Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tanpa bukti kepemilikan, situ yang terbentuk secara alami tak dicatatkan sebagai aset negara.
Kajian tim KPK menemukan 117 situ di Jawa Barat dan Banten menyusut, bahkan lenyap.
Untuk menghentikan laju kepunahan situ, RUU Pengelolaan Kekayaan Negara perlu segera disahkan.
SITU, bagian dari ekosistem air tawar, sering kali luput dari perhatian. Perairan lentik ini tidak pernah tercatat sebagai aset negara karena terbentuk secara alami, tanpa bukti kepemilikan resmi. Akibatnya, banyak situ tak terawat, mengalami sedimentasi, dan berubah menjadi daratan. Setelah itu, alih fungsi menjadi permukiman, kebun, empang, hingga tempat pembuangan sampah seolah-olah tak terhindarkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari 686 situ dan danau di Indonesia, hampir sepertiganya berada di Jawa Barat dan Banten. Sayangnya, data Tim Nasional Pencegahan Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi menunjukkan 117 situ di wilayah ini telah menyusut, bahkan hilang. Dari 30 situ yang dikaji, banyak areanya telah beralih menjadi hak milik. Kerugian negara pun segera terbilang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus Situ Pasir Putih di Depok, Jawa Barat, adalah contoh nyata. Dari luas awal 8 hektare, situ ini kini hanya menyisakan saluran air selebar jalan. Sisanya berubah menjadi permukiman dan tanah kosong. Situ Krukut, yang berdekatan, mengalami nasib serupa. Sebagian area bekas situ itu telah menjadi perumahan, pabrik, dan ruas jalan tol.
Hilangnya situ tak melulu berdampak pada lingkungan. Ada juga yang memicu konflik agraria. Di Situ Rompong, Tangerang Selatan, Banten, misalnya, 23 warga yang berdagang selama lebih dari 25 tahun dilaporkan atas tuduhan menyerobot tanah. Situ Sarkanjut di Garut, Jawa Barat, menghadapi masalah serupa setelah fasilitas umum seperti sekolah dan kantor desa berdiri di atas lahan situ.
Lebih parah lagi, hilangnya situ yang berfungsi sebagai zona resapan dan pengendali banjir rawan berujung bencana. Peristiwa banjir Jakarta pada 1 Januari 2020 menjadi peringatan pahit. Hujan lebat memicu banjir di lima wilayah kota, menelan sembilan korban jiwa, dan memaksa lebih dari 31 ribu orang mengungsi. Seusai kejadian, Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane mengungkapkan bahwa 15 situ di sekitar Jakarta telah hilang.
Upaya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memulihkan situ melalui penerapan sempadan layak diapresiasi. Sempadan, yang mencakup area pelindung sejauh 50 meter dari tepi situ, terbukti efektif menyelamatkan kapasitas tampung air. Pengalaman serupa pada delapan danau prioritas nasional menunjukkan keberhasilan langkah ini.
Untuk mengisi kekosongan hukum dalam pengelolaan kekayaan alam seperti situ, Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Kekayaan Negara perlu segera disahkan. Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat hendaknya menjadikan RUU tersebut prioritas dalam Program Legislasi Nasional 2024-2029.
Namun penyelamatan situ tak bisa parsial. Pendekatan komprehensif lintas administrasi dan kementerian sangat diperlukan. Pendataan akurat dan analisis mendalam mesti menjadi dasar kebijakan, termasuk untuk mengalihkan lahan bekas situ menjadi aset negara. Adapun bagi warga yang telanjur memegang sertifikat tanah di area situ, pemerintah perlu menyediakan skema ganti untung yang adil.
Melindungi situ berarti melindungi kehidupan. Jika situ terus dibiarkan punah, ancaman bencana ekologi dan kerugian negara akan makin besar.