Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Jerat Pidana untuk Polisi Pemeras Penonton DWP 2024

Mabes Polri semestinya menghukum polisi pemeras penonton konser DWP 2024 secara pidana. Sanksi etik tak adil.

12 Januari 2025 | 08.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Jerat Pidana Polisi Pemeras

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Mabes Polri hanya menjatuhkan sanksi etik kepada polisi yang memeras penonton konser DWP 2024.

  • Penelusuran Tempo menemukan skenario pemerasan disiapkan tiga hari sebelum konser berlangsung.

  • Sanksi etik tak adil bagi para korban pemerasan dan menjadi coreng buruk Indonesia di mata dunia.

TIDAK ada kejahatan yang sempurna menjadi keyakinan dan slogan polisi dalam mengusut sebuah perkara. Namun Markas Besar Kepolisian RI makin hari makin menyempurnakan mata rantai kejahatan yang dibuat anggotanya sendiri. Alih-alih menghukum para polisi yang memeras penonton konser Djakarta Warehouse Project 2024 secara pidana, para pejabat Polri hanya menjatuhkan sanksi etik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Komisi Kode Etik Polri hanya memberhentikan tidak dengan hormat polisi yang terlibat pemerasan penonton konser DWP 2024 pada 13-15 Desember itu. Mereka adalah Direktur Reserse Narkoba Komisaris Besar Donald Parlaungan Simanjuntak dan dua anak buahnya, Ajun Komisaris Besar Malvino Edward Yusticia Sitohang dan Ajun Komisaris Yudhy Triananta Syaeful. Tiga belas polisi lain hanya dijatuhi sanksi demosi selama lima-delapan tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seharusnya mereka dijerat hukuman penjara dengan memakai pasal-pasal pidana. Penelusuran majalah ini menemukan pemerasan dilakukan dengan niat dan taktik. Ajun Komisaris Besar Malvino membuat surat perintah razia narkotik dan obat-obatan berbahaya atau narkoba yang ditandatangani Donald Simanjuntak tiga hari sebelum konser berlangsung. Surat perintah Donald membuat razia narkoba seolah-olah legal. 

Sasaran pemerasan adalah penonton luar negeri. Polisi menggiring para penonton mengikuti tes urine. Para penonton yang ketakutan menyetorkan uang melalui pengacara yang disiapkan polisi. Kepada para penonton, para polisi pemeras berdalih di Indonesia berlaku keadilan restoratif atau restorative justice, yang ditafsirkan sebagai penyelesaian perkara hukum dengan tebusan uang.

Tiap penonton menyetor Rp 100 juta. Polisi menyatakan penonton yang diperas sebanyak 45 orang dengan uang yang terkumpul Rp 2,5 miliar. Komisi Etik agaknya tak berminat menelusuri lebih jauh selisih uang yang masuk kantong para polisi pemeras tersebut. Komisi Etik terlalu rikuh menelusuri kejahatan teman-temannya sendiri.

Karena itu, Mabes Polri seharusnya menyerahkan pengusutan kasus ini kepada Badan Reserse Kriminal. Perbuatan para polisi pemeras itu adalah tindak kejahatan, bukan soal polisi tak sopan memeriksa terduga penjahat yang melanggar kode etik. Pemerasan dengan ancaman jelas-jelas adalah tindak pidana yang diatur Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

KUHP ataupun Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah mengatur hukuman pemerasan oleh siapa pun berupa bui sembilan tahun. Apalagi pemerasan dilakukan polisi secara beramai-ramai dan memakai modus razia narkoba pula. Tak ada hukuman yang setimpal selain memasukkan mereka ke jeruji besi serta memecat dan mencatat nama-nama mereka sebagai warga negara yang lebih jahat dibanding penjahat.

Sebab, para polisi itu dengan sadar memakai pengetahuan dan kewenangan menjalankan hukum untuk berbuat jahat. Tes urine dalam razia narkoba tidak bisa dilakukan sembarangan. Undang-Undang Narkotika mengatur tes urine hanya menjadi alat polisi dalam membuktikan penyalahgunaan pemakaian narkoba saat penyidikan sudah didukung bukti awal. Polisi tak bisa secara acak menunjuk siapa saja menjalani tes urine.

Dengan melihat banyaknya polisi yang terlibat dalam pemerasan penonton konser DWP 2024, dari bintara hingga perwira menengah, bukan tak mungkin ada polisi berpangkat lebih tinggi yang terlibat. Karena itu, sanksi etik tidak cukup. Mereka harus diseret secara pidana untuk mengungkap dan memutus kejahatan sempurna para polisi. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus