Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahasa

Bagaimana Menentukan Kematian Tak Wajar

Istilah kematian wajar atau kematian tidak wajar bersifat abu-abu. Tidak ada standar internasional dalam kedokteran forensik.

4 Agustus 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APAKAH bisa kita menyebut suatu kematian itu wajar atau tidak? Kematian wajar atau kematian tidak wajar adalah frasa di bidang kedokteran forensik yang mendapat popularitas melalui sistem peradilan pidana. Frasa itu digunakan sebagai ungkapan kecurigaan dokter forensik terhadap kondisi tubuh jenazah dan menjadi dasar untuk melakukan autopsi luar dan dalam. Berkas hasil autopsi atau visum et repertum dapat menjadi dasar untuk mengetahui cara suatu kematian benar-benar tidak wajar atau wajar sehingga penyelidikan dapat diputuskan untuk dilanjutkan atau dihentikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut definisi normatif Godwin (2005), kematian tidak wajar adalah kematian yang bukan merupakan akibat langsung dan menyeluruh dari suatu penyakit alami yang diakui secara medis (faktor eksternal), seperti pembunuhan, bunuh diri, dan kecelakaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sementara itu, kematian wajar adalah kematian yang merupakan akibat langsung dari perkembangan proses penyakit alami yang diakui secara medis (faktor internal), seperti penyakit kronis dan penuaan (usia di atas 80 tahun). Merriam-Webster Dictionary menyebutnya sebagai natural cause dan unnatural cause. Black’s Law Dictionary hanya merekam natural death, tapi menyebut pula accidental death, immediate death, instantaneous death, dan violent death yang semedan makna dengan unnatural death. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 38 Tahun 2022 tentang Pelayanan Kedokteran untuk Kepentingan Hukum menyebut kematian tidak wajar tanpa mendefinisikannya.

Orang acap kali mengasosiasikan kematian tidak wajar dengan peristiwa pidana dan sebaliknya untuk kematian wajar. Padahal kecelakaan lalu lintas tunggal (kelalaian hanya dilakukan korban kecelakaan) dan bunuh diri (tanpa dibantu atau dihasut orang lain), misalnya, merupakan kematian tidak wajar yang bukan peristiwa pidana. Keracunan, overdosis, dan tenggelam termasuk kematian tidak wajar yang dapat dicurigai sebagai peristiwa pidana. Adapun kematian akibat penusukan atau malpraktik pastilah tindak pidana. Dengan demikian, tidak semua kematian tidak wajar merupakan peristiwa pidana.

Harris (2017) menyatakan bahwa kematian (tidak) wajar tidak distandardisasi secara internasional. International Classification of Diseases and Related Health Problems merupakan panduan bagi dokter forensik dalam menentukan sebab kematian (cause of death). Namun dokumen tersebut tidak mendefinisikan ketidakwajaran cara kematian (manner of death).

Kajian Woudenberg-van den Broek dkk, yang dipublikasikan di jurnal Philosophy, Ethics, and Humanities in Medicine pada 2022, membandingkan pengelompokan beberapa jenis kematian dengan cara dan penyebab yang sama di Belanda, Belgia, Inggris, Wales, dan Jerman. Negara-negara itu ternyata mengelompokkannya secara berbeda. Kajian tersebut menyimpulkan bahwa konsep kematian (tidak) wajar dalam yurisdiksi medis berada pada wilayah abu-abu.

Kematian (tidak) wajar menyisakan celah perdebatan semantik mengenai realitas yang dirujuknya. Bagaimana kita menafsirkan kematian karena kanker paru-paru pada seseorang yang mengisap rokok seumur hidup dan kematian karena gangguan pernapasan pada seseorang yang tinggal di wilayah pertambangan? Asap rokok dan polusi tambang jelas merupakan faktor eksternal. Namun, pada umumnya, kematian semacam itu dikategorikan sebagai kematian wajar karena terjadi secara internal. Adapun kematian karena dicotok ular dapat kita anggap wajar, tapi tidak secara medikolegal.

Secara konotatif, istilah kematian alami (natural death) dan nonalami (unnatural death) dianggap lebih obyektif. Dalam istilah itu, rentang waktu antara “kejadian yang menyebabkan kematian” dan “kematian” menjadi unsur utama penentu cara kematian karena terjadi proses penurunan metabolisme secara alamiah. Sementara itu, konotasi pada kematian (tidak) wajar lebih subyektif karena tidak ada satu pun kematian yang pantas dianggap wajar. Alami dan wajar berbeda secara konseptual dan mempersamakan keduanya adalah kekeliruan.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Kematian Tak Wajar"

Ahmad Hamidi

Ahmad Hamidi

Alumnus Ilmu Linguistik Universitas Indonesia

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus