ANAK ahli musik di Pisa itu bernama Galileo. Pada umurnya yang
ke-17, yaitu di tahun 1581, ketika ia berada di katedral,
dilihatnya sebuah lampu gantung bergoyang. Diamatinya lampu itu.
Yang ditemukannya adalah ini: ayunan lampu itu selalu
berlangsung dalam waktu yang sama dari sisi ke sisi -- betapa
pun jauhnya jarak gerakan itu.
Kemudian, Galileo, putera Galilei, mengadakan eksperimen
berdasarkan dugaannya itu dan ia pun menemukan prinsip pendulum
yang bisa dipergunakan untuk pengaturan jam.
Tapi puncak riwayatnya bukanlah itu. Sebagai terbukti dari surat
yang ditulisnya 4 April 1597, sejak lama ia percaya tentang
satu hal yang waktu itu tidak boleh dipercaya: bahwa Kopernikus
benar. Bahwa bukan matahari yang mengelilingi bumi, melainkan
bumi yang mengelilingi matahari. Tapi ia tak berani menyatakan
opininya. Ia cuma menyibukkan diri dengan teleskop, yang
kemudian berhasil diperbaikinya sedemikian rupa hingga bisa
meneropong benda-benda langit.
Baru di tahun 1611 ia mulai berbicara. Ia mengunjungi Roma dan
mendemonstrasikan teleskopnya kepada tokoh-tokoh tinggi di
sekitar tahta kepausan. Merasa disambut megah, dua tahun
kemudian ia berani menuliskan "Surat-Surat Tentang Noktah
Surya." Gerakan noktah di matahari menunjukkan bahwa teori
Ptolemius salah dan Kopernikus benar.
Oleh kecakapan Galileo menulis dalam bahasa Italia, pikirannya
itu tersebar dengan cepat. Suatu gerakan opini baru yang kuat
pun tumbuh. Melihat ini beberapa gurubesar cemas.
Dibisik-bisikkanlah kepada para pembesar Gereja --yang waktu itu
tengah bersaing dengan arus Protestantisme -- bahwa ajaran Injil
sedang ditentang teori Kopernikus. Dan suatu tarik-tambang yang
lama pun terjadi. Galileo berada di satu pihak, Gereja di pihak
lain.
Di tahun 1616 keluarlah dekrit Gereja yang menyatakan pikiran
Kopernikus "palsu dan salah". Galileo sendiri diminta untuk tak
mempercayai lagi teori itu. Ia menyerah. Tapi di tahun 1624 ia
kembali ke Roma, dengan harapan bahwa Paus yang baru, Urbanus
VIII, akan sudi mencabut dekrit yang dimaklumatkan delapan tahun
sebelumnya itu. Harapan Galileo tak terkabul. Paus Urbanus VIII
hanya mengijinkannya untuk menulis, satu risalah yang tak
memihak tentang sistem Kopernikus dan sistem Ptolemius.
Galileo pun setuju. Tapi risalahnya, Dialogo dei Massimi
Sistemi, yang terbit di tahun 1632 dengan pengawasan sensor,
ternyata kemudian dinyatakan masih tetap berbahaya. Gereja
murka. Di musim dingin 1633, biar sakit dan menua, Galileo harus
diadili di hadapan Inkwisisi (Pengusut). Setelah diinterogasi
dengan keras, 16 Juni tahun itu ia dijatuhi hukuman. Sang ahli
matematika diharuskan bertobat dan mengutuk "kesalahannya".
Lebih dari itu: ia adalah tahanan rumah.
Galileo meninggal di tahun 1642. Statusnya sebagai tahanan
dibawanya sampai mati.
Di akhir tahun 1930-an, dramawan recht menulis lakonnya Leben
des Galilei. Seperti Brecht, kita pun dipergoki pertanyaan yang
menggelisahkan, pertanyaan sepanjang zaman dengan jawaban yang
mungkin sementara: salahkah Galileo, karena ia menyerah pada
paksaan?
Di akhir sandiwara, kita dengar sesal tokoh ini: "Jika saja aku
menolak waktu itu! Jika saja para ilmiawan dapat mengembangkan
semacam sumpah Hipokrates para tabib, sumpah bahwa pengetahuan
hanya akan dipersembahkan kepada kemanusiaan. Tapi kini
beginilah jadinya: harapan satu-satunya hanya sekelompok cebol
pintar yang bisa disewa untuk segala macam hal."
Toh dalam sandiwara ini Galileo dibikin mendengar bagaimana
doktrin Kopernikus itu bisa mencelakakan. Ia bisa bikin ajaran
Gereja jadi meragukan, bahkan mungkin hilang arti. Dan seperti
diucapkan oleh si pendeta kecil, penderitaan orang miskin yang
salih pun akan tanpa makna lagi. Buat apa kebenaran astronomi,
jika batin banyak manusia sederhana diguncangkan?
Maka bekas muridnya, Andrea, kemudian berkata kepadanya:
"Tanganmu kotor, kami bilang. Kamu bilang lebih baik kotor
daripada kosong."
Ah, seandainya tak kotor, dan tak kosong !
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini