Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Gudang bisnis

Jaringan toko yang lebih banyak lebih kuat posisinya dibanding jaringan kecil. jaringan wholesale club menjadi gaya baru perdagangan eceran di as. hanya melayani pedagang grosir. mirip gudang.

2 Februari 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

VONS adalah sebuah jaringan pasar swalayan yang terbesar di California. Ia menguasai 26% sektor industri pasar swalayan di negara bagian ini. Pada 1988, Vons mengambil alih seluruh jaringan pasar swalayan Safeway di California Selatan. Pada saat itu nilai sahamnya cuma US$ 7,87 sebuah. Sarah Stack, seorang konsultan keuangan di Los Angeles, pada waktu itu menganjurkan masyarakat membeli saham Vons. Padahal, pengambilalihan Safeway jelas menyerap uang tunai dalam jumlah yang sangat besar. Bahkan 80% modal perusahaan tiba-tiba menjadi utang. Alasan Sarah: chains with large share usually prosper at the expense of smaller players. Teori Sarah itu ternyata banyak benarnya. Tahun 1990 yang lalu arus kas Vons meningkat 64% dibanding 1988 sehingga ia mampu menebus kembali sebagian utangnya sejumlah US$ 60 juta. Nilai saham Vons pun meroket ke tingkat US$ 21,50. Mengapa jaringan toko yang berjumlah banyak lebih kuat posisinya dibanding jaringan kecil? Salah satu penyebabnya adalah bahwa jaringan besar punya bargaining position yang lebih baik dalam melakukan pembelian. Sebuah jaringan yang terdiri atas 10 toko mungkin hanya bisa menyerap satu ton udang seminggu yang dibelinya dengan harga Rp 20.000 per kilo. Sebuah jaringan yang mengoperasikan 100 toko bisa membeli sepuluh ton udang seminggu dengan harga Rp 18.000 per kilo. Selisih yang Rp 1.000 mungkin dikantungi sebagai laba dan Rp 1.000 yang lain untuk potongan harga bagi konsumen. Pembeli tentu akan kembali ke toko yang menjual udang lebih murah. Tetapi, dalam gigitan situasi ekonomi yang semakin dalam, jaringan pasar swalayan seperti Vons itu menghadapi pesaing tangguh, yakni wholesale club. Ia bisa membeli dengan jumlah lebih besar dan harga lebih murah. Ia kemudian menjualnya dengan harga sangat rendah. Robert Price, Direktur Utama Price Club Amerika Serikat, berkata begini, "Sekalipun ekonomi AS hanya akan tumbuh 0,2% (hanya sebuah angka perandaian) tahun ini, Price Club tidak hanya akan bertahan, tetapi justru bertumbuh." Price Club adalah salah satu jaringan wholesale club yang sedang menjadi gaya baru perdagangan eceran di Amerika Serikat. Disebut wholesale club karena secara resmi jaringan toko-toko ini hanya melayani para wholesalers, pedagang grosir. Aturan ini perlu agar secara hukum ia tak bersaing langsung dengan pedagang eceran. Namun, pada prakteknya, cukup banyak perseorangan yang bisa memenuhi syarat menjadi wholesaler sebagai anggota. Iurannya US$ 25 setahun. Barang-barang yang dijual pun dikemas dalam bulk pack atau value pack. Kita tak bisa membeli toilet paper hanya segulung, tetapi sekaligus dalam kemasan besar berisi 24 gulung. Harga barang di wholesale club bertaut sekitar 20-50% di bawah toko eceran dan pasar swalayan. Tentu saja, barang dan merek tak selengkap di pasar swalayan. Wholesale club sering pula disebut dengan istilah warehouse club karena penampilannya mirip gudang. Lantainya semen telanjang. Barang-barang hanya ditumpuk di atas palet dan rak-rak besi. Pelayanan hanya seperlunya, antrean di kasir sering panjang. Namun, apalah artinya ketidaknyamanan seperti itu bila untuk sekali belanja mingguan orang bisa menghemat lebih dan US$ 50? Lambannya perputaran ekonomi seperti yang sedang terjadi di Amerika Serikat saat ini justru memperbesar peluang pertumbuhan wholesale club chains. Price Savers, sebuah wholesale club dengan 27 outlet, akhir tahun lalu dibeli oleh K-Mart untuk digabungkan dengan Pace, sebuah wholesale club chain yang telah lebih dahulu dimilikinya. Wal-Mart, pemain utama perdagangan eceran di Amerika Serikat, November lalu juga membeli The Wholesale Club untuk digabungkan dengan Sam's Club yang telah dipunyainya. Pertumbuhan bisnis wholesale club di Amerika Serikat pada 1991 ini diperkirakan tak akan kurang dari 20%. Memang. Dalam masa susah, konsumen tak berhenti makan. Mereka hanya pindah tempat belanja. Ke Pasar Pagi, misalnya. Bondan Winarno

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus