kediamanan Presiden Soeharto di Jalan Cendana, Jakarta Pusat, itu diawali dengan minum teh bersama. Konon suasana pertemuan satu setengah jam yang dimulai pukul 19.00 Jumat malam pekan lalu itu berjalan amat akrab, dan diakhiri dengan makan malam bersama. Di situ terhidang antara lain, mie kangkung. Ada pula es kopyor sebagai pencuci mulut. Inilah rapat pleno pertama Dewan Pembina Golkar sejak lembaga itu terbentuk 15 November yang lalu. Dewan yang amat menentukan di Golkar ini -- bahkan bisa membekukan DPP Golkar -- memiliki 45 pengurus. Munas Golkar 20-25 Oktober yang lalu menunjuk Soeharto secara pribadi sebagai Ketua Dewan Pembina. Kenapa rapat diadakan sekarang? "Karena baru inilah saat yang tepat bagi mereka untuk bertemu. Sulit untuk menentukan waktu, di mana semua anggota diharapkan bisa hadir," kata Ketua Umum Golkar Wahono yang bersama Sekjen Rachmat Witoelar menghadiri acara itu. Itu bisa dimaklumi mengingat: pengurus Dewan Pembina kebanyakan terdiri dari para menteri. Pada malam itu ada tiga pengurus yang tak hadir karena sedang di luar negeri: Menteri Agama Munawir Sjadzali, Menlu Ali Alatas, dan Menteri P dan K Fuad Hasan. Beberapa soal yang kini aktual dibicarakan di sana. Sejak Munas yang lalu, pengurus baru memang sudah menghadapi berbagai persoalan. Misalnya, jabatan Ketua Departemen Tani dan Nelayan DPP Golkar lowong karena mundurnya Sartojo Prawirosurojo, November lalu, dengan dalih kesehatannya memburuk. Tapi kabarnya, ia sengaja diminta mengundurkan diri karena soal bersih diri. Menurut pasal 13 anggaran rumah tangga (ART) Golkar, pengisian jabatan yang lowong seperti itu harus melalui rapat pimpinan paripurna. Rapat ini antara lain dihadiri oleh Dewan Pembina, DPP, serta pengurus DPD tingkat 1. Konon rapat tersebut baru akan dilangsungkan Oktober yang akan datang. Akan tetapi sebelum diajukan ke rapat itu, nama para calon harus dikonsultasikan lebih dulu oleh DPP dengan Dewan Pembina. "Tapi rapat itu tak sampai membicarakan nama-nama calon," kata Rachmat Witoelar. Menurut sebuah sumber di DPP Golkar, ada beberapa nama yang dinominasikan untuk pengganti Sartojo. Di antaranya, Abdullah Puteh, bekas Ketua Umum KNPI, Ir. Abdul Rachman Rangkuty, Wakil Ketua Komisi IV DPR, Widjanarko, Sekjen AMPI, dan Ojak Siagian, salah seorang pengurus Kontak Tani, organisasi tani yang dibina Departemen Pertanian. Selain itu, DPP Golkar juga melaporkan kasus Nyonya Asri Soebarjati pada rapat itu. "Dalam soal ini Pak Harto mengatakan bahwa Dewan Pembina hanya tut wuri handayani saja. Secara operasional DPP-lah pelaksana kebijaksanaan Golkar," ujar Wahono kepada TEMPO. Penegasan ini penting agar fungsi Dewan Pembina dan DPP Golkar tak tumpang tindih. Pertengahan Desember lalu Nyonya Asri Soebarjati, Ketua DPRD Jawa Timur, mengajukan surat permohonan mengundurkan diri karena ingin mengikuti suaminya, Soenardi, Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya, yang dipindahtugaskan ke luar Jawa Timur. Tapi dikabarkan bahwa Ny. Asri tidak "bersih lingkungan" (TEMPO, 14 Januari 1989). Sampai sekarang belum jelas: bagaimana keputusan DPP Golkar dan Depdagri mengenal soal ini. Yang tak kalah pentingnya ialah keputusan Ketua Dewan Pembina menunjuk Wakil Presiden Sudharmono sebagai Koordinator Presidium Harian Dewan Pembina, dan Menko Kesra Soepardjo Rustam sebagai Koordinator Pengganti. Dalam SK Ketua Dewan Pembina nomor 2/DP-Golkar/1988, 15 November 1988, tentang susunan pengurus dewan itu, jabatan Koordinator Presidium Harian Dewan Pembina belum terisi. Presidium harian ialah sebuah instansi di dalam Dewan Pembina yang berfungsi sebagai pengendali kegiatan dewan sehari-hari dan bertanggung jawab langsung kepada Ketua Dewan Pembina Soeharto. Dalam kepengurusan Golkar periode 1983-1988 yang lalu, presidium harian diketuai oleh Jenderal (Purn.) M. Panggabean. Tapi dalam kepengurusan sekarang jabatan itu dihapuskan. Tampaknya fungsinya digantikan oleh sebuah kepemimpinan kolektif berupa presidium yang terdiri dari 10 orang. Para anggota Presidium Harian itu adalah para wakil ketua Dewan Pembina, seperti Wakil Presiden Sudharmono, Menko Kesra Soeparjo Roestam, Menko Polkam Sudomo, Menko Ekuin Radius Prawiro, Menhankam L.B. Moerdani, Menparpostel Soesilo Soedarman, Menpen Harmoko, Menteri Agama Munawir Sjadzali, Menristek B.J. Habibie, dan Menteri Koperasi Bustanil Arifin. Untuk tugas koordinatif, antara lain memimpin rapat-rapat, salah seorang dari wakil ketua itu ditunjuk sebagai koordinator, dan seorang lagi sebagai koordinator pengganti, yang bisa menggantikan tugas koordinator bila yang bersangkutan berhalangan. Petunjuk bahwa presidium akan lebih berperan sebagai lembaga kolektif tambah jelas ketika ternyata masa jabatan Sudharmono sebagai koordinator serta Soepardjo Rustam sebagai koordinator pengganti hanya sampai Desember 1989. Artinya: masa jabatan mereka cuma satu tahun. Dilihat dari kepemimpinan periodik ini, ada yang menyebutkan bahwa masa jabatan yang terakhir nanti cukup penting karena jabatan koordinatif itu berada pada saat menghadapi Munas Golkar. Tapi satu hal yang jelas, penunjukan koordinator dan koordinator pengganti itu, bahkan penunjukan seluruh anggota Dewan Pembina lainnya adalah wewenang sepenuhnya dari Ketua Dewan Pembina Soeharto. Ini sesuai dengan AD/ART Golkar. Karena itu ketika ditanyakan: kenapa Sudharmono yang ditunjuk untuk periode setahun ini? Ketua Umum Golkar Wahono menjawab, "Ya, pertanyaan itu hanya bisa dijawab oleh Pak Harto."Amran Nasution, Rustam F. Mandayun
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini