Mereka Mengambinghitamkan Kita OTTO SOEMARWOTO DALAM pemberitaannya tentang sidang IPCC di Jenewa, TEMPO 10 November 1990 memberi judul yang sangat memberi kesan bahwa Indonesia adalah pencemar ke-7 di dunia. Peringkat ini didasarkan pada laporan WMO (badan dunia untuk meteorologi). Peringkat tinggi yang diduduki oleh Indonesia dan negara berkembang lainnya disebabkan oleh deforestation, penggundulan hutan. Amerika Serikat menduduki peringkat kedua, setelah Brasil. Benarkah ini? Istilah deforestation telah menimbulkan banyak kerancuan. Istilah ini sebenarnya hanya berlaku jika hutan hilang, jadi bila hutan berubah menjadi padang alang-alang dan dikonversikan menjadi tata guna lahan nonhutan. Laporan luas deforestation di Indonesia bervariasi. Menurut Bank Dunia, 900 ribu ha/tahun, dan akhir-akhir ini naik menjadi 1 juta ha/tahun. Tidak jelas apa yang dimaksud dengan deforestation itu. Apakah dalam angka ini juga termasuk 3,5 juta ha hutan yang terbakar karena musim kemarau yang amat kering pada 1982/83? Hutan ini sebagian telah pulih lagi menjadi belukar. Jika dihitung berdasarkan laporan Production Yearbook FAO, yang juga memasukkan konversi hutan menjadi lahan pertanian dan peternakan, deforestation terbesar terdapat di tiga negara: Amerika Serikat, Australia, dan Brasil. Indonesia termasuk kecil. Di Eropa dan Amerika Utara terjadi deforestation karena hujan asam. Di Eropa, dalam tahun 1988, hutan yang kena hampir 50 juta ha, yaitu 1/3 luas hutan di Eropa. Angka ini kira-kira 40% luas hutan di Indonesia. Beribu hektare danau juga mati karena hujan asam. Jika dilihat dalam perspektif jangka panjang dari masa prapertanian sampai sekarang, deforestation kumulatif di daerah tropis ialah 50 juta ha dan di daerah nontropis 650 juta ha. Jadi, di nontropis 13 kali lebih besar. Jika biomassa (kayu, daun, akar) dibakar atau membusuk, C (karbon) yang terkandung di dalamnya lepas sebagai CO2. Demikian pula pembakaran bahan bakar fosil (BBF = minyak dan batu bara). Jika hutan dibakar, sebagian berubah menjadi arang. C dalam arang itu tidak lepas ke udara sebagai CO2. Demikian pula C dalam biomassa hidup yang tertinggal (pohon, belukar) di hutan dan yang ditanam kembali di permukiman. Pada pembalakan, C terakumulasi dalam kayu yang diolah menjadi barang awet yakni mebel, rumah, buku yang disimpan di perpustakaan, dan lain-lain barang awet. Jadi, C yang diemisikan ke udara adalah sisa C total dalam biomassa hutan yang mengalami deforestation dikurangi C dalam biomassa yang tidak terbakar, tidak membusuk dan yang tumbuh kembali, bukan C total dalam biomassa hutan yang mengalami deforestation. Dalam perspektif jangka panjang dan dengan asumsi semua C dalam hutan deforestation diemisikan ke udara, emisi kumulatif dari deforestation di daerah tropis ialah sekitar 70 milyar ton dan di nontropis hampir 1.000 milyar ton. Dalam angka nontropis, ini belum termasuk deforestation oleh hujan asam dan deforestation berdasarkan data Production Yearbook FAO. Emisi CO2 dari BBF sangat besar di negara maju. Kontribusi Amerika Serikat saja sekitar 23% dari seluruh CO2 dari pembakaran ini atau sekitar 17% dari seluruh CO2 yang diemisikan sedunia. Pencemar yang lain, klorofluorokarbon (CFC), merupakan salah satu gas rumah kaca yang sangat poten. Konsumsi Amerika Serikat sekitar 30% dari seluruh konsumsi sedunia. Jumlah konsumsi negara Barat dan Eropa Timur sekitar 85%. Konsumsi semua negara sedang berkembang hanya sekitar 15%. Gas rumah kaca lain yang penting ialah ozon, oksida N, dan metan. Ozon merupakan sebagian pencemaran udara karena pembakaran. Masih sangat sulit untuk menghitung jumlah ozon yang terbentuk sedunia dan kontribusi setiap negara. Karena pembakaran BBF banyak terjadi di negara maju, kontribusi mereka tentulah sangat berarti. N2O sedunia dari pembakaran biomassa ialah 0,02-0,2 juta ton/tahun, pupuk 0,01-2,2 juta ton/tahun, BBF 0,1-0,3 juta ton/tahun. Pembakaran biomassa, termasuk jerami dan limbah pertanian lain, terjadi baik di negara maju maupun negara sedang berkembang. Kontribusinya lebih kecil dari kontribusi pupuk BBF. Secara umum dapat dikatakan, penggunaan pupuk di negara maju lebih intensif daripada di negara sedang berkembang walaupun intensitas pemupukan di negara sedang berkembang juga meningkat. Sumber metan yang penting ialah rawa (100-200 juta ton/tahun), ternak (65-100 juta ton/tahun), sawah (25-170-juta ton/tahun), rayap (10-100 juta ton/tahun), BBF (40-100 juta ton/tahun), pembakaran biomassa (20-80 juta ton/tahun), dan tempat pembuangan sampah akhir (20-70 juta ton/tahun). Peternakan di negara maju juga sangat intensif. Jadi, benarkah dalam hal pencemaran Indonesia berada di peringkat ke-7? Berdasarkan data dan uraian tadi, kebenaran urutan peringkat menurut WMO tadi patut dipertanyakan. Hebat amat Amerika Serikat di bawah Brasil. Mengapa data Production Yearbook FAO dan deforestation oleh hujan asam tidak pernah dipakai dalam perhitungan pemanasan global? Mengapa pula data historis deforestation tidak pernah muncul? Jelaslah, data mereka bias dan bersifat mengambinghitamkan negara tropis. Mereka mengusulkan untuk menanam hutan berjuta hektare untuk menyerap kembali CO2 dari udara. Karena pertumbuhan di daerah tropis lebih besar daripada di daerah iklim sedang, mereka mengusulkan hutan itu ditanam di daerah tropis. Lho, kok enak banget! Hutan mereka telah berkurang dengan 20% dan di daerah tropis hanya 4%. Mereka telah menikmati hasil deforestation itu. Kalau mau adil, merekalah yang harus menambah luas hutan mereka, dan di daerah tropis masih boleh mengurangi hutannya untuk dikonversikan menjadi lahan pertanian atau permukiman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini