Habis ditelan belantara habis ditelan belantara

KERAP orang bicara perkara pentingnya mempertahankan warisan nenek-moyang. Malah di Riau, orang getol mengabadikan nama-nama yang dipandang berkaitan dengan masa lampau. Gedung DPRD diberi nama Lancang Kuning. Gedung Kesenian dijuluki Dang Merdu, dsb. Berbarengan dengan itu, sebuah Khazanah kebudayaan justru ambruk dan lesap ditelan bumi. Padahal lebih dua tahun silam pernah diselenggarakan sebuah seminar, yang satu di antara kesimpulannya adalah: mengakui Raja Ali Haji (terkenal sebagai penggubah Gurindan XII) sebagai tokoh Pembina & Pengembang Bahasa Melayu Riau -- yang merupakan Bahan baku Bahasa Indonesia. Maka diangankan untuk membangun Monumen Raja Ali Haji itu, yang hingga hari ini rupanya masih tinggal angan-angan. Bahkan namanya tak pernah masuk daftar untuk diabadikan sebagai nama jalan sekalipun. Ironi itu bisa pula disaksikan dari terlantarnya permukiman almarhum: Pulau Penyengat, di seberang kota Tanjung Pinang. Bangunan yang tersisa kini sudah sulit dikenal, yaitu berupa istana pusat pemerintahan Kerajaan Melayu Riau (1772-1911). Jalan menuju musnahnya srsitektur zaman dulu ini nampak banyak juga dibantu oleh tangan-tangan jahil yang menggerogoti tembok bangunan.