BATAS waktu sebulan yang diberikan Menteri P&K Dr Daoed Joesoef
kepada para rektor, untuk redefinisi dan menata kembali
kehidupan kampus, tercapai 15 Mei pekan ini. Dari Jakarta Prof.
Mahar Mardjono -- Rektor Universitas Indonesia, yang telah
melangkah ke depan. Ketika 10 Mei pekan silam, dengan SK No. 029
tentang pelaksanaan Normalisasi Kehidupan Kampus, Rektor UI
"mencairkan kembali Senat Mahasiswa (SM) dan Badan
Permusyawaratan Mahasiswa (BPM) di lingkungan UI." Sementara
untuk Dewan Mahasiswa (DM UI) tetap beku, seperti yang
ditegaskan SK Kopkamtib No. SKEP 02, 21 Januari 1978, hingga
AD/ART DM UI tidak mempunyai daya ikat lagi.
Meskipun demikian, semua kegiatan mahasiswa yang memakai nama
UI, baik kelompok maupun lewat SM dan BPM, masih harus
sepengetahuan rektor -- pun SM dan BPM masih harus
bertanggungjawab pada rektor lewat dekan masing-masing fakultas.
Dengan keadaan darurat dalam masa pemerintahan mahasiswa itu,
masa jabatan SM dan BPM juga diperpanjang sampai akhir tahun
1978. Sementara itu dikabarkan Universitas Sam Ratulangi dan
IKIP Manado juga telah mencairkan SM dan BPM-nya. Keputusan
lain: Posma mulai tahun 1978 dan seterusnya dihapuskan,
mahasiswa baru langsung menjadi anggota badan kekeluargaan
mahasiswa.
Apakah benar pencairan SM dan BPM ini merupakan langkah ke
depan? "Ya, ini merupakan suatu langkah ke depan dari yang
semula tidak ada," kata Ketua MPM Ul yang dibekukan, Ghazi M.
Yusup. "Tapi kita akan tetap meminta rektor untuk berusaha
memahami aspirasi mahasiswa," tambahnya. Terhadap pencairan SM
dan BPM itu, ternyata menimbulkan soal baru yang sebenarnya
selama ini berusaha ditutup. Seperti yang dikatakan ketua SM
Fak. Ekonomi Raldiastanto Koestoer, "superiorias fakultas di UI
akan menonjol kembali. Dengan tidak aktifnya DM, bahayanya
mahasiswa UI bisa tidak kompak lagi."
Tampaknya apa yang dikatakan Raldiastanto itu, juga merupakan
kekuatiran sebagian besar mahasiswa UI. Baik mereka yang tidak
memegang jabatan di SM, BPM, atau fungsionaris DM. Dalam nada
autokritik, seorang fungsionaris DM UI yang dibekukan, Seto
Mulyadi mengatakan, "sebaiknya koreksi itu cukup diberikan
kepada DM UI. Saya juga sadar, mungkin DM UI kurang berorientasi
ke bawah, dan terlalu elit." Sehingga kalau toh hanya SM dan BPM
yang dicairkan di lingkungan UI, "saya kuatir jangan-jangan hal
ini akan menimbulkan konflik antara universitas. Sebab mungkin
konsep normalisasi itu berbeda," tambah Seto, Sekretaris Bidang
Ekstern DM UI yang dibekukan.
Purek III
Kekuatiran akan munculnya persaingan antara fakultas, akibat
pencairan itu bukan tidak disadari Prof. Mahar. "Itu memang
bahaya," katanya kepada TEMPO, Senen kemarin. "Tapi jangan
karena pencairan dan rivalitas itu, terus mereka tidak punya
persatuan." Bagaimana cara mempersatukannya "Akan didisain
wadah yang mempersatukan mereka. Mungkin namanya presidium,
badan kerja sama, atau apa, pokoknya wadah ini berada di bawah
pembantu rektor (Purek III) bidang kemahasiswaan," Mahar
menerangkan.
Ide itu memang belum dilempar kepada mahasiswanya, juga kapan
dibentuknya Prof. Mahar belum bisa memastikan. Tapi tampaknya,
ide wadah itu merupakan konsep redefinisi dan penataan kembali
kehidupan kampus yang digariskan Menteri P&K ketika rapat para
rektor 15 April lalu. Sebab menurut Mahar, wadah yang berbentuk
semacam DM itu, "akan permanen, anggotanya dipilih di antara
para mahasiswa setiap tahunnya. Juga yang penting
pengikutsertaan staf pengajar ke dalamnya, tapi mahasiswa tidak
akan didikte." Wadah semacam ini pernah juga dikemukakan dalam
rapat rektor lalu, dengan beberapa perbedaan dibanding DM --
yang mempunyai kekuasaan besar di dalam mengambil keputusan
politis. Pendeknya dengan wadah itu, Mahar tetap menjamin,
"mengenai aspirasi politik pun tidak akan dimatikan."
Tapi tampaknya nasib Dewan Mahasiswa sudah akan berakhir.
Seperti dikemukakan Dirjen Pendidikan Tinggi Prof. Dody
Tisnaamijaya. "Dewan Mahasiswa sudah tidak cocok lagi," katanya
ketika serah terima jabatan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah
di Jakarta pekan lalu. Seorang perwira tinggi Hankam membenarkan
ini. "Eksistensi Dewan Mahasiswa sudah tidak bisa dipertahankan
lagi. Masa 12 orang saja bisa bertindak apa saja mengatasnamakan
semua mahasiswa." Usaha normalisasi kampus sudah diserahkan
sepenuhnya pada Menteri P&K. Dan Menteri P&K sampai sekarang
belum menyatakan ketidaksanggupannya. "Kalau dia mengatakan
tidak sanggup, baru kami akan jump-in (masuk)," ujarnya pula.
Berbeda dengan konsep normalisasi kampus Menteri P&K, kebanyakan
fungsionaris ternyata teap menganggap lembaga Dewan Mahasiswa
dengan perangkatnya tetap perlu untuk Universitas. "DM perlu,
sebab DM lah yang bisa mengkordinir dan mempersatukan mahasiswa
UI, dalam menyelengarakan kegiatan," kata Raldiastanto.
Sementara itu Seto M berpendapat, "kalau lembaga Dewan Mahasiswa
ditiadakan, pemerintah harus menanggung risiko, andaikata kelak
mahasiswa sebagai komponen generasi muda jadi terpecah belah,"
katanya.
Dua hari sebelum Mahar menelurkan SK pencairan itu. dengan
mandat Rektor UI sejak 8 - 11 Mei, para fungsionaris DM, MPM, SM
dan BPM mengadakan pertemuan di Student Center UI. Pertemuan
yang berakhir subuh dinihari 11 Mei itu menelurkan beberapa
pokok pikiran tentang Normalisasi Kehidupan Kampus, menanggapi
Konsep Nommalisasi Kampus Menteri P&K. Dalam kesimpulannya
pertemuan itu menyebutkan, "mahasiswa bukan saja sehagai manusia
penganalisa, tapi juga sebagai pelopor dan penggerak pembaharuan
bangsa dan negara." Secara implisit mereka juga menegaskan masih
diperlukannya perangkat lembaga kemahasiswaan tingkat
Universitas. Seperti yang dikatakan pada kesimpulan berikut,
"lembaga-lembaga kemahasiswaan tingkat fakultas dan universitas
atau yang lebih luas lagi perlu ada, sebagai wadah melatih
bangsa yang pintar, jujur berdisiplin dan bertanggungjawab."
Menurut Prof. Mahar pokok-pokok pikiran mahasiswa UI itu sudah
disampaikan kepada Menteri P&K. Dan kata Ghazi, pertemuan ini
dimaksud, "untuk mengajak partisipasi dalam normalisasi kampus."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini