SYUMAN Djaya yang mulai. Dia bilang borjuasi kita ini kelas
kelontong. Tak melahirkan industri, ilmu pengetahuan atas
tcknologi seperti borjuasi Eropa. Asalnya saja dari borjuasi
kelas bawah. Maka yang dihasilkan betul-betul kerdil.
Itu dilontarkannya dalam wawuncara dengan Prisma. Tetapi
barangkali bukan hanya bQrjuasinya yang.kelontong. Mungkin juga
birokrasinya. Kaum intelektuilnya. Senimannya. Atau malahan
kebudayaannya sama sekali.
***
Prinsip kelontong adalah untung besar hari ini. Barang ù dagangan
ditawarkan tinggi-tinggi, siapa tahu pembelinya blo'on. Kan bisa
dapat untung besar. Perkara besok lusa dia tak ken-bali, itu
soal lain. Toh ada saja orang beli. Buat apa cape-cape pelihara
langganan.
Kata orang bisnis, itu namanya hit and run. Keruk sekarang,
urusan kemudian. Ini berlaku juga dalarm urusan kredit,
misalnya. Ajukan saja permohonam Perkara financial statement,
feasibility study, atur saja sama konsultan. Angka-angkanya,
tiga kalikan harga pasar. Soal jaminan, kuburan pun jadilah.
Perkara nanti bisa bayar atau tidak, itu soal lain. Kalau mau
disita juga kan tak lebih dari sehelai kertas. Kosong lagi.
Supaya aman, loncatlah dari satu bisnis ke bisnis lain. Kalau
dana ada, maunya sih dikuasai semua. Yang borongan proyek lah.
Yang antar makanan lah (sebut saja catering), utangan bis mini,
patungan hotel, atau spekulasi kacang di bursa. Penginnya sih
bikin conglomerate. Adapun kalau nantinya morat-marit, itu sih
bagaimana nasib saja.
***
Birokrat kelontong seperti pedagang kelontong. Obyeknya bikin
proyek. Mulai dari usulan proyek. Angkanya, ditinggikan
secukupnya. Ini untuk memberi margin yang bisa dibawa pulang.
Atau bagi-bagilah sama handai taulan. Siapa tahu nyantol juga.
Kan namanya usaha.
Usaha beginian mencapai boom menjelang akhir anggaran. Supaya
tidak hangus, bikin saja kegiatan. Seminar kek, diskusi kek.
Raker, muker, atau apalah. Pokoknya anggaran habis. Baru hebat.
Itu namanya bevoegd mengelola uang.
Tak jadi soal. kalau untuk satu jenis proyek beberapa departemen
bertemu sekaligus. Ini kan namannya koordinasi antar-departemen.
Jadi ya bisa saja ada 20 proyek dari 10 departemen di satu
desa. Kan rakyat juga yang untung.
***
Sekarang musimnya seminar. Nah sedia saja dengan paper. Tentang
perkotaan sebiji. Tentang agama barang sepuluh halaman. Lima
lembar untuk pasar uang dan modal. Yang perlu kan pokok-pokok
fikiran. Lagipula semua kesalahan toh bisa dimaafkan, asal di
ujung kanan ditulis: Draf. Not for publication. Kan
begitu-begitu ada honorariumnya.
Kalau masih kelas bawah, jadi hanya bisa jadi peserta, siap-siap
saja dengan pertanyaan yang aneh-aneh. Jangan lupa
istilah-istilah asing yang siap pakai. Political will. misalnya.
Atau "dilemma" dan "kultur" yang kini lagi laku. Jangan lupa
tanyakan tentang informal sector, atau sedikit menyunggung
multinational corporation. Lebih hebat lagi kalau hafal
angka-angka indikator. Bisa dipastikan hadirin akan
manggut-manggut Atau malahan dapat tepukan di bahu dari orang
penting. Artinya, sahlah sudah sebutan "intelektuil masa kini."
Tunggu saja undangan seminar lagi.
Kaidah ini bisa dipakai juga buat peneliti. Asal tahu sekedar
metodologi, cukuplah. Prosesnya sama saja. Bikin disain. Sebar
questionair. Tabulasi, analisa, laporan. Akan materinya, itu
tergantung maunya pemesan. Tentang pendidikan, boleh. Agama,
bisa. Pemasaran, gampang. Angka kemiskinan, apa susahnya.
Soalnya, tak perlu tahu satu hal sampai mendalam.
Sedikit-sedikit asal komplit. Namanya juga kelontong.
***
Penulis kelontong menulis sepotong-sepotong. Tapi bidangnya, wah
luas sekali. Dari filologi sampai astrologi sampai trilogi.
Politik, ekonomi, kultur - ah, itu bisa dibikin saban hari.
Soalnya, tak baik menulis tentang satu soal berdalam-dalam. Itu
justru menjemukan. Sedikit-sedikit asal komplit. Namanya juga
kelontong.
***
Tak usah kecil hati kalau anda termasuk yang disebut kelontong.
Sebab usia anda akan panjang. Pemusatan, pencaplokan atau
penggabungan hanya akan menimpa yang besar-besar atau sedang.
Yang pengecer dan kelontong akan selamat. Bukankah menurut
Rendra mastodon-mastodon saja yang akan saling gempur?
Maka, panjang umurlah kelontong kita.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini