Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PROSES perpanjangan masa kontrak dan pengalihan pemegang saham Blok West Madura amat mencurigakan dan layak diselidiki aparat hukum. Hanya dua bulan sebelum masa kontrak blok itu berakhir pada 6 Mei pekan ini, dua pemegang saham minoritasnya, yaitu Kodeco dan CNOOC, telah menyerahkan sebagian saham mereka kepada dua perusahaan lokal yang tak memiliki rekam jejak di industri minyak dan gas.
Biasanya pengalihan saham di sumur minyak dan gas bumi dilakukan sekurang-kurangnya tiga tahun sebelum masa kontrak berakhir. Dengan begitu, investor baru masih punya waktu mengembalikan modal dan memetik keuntungan.
Beredar desas-desus bahwa pemilik kedua perusahaan itu punya hubungan dekat dengan pejabat di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta di Badan Pengelola Minyak dan Gas. Kedua perusahaan abal-abal itu seakan sudah tahu kontrak Blok West Madura akan diperpanjang.
Kenyataannya, beredar surat kesimpulan rapat tanggal 13 April 2011 di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang mengisyaratkan kontrak blok itu memang akan diperpanjang. Pertamina, Kodeco, dan CNOOC tetap menjadi pemegang saham, ditambah dua muka baru: PT Sinergindo Citra Harapan dan Pure Link Investment Ltd. Kodeco tetap menjadi operator blok sampai 31 Desember 2013, selanjutnya diserahkan kepada Pertamina.
Sebelum itu, Kepala BP Migas Priyono telah menerbitkan surat yang meminta Pertamina menyetujui pengukuhan pengalihan saham di blok itu. Di sana tertulis pemegang saham berubah menjadi Pertamina (50 persen), CNOOC (12,5 persen), Kodeco (12,5 persen), Sinergindo (12,5 persen), dan Pure Link (12,5 persen).
Masalahnya, sejak dua tahun lalu, Pertamina telah mengajukan permintaan memiliki 100 persen saham dan menjadi operator Blok West Madura. Perusahaan minyak dan gas nasional itu pantas diberi prioritas, apalagi sudah menyiapkan dana US$ 1 miliar untuk meningkatkan produksi minyak menjadi 40 ribu barel dan gas menjadi 200 juta metrik kaki kubik per hari pada 2015.
Saat ini Kodeco hanya mampu menyedot 14 ribu barel minyak dan 138 juta metrik kaki kubik gas per hari. Pertamina juga pernah mengeluh, di bawah Kodeco, selama 23 tahun Blok West Madura tak mendatangkan keuntungan. Baru tujuh tahun terakhir saja blok itu dapat memetik laba.
Komitmen Pertamina untuk meningkatkan produksi itu tak ditunjukkan Sinergindo dan Pure Link. Gelapnya nilai transaksi pengalihan saham yang mereka peroleh dari Kodeco dan CNOOC pun memunculkan keraguan: seberapa besar kemampuan keuangan kedua investor baru itu?
Kedua perusahaan itu ditengarai hanya pemburu rente yang memiliki beking politik. Mereka ingin ikut mereguk madu dari Blok West Madura yang telah memiliki kontrak pembelian dari sejumlah perusahaan di dalam negeri. PT PLN sudah meneken kontrak pembelian gas selama 11 tahun sejak 2002 senilai US$ 780 juta, Perusahaan Gas Negara berkomitmen membeli gas selama tujuh tahun sejak 2005, dan PT Petrokimia Gresik mengikat kontrak membeli gas selama tujuh tahun sejak 2006.
Bila pemerintah berkukuh mendahulukan kedua perusahaan gurem itu ketimbang Pertamina, jelas kepentingan nasional telah tercederai. Untuk transparansi dan mengorek apa yang sesungguhnya terjadi di Blok West Madura, sebaiknya aparat penegak hukum, baik dari Komisi Pemberantasan Korupsi, kepolisian, maupun kejaksaan, turun tangan. Mereka dapat memulai dengan mengusut proses perpanjangan kontrak serta pengalihan saham yang ganjil dan patut diduga sarat kolusi ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo