Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Olewale bikin beres

Menlu png, niwen ebia olewale berkunjung ke indonesia & melakukan pembicaraan dengan presiden soeharto. sikap png tentang tim-tim akan ditentukan setelah mengunjungi dili. masalah opm akan dijernihkan. (nas)

20 Mei 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI daftar tamu Hotel Indonesia Sheraton, penghuni kamar suite No. 691/693 hanya tercantum nama Ebia. Padahal lengkapnya semustinya Niwea Ebia Olewale, Menteri Luar Negeri Papua Niugini (PNG). Selama di Jakarta sampai pertengahan minggu ini, dia tak banyak memberikan keterangan pers. Komunike bersama RI-PNG, menurut rencana baru akan dikeluarkan di Jayapura setelah Menlu PNG meninjau Timor Timur, dan pulang lewat "pintu belakang." Seluruh suasana kunjungannya serba bernada rendah. Berbeda dengan nada keras yang dikeluarkannya di Port Moresby 1 Mei lalu, ketika Olewale mengumumkan permintaan pemerintahnya agar seorang diplomat Indonesia, Siregar, ditarik dari sana, di Jakarta soal itu hampir tak terdengar lagi. Bahkan selama percakapannya selama sejam dengan Presiden Suharto, "soal itu tak disinggung sama sekali," ujar Menlu Mochtar Kusumaatmadja. "Kami sudah mencabut kembali soal itu ketika berjumpa dengan Menlu anda," kata Olewale kepada wartawan TEMPO G.Y. Adicondro di H.I. Senin lalu. Menlu PNG itu juga membawa kabar baik bahwa sikap abstain PNG dalam soal Timor Timur akan ditinggalkan. Kepada pers Olewale mengulangi sikap pemerintahnya, bahwa "masalah Timor Timur adalah masalah dalam negeri Indonesia." Berbeda dengan Australia yang secara resmi sudah mengakui integrasi Tim-Tim, PNG memang belum pernah menyatakan opini mereka. Tapi Menlu PNG itu menjelaskan, negaranya berprinsip harus melihat dulu daerah yang dipermasalahkan sebelum menyatakan sikap. Dalam hubungan itulah ia akan menunjungi Timor Timur Jumat akhir pekan ini. Dengan demikian, Ebia Olewale adalah Menlu negara tetangga RI pertama yang akan berkunjung ke daerah itu. Basis Gerilya Sesudah semalam di Dili, Olewale akan meneruskan penerbangan dengan pesawat carteran Hankam ke Jayapura. Dengan demikian, juga dialah pejabat tinggi PNG pertama yang akan mengunjungi daerah tetangganya yang terdekat -- setelah Papua Niugini merdeka dari Australia. Irian Jaya, selama tahun-tahun terakhir ini banyak mendapat sorotan di Port Moresby. Antara lain karena arus pengungsian dari Irian Jaya ke PNG pertengahan tahun lalu. Juga kampanye 'OPM', yang menurut pemberitaan pers Australia dan PNG ada menggunakan wilayah PNG -- khususnya di propinsi Sepik Barat yang bertetangga dengan kabupaten Jayapura -- sebagai basis gerilya menghadapi Indonesia. Sementara itu, pelarian Irian Jaya yang sudah jadi warga negara PNG melalui proses naturalisasi, ada juga diberitakan duduk dalam 'pemerintah pengasingan OPM' di sana. Ini sesuai dengan sumber intelijen pemerintah RI, yang mensinyalir bahwa otak di balik pemberontakan itu ada yang berdiam disebelah timur batas sana. Kiranya hal itulah yang menggugah KBRI di Port Moresby 28 Mei lalu untuk meminta ketegasan pemerintah PNG agar tak menampung orang-orang dengan "loyalitas ganda" di sana (TEMPO 13 Mei). Penanganan anggota 'OPM' yang menyeberang ke PNG. "hanyalah masalah pengganggu kecil dalam hubungan antara RI dan PNG," begitu Menlu Mochtar dikutip wartawan selepas pembicaraan Olewale dengan Presiden Soeharto di Bina Graha. Apakah itu berarti, Port Moresby akan memulangkan pelarian Irian Jaya yang ada di sana ke Indonesia? "Bukan yang sudah warga negara PNG, tapi hanya mereka yang tergolong permissive resident (penghuni yang diizinkan)," sahut Menlu Olewale kepada TEMPO Mereka itu, kabarnya ada 500 orang di sana. Kalau terbukti ikut merusak hubungan PNG dengan RI, "mereka bisa dipulangkan ke Indonesia." Soal kamp 'OPM' yang menurut pers Australia ada di wilayah PNG, menurut Olewale "tak betul". "Para pemimpin OPM pun sudah kami beri ultimatum jangan beroperasi dari wilayah kami," tambahnya lagi. Tapi untuk menyelenggarakan patroli perbatasan bersama secara intensif, seperti Indonesia dan Malaysia di batas Kal-Bar/Sarawak, PNG agaknya tak berminat. Alasan Olewale: "Angkatan bersenjata kami terlalu sedikit, dan tenaga mereka diperlukan untuk keperluan lain yang lebih vital bagi kami."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus