HERMAN Josef Gadi Djou, Bupati Ende, bulan lalu sekali lagi
membuat kejutan di bekas ibukota Flores itu. Yaitu dengan
mempeti-eskan gaji dan beras subsidi bagi 194 guru swasta di
daerahnya sejak 1 Juni lalu. Penguatnya adalah teleks Gubernur
NTT, Brigjen El Tari, atasannya langsung. Alasannya: NIP dan
Karpeg 194. guru SD Katolik yang bernaung di bawah Yayasan Umat
Katolik Ende-Lio (Yasukel) itu toh telah dicabut oleh BAKN.
Sehingga dia mungkin tak merasa berkewajiban lagi mengganjel
periuk nasi guru swasta tersebut, padahal perjanjian kerjasama
dan subsidi antarapemerintah daerah dan Yasukel belum resmi
diputus.
Namun pimpinan Yasukel tak tinggal diam. Dulu mereka jugalah
yang mendesak pembatalan Nomor Induk Pegawai dan Kartu Pegawai
bagi 194 gurunya itu, karena bertentangan dengan Keppres No.27/
1973. Makanya dengan membonceng operasi Menpan Sumarlin yang
sedang memerangi penyunatan gaji guru SD Negeri di Jawa Barat.
Sekretaris Uskup Ende Dr Alo Pendito yang juga pengurus Yasukel
terbang ke Jakarta. Hanya dua minggu masalabnya digarap di
kantor Sumarlin. Rabu, 2O Juli lalu keluar perintah Menpan
Sumarlin pada Gubernur El Tari dan Bupati Gadi Djou agar segera
mencairkan kembali gaji dan beras bagi 194 guru swasta
bersubsidi itu. Keesokan harinya, perintah Sumarlin itu segera
diteleks ke Kupang dan Ende oleh Asisten Menpan, Brigjen Mufti
(TEMPO, 30 Juli)
SK Buputi yang keluar sebulan setelah Pemilu 1977, ditafsirkan
orang di Ende sebugai tindakan balas-dendam terhadap
pendukung-pendukung PDI. Maklumlah, basis PDI terutama adalah
sekolah di biara-biara Kutolik. Lagipula, pembatalan NIP dan
Karpeg ke-194 guru Yasukel itu sudah keluar Januari lalu. Sedang
bulan berikutnya, Brigjen Manihuruk masih wanti-wanti agar gaji
dan beras mereka tetap disalurkan seperti biasanya. Jadi mengapa
baru bulan Juni gaji + beras mereka dihentikan?
Namun kalau tindakan Gadi Djou itu betul diarahkan untuk lebih
melemahkan PDI, agak menggelikan. Sebab sebelumnya biara
bruderan SVD di Ende sudah menjadi sasaran penggarapan Golkar.
Yakni dengan pencalonan Kepala Biara. Pastor Robert Rewu SVD
menjadi anggota DPR-RI (TEMPO 28 Mei). Padahal menurut Dr Alo
Pendito "dispensasi Uskup Ende pada mulanya hanya diberikan
pada Robert Rewu untuk menjadi anggota DPRD Dati II Ende.
Supaya tugasnya sebagai Kepala Biara di Ende tak terlantar."
Izin Pesta
Maka orang pun mulai mengungkit kembali latar-belakang Gadi Djou
sebelum jadi Bupati Ende. Alkisah, ketika menjadi Direksi PD
Perdagangan milik Pemda NTT di Kupang, drs. Gadi Djou tak dapat
mempertanggungjawabkan Rp 49 juta uang kas PD itu. Hal itu bukan
info murahan, sebab dingkapkan sendiri oleh ketua DPRD NTT, Jan
Kiapoli dalam suratnya pada Gubernur NTT, tertanggal 30
September 1968. Jan Kiapoli yang tetap dipilih menjadi ketua
DPRD setelah Pemilu 1971 waktu itu mendesak Gubernur untuk
menindak Gadi Djou. Tapi nyatanya penyelewengan itu tak diusut.
Malah El Tari mengorbitkan Gadi Djou menjadi Bupati Ende.
Dengan latar-belakang yang demikian, tampaknya sukar bagi Gadi
Djou memperoleh dukungan rakyat Ende. Ketika awal 1975 dia
menganjurkan rakyatnya memberantas judi, belis (mas kawin) dan
pesta adat yang merugikan, orang-orang Ende menanggapinya dengan
apatis. Tukas seorang cendekiawan asal Ende-Lio pada TEMPO:
"Bagaimana Gadi Djou mau melarang rakyat mengadakan pesta adat
yang menghambur-hamburkan uang, kalau dia sendiri suka bikin
pesta yang tak tanggung-tanggung? Kalau El Tari bikin pesta di
Kupang. Gadi Djou pasti bikin pesta yang lebih meriah lagi di
Ende." SK Bupati tanggal 1 Maret 1976 bahwa pesta adat dan
pesta agama harus mendapatkan izin Camat, juga terbentur pada
problim praktis. Sebab "orang harus berjalan kaki sampai puluhan
kilometer" untuk mendapatkan izin itu tulis Leo Badjo BA,
seorang pembaca majalah dwi-pekan Dian, 10 Juni 1976.
Akhir tahun lalu, Gadi Djou masih sempat membuat kejutan bagi
umat Islam di Ende. Berdasarkan surat kawat pula, Kepala Seksi
Pendidikan Agama Islam KUA Ende, tiba-tiba diserahterimakan pada
seorang pejabat yang beragama Katolik. Ini bertentangan dengan
struktur Departemen Agama sendiri (Dian, 24 Januari). Mungkin
akibat seretetan tindakan yang mengurangi popularitas sang
bupati sendiri, kabarnya Uskup Agung Ende Mgr. Donatus Djagom
SVD diam-diam sudah melayangkan sepucuk surat rahasia pada
Menpan Sumarlin mendesak supaya Gadi Djou cepat diganti. Tapi
apakah urusan ini pun harus ditangani oleh Dr J.B. Sumarlin
sendiri, atau cukup Mendagri Amirmachmud atau Mayjen Manihuruk,
belum diketahu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini