Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Ilusi Jokowi, Beban Prabowo

Tak ada untungnya bagi Prabowo Subianto menyokong ugal-ugalan Jokowi merusak demokrasi. Beban berat pemerintahannya.

25 Agustus 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KERUSAKAN yang diciptakan Presiden Joko Widodo di akhir masa kekuasaannya akan menjadi beban bagi pemerintahan baru Prabowo Subianto. Jokowi tak hanya meninggalkan gunungan utang, proyek mercusuar yang membebani anggaran, juga kerusakan sistem hukum dan politik akibat ugal-ugalan mengangkangi hukum dan sistem demokrasi. Maka sungguh aneh jika Prabowo menjadi penyokong siasat Jokowi yang akan merepotkannya kelak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Motor pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang hendak menjegal putusan Mahkamah Konstitusi adalah politikus Partai Gerindra, partai yang dipimpin Prabowo. Ketua Harian Gerindra dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Sufmi Dasco Ahmad, bahu-membahu dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Supratman Andi Agtas memaksakan pembahasan RUU Pilkada untuk menganulir putusan MK.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Badan Legislasi DPR bersidang sehari setelah Mahkamah Konstitusi mengesahkan putusan Nomor 60/PUU-XXI/2024 pada Rabu, 21 Agustus 2024. Putusan MK menganulir syarat partai memperoleh 25 persen suara sah dalam pemilihan umum untuk bisa mengajukan calon kepala daerah. Ketentuan lain, Nomor 70/PUU-XXII/2024, memastikan batas usia calon kepala daerah adalah 30 tahun saat pencalonan, bukan saat penetapan seperti sebelumnya diputuskan Mahkamah Agung.

Dua perubahan ketentuan dalam UU Pilkada ini memungkinkan pemilihan kepala daerah lebih demokratis. Partai-partai tak bisa membangun koalisi besar untuk mengusung calon kepala daerah sehingga memungkinkan publik punya banyak pilihan. Dengan begitu, putusan MK yang progresif ini membuyarkan skenario Koalisi Indonesia Maju—kumpulan partai yang dipaksa melayani Jokowi—menang mudah dalam pilkada serentak di 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota.

Ketentuan usia minimal saat penetapan calon kepala daerah juga mengganjal hasrat Jokowi memajukan anaknya, Kaesang Pangarep, menjadi kandidat dalam pilkada. Kaesang berusia 30 pada 25 Desember 2024, sementara pilkada serentak digelar pada 27 November 2024. Putusan MK itu bisa mencegah politik dinasti Jokowi meruyak hingga daerah setelah ia sukses mengantarkan anaknya yang lain, Gibran Rakabuming Raka, menjadi wakil presiden.

Alih-alih mendukung putusan MK, Prabowo Subianto membiarkan anak buahnya di Gerindra menjadi tangan Jokowi merusak demokrasi. Demonstrasi besar di banyak daerah pada 22 Agustus 2024 berhasil menggagalkan pengesahan Undang-Undang Pilkada baru itu, meski upaya politikus mengakalinya belum tertutup. Komisi Pemilihan Umum Jakarta membuat pengumuman dan aturan yang mengacu putusan MK: usia calon kepala daerah minimal 30 tahun dan 7,5 persen ambang batas suara sah partai mengajukan calon gubenur.

Secara politik, tak ada untungnya bagi Prabowo membiarkan bahkan menyokong hasrat Jokowi menganulir putusan MK itu. Keuntungan kecil bagi Prabowo, jikapun ada, adalah terjegalnya tokoh populer yang bisa mengganjalnya menjadi presiden untuk periode kedua pada pemilihan presiden 2029.

Katakanlah PDI Perjuangan mencalonkan Anies Baswedan menjadi kandidat kepala daerah Jakarta. Mantan Gubernur Jakarta itu memang pesaing terberat Prabowo dalam pemilihan presiden tahun ini. Ketentuan sebelum putusan MK memastikan PDIP tak bisa mengusung calon kepala daerah sendiri. Dengan begitu, Anies bisa disingkirkan sejak awal. Namun Ridwan Kamil, yang sudah dicalonkan menjadi Gubernur Jakarta oleh Koalisi Indonesia Maju, bukan tak mungkin jadi pesaing Prabowo pada 2029.

Lagi pula, menentang kehendak publik terus-menerus akan membuat pemerintahan Prabowo tak efektif. Ia harus meredamnya dengan tangan besi, yang terbukti membuat mantan mertuanya, Presiden Soeharto, tumbang pada 1998. Membuat Indonesia tak demokratis juga bisa menggagalkan cita-cita Prabowo menjadikan Indonesia “macan Asia”. Sebab, otoritarianisme selalu menjadi penghambat kemajuan dan pertumbuhan ekonomi.

Maka tak ada pilihan bagi Prabowo selain menyetop ilusi Jokowi melanggengkan kekuasaan melalui dinasti dan perusakan hukum demi tetap relevan dalam kekuasaan setelah tak menjadi presiden. Saatnya Prabowo, sebagai ketua partai terbesar ketiga dan presiden terpilih, menjadikan Jokowi tak lagi relevan demi meringankan beban pemerintahannya yang dimulai pada 20 Oktober 2024.

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus