KUNJUNGAN resmi terlalu banyak tetek-bengeknya, terutama masalah
protokoler," kata seorang pejabat tinggi pemerintah pada TEMPO
pekan lalu. Itu alasan utama mengapa diatur sedemikian rupa
sehingga Presiden Soeharto -- setelah kunjungan dua harinya di
Sulawesi Utara pekan ini -- dalam perjalanan pulang ke Jakarta
"mampir" semalam di Labuan, Malaysia Timur. Di sana sudah
menunggu Perdana Menteri Malaysia Hussein Onn. Kedua kepala
pemerintahan ini menurut rencana akan bermain golf bersama,
sambil mengadakan rembugan tidak resmi.
Tradisi kunjungan singkat tidak resmi antar kepala pemerintahan
negara Asean makin membudaya rupanya. Pertemuan konsultasi
Soeharto-Onn yang kesekian kalinya inipun diadakan untuk
mempererat hubungan Asean.
Mengapa di Labuan? Kota kecil di pulau yang letaknya sekitar 160
km baratdaya Kinibalu (ibukota Sabah) itu dipilih berdasarkan
beberapa alasan. Sebagai pulau, letaknya terpisah sehingga
menggampangkan soal keamanan. Fasilitas yang dipunyainya pun
cukup karena kota ini merupakan pusat operasi perminyakan di
kawasan Malaysia Timur, khususnya untuk proyek gas alam di
Bintulu (Serawak. Lagipula Harris Saleh, Ketua Dewan Menteri
Sabah sudah beberapa kali mengundang Presiden Soeharto untuk
mengunjungi Sabah, terakhir tahun lalu sewaktu dia mengunjungi
Jakarta. Buat seorang kepala negara memang agak kurang enak
untuk khusus datang ke suatu negara bagian tanpa mampir ke
ibukotanya. Tapi semua hambatan protokoler itu terpecahkan
dengan singgahnya Presiden Soeharto ke Labuan via Manado.
Keterangan resmi Mensesneg Sudharmono tentang kunjungan ini
singkat saja. Ia menjelaskan yang akan dibahas adalah masalah
bilateral, regional dan internasional yang menyangkut
kepentingan kedua negara. Seorang pejabat tinggi lain yang
menyertai kunjungan Presiden malahan mengatakan "tidak ada topik
khusus yang akan dibicarakan." Ini mungkin yang menyebabkan
mengapa dalam kunjungannya kali ini Presiden tidak membawa
menteri lain kecuali Mensesneg Sudharmono.
Beberapa masalah bilateral yang dibiarakan kabarnya menyangkut
juga kerjasama kedua negara dalam operasi bersama mencegah
perembesan komunis, senjata dan narkotik.
Malaysia agaknya juga akan menawarkan lagi untuk menyewakan
kapal tanker LNG-nya pada Indonesia. Kapal milik Perbadanan
Perkapalan Antar Bangsa, sebuah perusahaan yang saham
terbesarnya milik pemerintah Malaysia, lebih cepat selesai 3
tahun sebelum proyek LNG Malaysia di Serawak selesai tahun 1981.
Daripada menganggur, lagipula proyek LNG Indonesia di Bontang,
Kalimantan Timur, rupanya kapasitasnya dapat ditingkatkan lebih
cepat dari rencana semula, maka kapal ini ditawarkan untuk
disewakan pada Indonesia, sampai proyek LNG Malaysia dapat
memanfaatkannya sendiri.
Pesan Untuk Peking
Masalah lain yang mungkin dibicarakan adalah hasil dari
kunjungan Wapres A.S. Walter Mondale ke Asia Tenggara belum lama
ini. Presiden Soeharto diduga juga akan memberitahukan pada Oon
hasil "pesan" Indonesia pada pemerintah RRC sewaktu Perdana
Menteri Thailand Kriangsak berkunjung ke Peking. Indonesia
kabarnya meminta pada Peking untuk menghentikan politik
berwajah duanya pada Indonesia sebagai prasyarat untuk
normalisasi hubungan diplomatik. Di satu pihak pemerintah RRC
bersuara A, di lain pihak partai Komunis RRC bersuara Z. Tapi
RRC kabarnya menolak permintaan tersebut.
Soai Brunei? Koloni Inggeris itu bulan ini harus menyatakan
pendirian mereka, akan merdeka sendiri atau tidak. Inggeris
sendiri sudah memutuskan untuk menarik kehadirannya dari koloni
kecil tapi kaya itu, terutama berkat resolusi Komite
Dekolonisasi PBB yang antara lain disponsori Malaysia dan
Indonesia. Bersama dengan pengunduran ini akan ditarik juga satu
batalyon tentara Gurkha Inggeris yang ditempatkan di Brunei.
Indonesia dan Malaysia mungkin akan berusaha menghilangkan
kecurigaan Brunei pada tetangganya dengan suatu jaminan dan
mengundang calon negara merdeka ini untuk bergabung dengan
Asean.
Menurut rencana Presiden Soeharto akan tiba dengan pesawat F-28
milik Pelita Airlines di Labuan pukul 16.30 waktu setempat.
Tidak ada pembicaraan malam pertama itu yang akan diisi dengan
santap malam bersama didahului suatu pertunjukan kesenian.
Esoknya, 18 Mei 1978, setelah golf, barulah keduanya akan
mengadakan rembugan. Setelah makan siang, Presiden Soeharto akan
kembali langsung ke Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini