Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Terima Kasih Jokowi dan Ma’ruf Amin

Jika ada kesengajaan untuk tidak mencantumkan nama Ma’ruf Amin, ini pun soal receh. Ada kesombongan besar di balik baliho itu.

20 Oktober 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARI ini hari beristirahat untuk keluarga, bebas dari kerja di kantor bagi pegawai negeri dan swasta pada umumnya. Hari libur. Tapi khusus kali ini, perhatian kita tak bisa dilepaskan dari peristiwa penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hari pergantian kekuasaan. Presiden dan wakil presiden berganti hari ini di hadapan sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat. Sidang yang harus berlangsung di ibu kota negara sebagaimana petunjuk dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dan ibu kota negara kita adalah Jakarta, abaikan jika ada yang menyebut nama lain sebagai ibu kota negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prabowo Subianto hari ini dilantik sebagai presiden ke-8. Wakilnya adalah Gibran Rakabuming Raka, yang kalau dirunut dalam jabatan yang sama, menjadi wakil presiden ke-14. Prabowo menggantikan Joko Widodo dan Gibran menggantikan Ma’ruf Amin. Selamat untuk mereka yang dilantik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mari ucapkan terima kasih kepada Jokowi dan Ma’ruf Amin. Suka atau tidak, senang atau tidak dengan kepemimpinannya, Jokowi dan Ma’ruf Amin layak diberi ucapan terima kasih karena keduanya mau berhenti sesuai dengan konstitusi. Bahwa ada banyak baliho yang bertulisan “Terima kasih Jokowi” tanpa menyebutkan Ma’ruf Amin, anggaplah itu sebuah kekhilafan semata. Jika ada kesengajaan untuk tidak mencantumkan nama Ma’ruf Amin, ini pun soal receh. Ada kesombongan besar di balik baliho itu, seolah-olah Ma’ruf Amin hanya menjabat wakil presiden sebagai pelengkap dan sama sekali tiada guna. Lalu boleh dilupakan. Kita percaya Ma’ruf Amin, yang seorang ulama senior, sudah selesai dengan kehidupan puja-puji. Sekali lagi, pastilah urusan kelupaan terima kasih itu soal kecil. Meski biaya untuk hal receh ini menghabiskan miliaran rupiah dan itu diambil dari anggaran negara.

Baliho dan spanduk “Terima kasih Jokowi” yang bertebaran dan seragam hampir di semua daerah memang ada variannya. Misalnya, ada pelengkap narasi “Selamat Bekerja Prabowo-Gibran” seraya ada tiga wajah besar: Jokowi, Prabowo, dan Gibran. Rupanya penyebutan Gibran tak boleh dilupakan. Ada satu-dua varian lain, misalnya tambahan kata: “Guru Bangsa” setelah “Terima kasih Jokowi”. Siapa yang dimaksudkan sebagai guru bangsa? Tak usahlah terlalu dipikirkan karena, ketika hari Minggu berganti Senin, semua baliho dan spanduk itu akan berangsur-angsur menjadi sampah.

Ada pepatah berbunyi: harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading. Artinya, ketiadaan seseorang akan selalu dikenang dari hasil karyanya. Apakah cuma “belang” yang nilainya tak seberapa dibanding “gading” yang mahal, itu bergantung pada banyak faktor siapa yang menilai. Apakah Jokowi yang akan meninggalkan jabatan presiden ini meninggalkan “belang” atau “gading”, juga bergantung pada selera setiap orang. Jokowi dianggap berhasil membangun infrastruktur, ratusan kilometer jalan tol, serta puluhan bendungan dan bandar udara. Orang bertepuk tangan dan perlu berterima kasih untuk itu.

Tapi ada yang menilai bukankah itu memang tugas sebagai kepala pemerintahan, yakni membangun infrastruktur? Lagi pula, bukan “berhasil membangun” yang harus dinilai, melainkan apa tujuan akhir pembangunan itu. Apakah jalan itu meningkatkan usaha masyarakat bawah sehingga penduduk makin sejahtera? Apakah bendungan itu berhasil mengairi jutaan hektare sawah baru sehingga kita tak lagi mengimpor beras? Apakah bandara di Kertajati, Banjarnegara, Jember, Sumenep, Banyuwangi, dan banyak lagi sudah berfungsi dengan baik?

Prabowo sebagai presiden yang baru (lupakan Gibran seperti halnya Jokowi melupakan Ma’ruf Amin) boleh saja berguru kepada Jokowi. Guru dalam pengertian budaya masa lalu adalah akronim dari gugu dan tiru. Orang yang kita jadikan sesuluh. Ditiru hal-hal baik darinya dan jangan ditiru hal-hal yang tak baik. Cara Jokowi merusak demokrasi, mengacak-acak hukum, dan mengakali konstitusi untuk kepentingan keluarganya, janganlah ditiru. Prabowo pasti akan merasakan beban bagaimana selama lima tahun ini didampingi Gibran, wakil presiden yang lahir dari cacat konstitusi itu. Berat memang kerja Prabowo, tapi mari ucapkan selamat bekerja dan berharap yang dilanjutkan dari pendahulunya hanyalah teladan yang baik.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus